tag:blogger.com,1999:blog-133969272024-02-20T16:41:40.803+07:00Sayang DibuangPostingan di sini adalah kiriman dari teman-teman, baik milis ataupun perorangan, yang sayang bila dibuang.
Mudah-mudahan berguna buat para pembaca.Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comBlogger224125tag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-60675111654595896392019-10-10T13:29:00.000+07:002019-10-10T13:29:16.849+07:00Ketahui nilai Anda.<div style="background-color: white; color: #1d2129; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px; margin-bottom: 6px;">
"Nak arloji milikku ini adalah warisan dari kakek buyutmu, usianya lebih dari 200 tahun".</div>
<div class="text_exposed_show" style="background-color: white; color: #1d2129; display: inline; font-family: "Helvetica Neue", Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 14px;">
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px;">
"Sebelum Ayah wariskan kepadamu, Ayah mau kamu bawa Arloji tua ini ke toko jam seberang jalan itu.<br />Katakan kepada pemilik toko bahwa kamu mau menjualnya.<br />Tanya berapa harganya"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sang anak pergi dan tidak lama kemudian kembali lalu berkata :<br />"Pemilik toko jam itu bilang bahwa harganya cuma 5 dollar, karena ini adalah Arloji tua"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Kemudian si Ayah berkata :<br />"Sekarang coba kamu bawa Arloji ini ke toko barang-barang antik dan tanyakan harganya"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Si anak pergi lalu kembali dan berkata :<br />"Pemilik toko bilang, harga arloji ini mencapai 5000 dollar"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Sang Ayah berkata :<br />"Sekarang coba bawa ke museum dan katakan ke mereka bahwa kamu menjual Arloji tua ini"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Si anak pun pergi lalu kembali dan berkata :<br />"Mereka mendatangkan pakar Arloji untuk memperkirakan harganya, lalu mereka menawarkan 1 juta dollar untuk Arloji ini !!"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Si Ayah berkata :<br />"Nak, aku sedang mengajarkanmu bahwa kamu hanya akan dihargai dengan benar ketika kamu berada di lingkungan yang tepat.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Oleh karena itu, jangan pernah kamu tinggal di tempat yang salah lalu marah karena tidak ada yang menghargaimu"</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Karena mereka yang mengetahui nilai kamu akan selalu menghargaimu.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Maka jangan pernah bergaul di tempat tidak layak untukmu.</div>
<div style="font-family: inherit; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
Ketahui nilai Anda.</div>
</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-3086750933589280882019-06-13T01:14:00.001+07:002019-06-13T01:20:30.266+07:00Adab Membawa Anak Bertamu<div style="margin-bottom: 1em; margin-top: 1em;">
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Pada suatu hari, karena macet, kami memutar balik perjalanan, kami arahkan mobil ke sebuah perumahan untuk numpang muter aja, lalu tanpa sengaja, ternyata kami melewati rumah seorang teman lama suami. Dan dia meminta kami mampir.</span></div>
<div class="p2">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="s1"></span><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kami serombongan dengan 4 anak. Menuju ruang tamunya yang mungil dan bersih.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Singkat cerita, di sana, juga ada tamu yang baru datang. sebuah keluarga -ayah, ibu dan 1 anak 7 tahunan-. Si anak langsung membuka toples kue nastar, membawa toples ke pangkuannya, dan lalu asyik makan. Kita panggil saja si anak "Boy" yaa. Badannya bongsor.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Nastar itu terlihat "mahal". Bentuknya seperti buah jambu. Cantik banget.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">hampir setengah toples berpindah ke perut Boy. Sang Ayah sibuk mengobrol dengan tuan rumah, sang ibu sibuk dengan HP. Aku mengajak anak-anak ke teras luar yang adem, aku takut menjadi 'tertuduh' terlibat menghabiskan 1 toples kue mahal 😲</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Nyonya rumah, santun berkata "namanya siapa Sayang? toplesnya taro sini aja yaa...biar nggak jatuh", nyonya berusaha 'meminta' toples kaca itu agar dikembalikan ke meja. Menurutku ini 'kode' kalo dia keberatan dengan adab si Boy. Boy menolak. Tangannya tetap mengeruk kue yang udah abis nyaris separo. Mereka juga gak akrab kayaknya, buktinya nyonya rumah aja gak tau nama si anak.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">"Dibagi dong teman-temannya, itu belum kebagian," kata si nyonya lagi menunjuk ke anak-anakku. "Nggak mau!" Jawab Boy,</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Lama kemudian.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">"Mau coba ini?" Nyonya rumah membuka toples astor. Sepertinya berusaha menawarkan alternatif agar gak hanya nastar jambu yang dimakan si Boy.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">"Nggak mau," jawab si Boy lagi, berteriak.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">"Boy suka banget sama nastar yaa," tutur nyonya rumah, suaranya tenang.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">"Oiya... bisa abis setoples dia," sahut sang ayah. Si ibu mendongak sedikit dari HP. "Dia sukanya nastar sama sagu keju, bisa setoples sekali duduk abis, tapi kalo kastengel, sebiji pun dia lepeh, gak suka," kata si ibu tersenyum, lalu kembali ke HP.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Entah mengapa...aku menjadi gak nyaman. Pertama, aku liat di meja ini hanya ada 4 toples kue yang terlihat baru saja dibuka. Dan kalo 1 tamu menghabiskan 1 toples kue, gimana tamu-tamu berikutnya?</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Dia nggak mengadakan open house besar-besaran. Bisa jadi stok kuenya juga gak banyak. Kehidupan mereka 'terlihat' juga gak berlebihan.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Selain itu, tau kan ya semahal apa harga kue kering lebaran? Setoples itu bisa jadi 90ribuan. Belum tentu masih ada stok di belakang.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku beberapa kali menangkap mata nyonya rumah gelisah melirik ke si Boy. Dia berusaha ramah maksimal dengan membukakan astor, kripik pisang coklat dan kerupuk udang. Tapi Boy gak peduli, pun ayah ibunya, nastar itu sekarang bersisa sepertiga 😌😌😲😲. Aku gak tau lanjutannya. Karena kami pamit duluan.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Menurutku, sangat penting mengajarkan adab bertamu pada anak-anak. Apa yang boleh dan tak boleh.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Di rumah sendiri, anak-anak boleh saja memakan apa saja sampai abis, Tapi kalo di rumah orang gak boleh begitu.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tamu orang rumah, gak hanya kita saja. Ini penting dikasih tau ke anak-anak, agar mereka gak egois.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Harga kue itu mahal. Gak semua orang bisa bikin kue. Banyak yang beli. Kalo diitung sebutir nastar itu harganya bisa 3ribu. Jadi bisa ajarkan anak-anak kalo makan kue di rumah orang, gak boleh banyak. Maksimal 2 atau 3 butir saja per jenis kue. Kalo bisa pun hanya makan maksimal 2 jenis kue saja.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Nah, kadang anak gak patuh, jadi 'rakus' saat di rumah orang, bisa jadi karena mereka memang lapar. Jadi penting banget memastikan perut anak udah terisi saat mau bertamu ke rumah orang, antisipasi kemacetan dengan bawa cemilan. Jadi sampai di rumah orang, anak tidak dalam kondisi lapar. anak-anak lebih gampang 'ditaklukkan' saat mereka tidak lapar. Percayalah!</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Saat ke rumah nenek atau Bu De atau tante, atau saudara yang bener-bener deket dan akrab, di mana kedatangan kita memang sangat mereka nantikan dan mereka memang udah prepare banget menyambut kita, tentu boleh agak lentur. Misal saat kami ke rumah kakak kandungku. Memang hanya kami saudara kandung mereka di kota ini. Jadi bolehlah agak santai, makan ketupat nambah, pake rendang, opor, telur, kue-kue, dll.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tapi kalo bertamu ke rumah orang, jelas harus ada ADAB yang dikenalkan ke anak. Kalo anak belum mau mengerti, maka jadilah orangtua yang tau diri.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Misal, bertamu jangan kelamaan, ajak anak ngobrol, liat udara luar, atau berinteraksi dengan tamu lain. Anak-anak kan gampang akrab sama teman baru, jadi ajak main sama teman baru sehingga si anak nggak melulu fokus ke menghabiskan kue tuan rumah. Saat bertamu pun, cobalah paksakan diri untuk TIDAK MELIHAT HP. fokuslah pada hidup yang nyata, jangan malah mengurus yang maya tapi mengabaikan yang nyata.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Begitu pun saat anak ke toilet, kalo masih kecil, walaupun anak udah biasa ke toilet sendiri di rumah, saat di rumah orang, tetap temenin.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Toilet kan beda-beda. Aku pernah nemuin anak yang nggak menyiram abis pake toilet, sementara ibunya main HP.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Aku suruh siram, "nggak ada gayung," jawab si anak.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kemungkinan di rumah dia biasa pake toilet jongkok dengan siram manual. Jadi saat menemukan toilet duduk dengan pencetan siraman, dia nggak ngerti. Jadilah dia meninggalkan toilet dengan kondisi kotor.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Memang yaa...saat bertamu ke rumah orang membawa anak-anak, kita harus selalu 'menimbang rasa' ke tuan rumah. Jangan terlalu berharap bisa ngobrol-ngobrol seru tanpa batas, sementara anak-anak juga bebas lepas. Jangan!</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tetap waspada. Pasang mata telinga mengawasi anak-anak kita.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Jangan sampai menimbulkan ketidaknyamanan pada tuan rumah.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kalo ada tuan/nyonya rumah yang memberikan kode agar beralih ke kue lain, jangan dibilang pelit. Cobalah memahami posisi mereka.</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Tamu mereka bisa jadi banyak yang mau datang setelah kita...</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Stok kue dan makanan mereka mungkin gak banyak..</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Kondisi keuangan mereka mungkin sedang tak bagus untuk membuat/membeli kue dalam jumlah banyak..</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Mereka bisa jadi sedang menunggu tamu yang istimewa di hati mereka, misal kakak/adik kandung dan mereka juga ingin kue-kue enak ini dicicipi oleh orang kesayangan mereka..</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Intinya... adab! Adab! Adab!</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="s1">Kalau anak belum mengerti, kita orangtua kan udah tua, kita yang harus mengerti. Jangan membiarkan anak sesuka dia dengan kalimat "namanya juga anak-anak" . Kemudahan dengan menelantarkan adab, bisa jadi kelak inilah yang akan </span><span style="-webkit-text-stroke-width: initial;">menyulitkan masa depan anak.</span></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><br /></span></div>
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">Selamat bersilaturahhim. Jangan lupa sematkan ADAB di manapun!</span></div>
<div class="p2">
<span style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;"><span class="s1"></span><br /></span></div>
<style type="text/css">
p.p1 {margin: 0.0px 0.0px 0.0px 0.0px; font: 12.0px 'Helvetica Neue'; -webkit-text-stroke: #000000}
p.p2 {margin: 0.0px 0.0px 0.0px 0.0px; font: 12.0px 'Helvetica Neue'; -webkit-text-stroke: #000000; min-height: 14.0px}
span.s1 {font-kerning: none}
</style>
<br />
<div class="p1">
<span class="s1" style="font-family: Helvetica Neue, Arial, Helvetica, sans-serif;">By Fitra Wilis Masril</span></div>
</div>
<div class="text_exposed_show" style="display: inline;">
<span style="font-family: "helvetica neue" , "arial" , "helvetica" , sans-serif;">
</span></div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-6311465840580339982019-05-10T05:01:00.000+07:002019-05-15T02:25:00.357+07:00Fokus<div style="text-align: justify;">
Risalah Hikmah : </div>
<div style="text-align: justify;">
Kenapa orang Bali tidak pernah mengganggu dan terganggu dgn umat agama lain? Karena mereka yakin dgn kepercayaannya. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada seorang anak yang setiap hari rajin sembahyang ke Pura, lalu suatu hari ia berkata kepada ayahnya, </div>
<div style="text-align: justify;">
"Yah mulai hari ini saya tidak mau ke Pura lagi"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho kenapa?" sahut sang ayah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Karena di Pura saya menemukan orang² yang kelihatannya rohani tapi sebenarnya tidak, ada yang sibuk dengan gadgetnya, sementara yang lain membicarakan keburukan orang lain". Sang ayah pun berpikir sejenak dan berkata, "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat yang harus kamu lakukan setelah itu terserah kamu".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Apa itu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ambillah air satu gelas penuh, lalu bawa keliling Pura, ingat jangan sampai ada air yang tumpah". Si anak pun membawa segelas air berkeliling Pura dengan hati², hingga tak ada setetes air pun yang jatuh. Sesampai di rumah sang ayah bertanya, "Bagaimana sudah kamu bawa air itu keliling Pura?", </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Sudah".</div>
<div style="text-align: justify;">
"Apakah ada yang tumpah?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tidak".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Apakah di Pura tadi ada orang yang sibuk dengan gadgetnya?".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wah, saya tidak tahu karena pandangan saya hanya tertuju pada gelas ini", jawab si anak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Apakah di Pura tadi ada orang² yang membicarakan kejelekan orang lain?", tanya sang ayah lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Wah, saya tidak dengar karena saya hanya konsentrasi menjaga air dalam gelas".</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sang ayah pun tersenyum lalu berkata, "Begitulah hidup anakku, jika kamu fokus pada tujuan hidupmu, kamu tidak akan punya waktu untuk menilai kejelekan orang lain. Jangan sampai kesibukanmu menilai kualitas orang lain membuatmu lupa akan kualitas dirimu". Marilah kita fokus pada diri sendiri dalam beribadah, bekerja dan untuk terus menerus bebenah menjadi positif. Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
*NASIHAT UNTUK KITA "</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Simpan rahasiamu berdua saja:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Dirimu</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Tuhan</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jagalah di dunia ini dua orang:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Ibumu</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Bapakmu</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jangan risau dua hal ini:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Rezeki</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kematian</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
*Karena keduanya berada di bawah kekuasaan Sang Pencipta</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dua hal yg tak perlu diingati selamanya:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Kebaikanmu terhadap orang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Kesalahan orang lain terhadapmu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
*Tiga hal yang memperindah dirimu 😗</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Sabar</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Tabah</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Dermawan</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-21315464740223919592018-08-02T22:01:00.000+07:002018-08-02T22:01:33.949+07:00Kisah Nyata : Hidup untuk memaafkan<div style="text-align: justify;">
Martha (35) adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang. Ia
dan suaminya, Peterson, adalah warga kulit putih, tetapi di antara kedua
anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik
perhatian warga di sekitarnya. Tapi, Martha hanya tersenyum dan berkata
bahwa neneknya berkulit hitam dan kakeknya berkulit putih.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Perkataan Martha itu membuat anaknya, Monika, mendapat kemungkinan
seperti itu, berkulit hitam. Dan begitulah, meski banyak warga yang tak
puas, tapi mereka seperti menemukan jawaban atas kasus Martha.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami
demam tinggi. Terakhir, Dr Adely memvonis Monika menderita leukimia.
Harapan satu-satunya hanyalah mencari pendonor sumsum tulang belakang
yang paling cocok untuknya. Dokter menjelaskan, di antara mereka yang
ada hubungan darah dengan Monika merupakan pedonor tercocok. Ia lalu
meminta seluruh anggota keluarga Martha berkumpul untuk menjalani
pemeriksaan sumsum tulang belakang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Raut wajah Martha berubah.
Tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak
satu pun yang cocok. Dokter memberi tahu, dalam kasus seperti Monika
ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang
hanya ada satu cara yang paling manjur, Martha dan suaminya harus
“membuat” anak lagi, dan mendonorkan darah anak itu untuk Monika.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa
suara, “Tuhan… kenapa menjadi begini?” Ia menatap suaminya, sinar
matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan
keningnya, berpikir. Dr Adely berusaha menjelaskan pada mereka, saat itu
banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para
penderita leukemia. Lagi pula, cara itu tidak berpengaruh sama sekali
terhadap bayi pendonor. Tapi, bukan itu yang dipikirkan Martha.
Akhirnya, masih dengan nada bingung, dia memandang Dr Adely, ” Biarkan
kami memikirkannya dahulu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam kedua, Dr Adely tengah
bergiliran tugas, ketika pintu ruangannya di dorong, dan dia melihat
pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras,suaminya
Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada Adely, “Kami
ingin memberitahumu sesuatu, Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga
rahasia ini, rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun ini.” Dokter
Adely yang membaca betapa tegangnya pasangan itu, segera mengangguk.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peterson bercerita. “Sepuluh tahun lalu, Mei 1992. Waktu itu anak kami
yang pertama, Eleana, telah berusia 2 tahun. Martha bekerja di sebuah
restoran fast food. Setiap hari pukul 10 malam baru ia pulang kerja.
Malam itu, turun hujan lebat. Seluruh jalanan telah tiada orang satu
pun. Saat melalui suatu parkiran yang tak terpakai lagi, Martha
mendengar suara langkah kaki, mengikutinya. Dengan ketakutan, Martha
memutar kepala untuk melihat, seorang remaja berkulit hitam tengah
berdiri di belakang tubuhnya. Orang tersebut menggunakan sepotong kayu,
memukulnya hingga pingsan, dan memperkosanya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Saat tersadar,
Martha segera berlari, pulang. Malam telah pukul 1 malam. Waktu itu aku
bagaikan gila, ke luar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat
perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satu pun. Malam itu kami
hanya dapat memeluk kepala masing-masing, menangis menahan kepedihan.
Langit sepertinya runtuh!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Peterson mengisak, dan ia melanjutkan
ceritanya dengan tersendat. “Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya
hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dia kandung
merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk
menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak
yang dikandungnya adalah bayi kami, cinta kami. Begitulah, kami
ketakutan menunggu beberapa bulan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Maret 1993, Martha melahirkan
bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah
terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara
tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi, bagaimanapun Martha
telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Apalagi, aku dan
Martha merupakan warga Kristen yang taat. pada akhirnya kami memutuskan
untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mata Dr Adely
juga basah. Pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri
tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat
mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala, berkata,
“Jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekali pun akan sulit untuk
mendapatkan donor yang cocok untuk Monika!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia terdiam,
memandangi Martha. “Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung
Monika. Barangkali sumsum tulangnya, atau sumsum tulang belakang anaknya
ada yang cocok untuk Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan
ia kembali muncul dalam kehidupan kalian?”</div>
<div style="text-align: justify;">
“Demi anak ini, aku
bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul
menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya,” kata Martha.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dr Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
******</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
November 2002. Di koran Wayeli termuat berita pencarian seperti ini: 17
Mei 1992, di parkiran mobil ke-5 Wayeli, seorang wanita kulit putih
diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita
melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya
tiba-tiba saja harus “dibebani” untuk memelihara anak ini. Sayangnya,
sang bayi kini menderita leukemia . Dan ia memerlukan transfer sumsum
tulang belakang segera. Ayah kandungnya merupakan satu-satunya
penyambung harapan hidupnya. Kami berharap, jika si ayah kandung membaca
berita ini, semoga ia bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth.”<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita pencarian orang ini membuat seluruh masyarakat gempar. Setiap
orang membicarakannya. Masalahnya adalah, apakah orang hitam ini berani
muncul. Padahal jelas ia akan menghadapi kesulitan besar. Jika ia berani
muncul, ia akan menghadapi masalah hukum dan ada kemungkinan merusak
kehidupan rumah tangganya sendiri. Jika ia tetap bersikeras untuk diam,
ia sekali lagi membuat dosa yang tak terampuni.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu berita ini
keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan
telepon Dr Adely bagaikan meledak, kebanjiran surat masuk dan telepon,
orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini. Mereka ingin bertemu
dengannya, berharap dapat memberikan bantuan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi Martha
menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas
sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil
pemerkosaan terungkap. Saat itu juga seluruh media penuh dengan diskusi
tentang bagaimana cerita ini berakhir. “Jika orang hitam ini berani
muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya? Akankah
menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya? Haruskah ia menerima
hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian
karena keberaniannya hari ini?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Surat kabar Wayeli menulis topik: “Bila Anda orang berkulit hitam itu, apa tindakan yang Anda lakukan?” sebagai bahan diskusi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bagian penjara setempat terus berupaya membantu Martha, memberikan
laporan terpidana hukuman pada tahun 1992 pada rumah sakit. Dikarenakan
jumlah orang berkulit hitam di kota ini hanya sedikit, maka dalam 10
tahun terakhir ini juga hanya sedikit jumlah terhukum berkulit hitam.
Apalagi, sebagian telah bebas, dan tak semuanya karena tindak perkosaan.
Martha dan Peterson menghubungi beberapa orang ini. Begitu banyak
terpidana waktu itu yang bersungguh-sungguh dan antusias untuk
memberikan petunjuk. Tapi sayangnya, mereka semua bukanlah orang hitam
yang memperkosanya waktu itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tak lama kemudian, kisah Martha
menyebar ke seluruh rumah tahanan. Tak sedikit terpidana yang tergerak
karena kasih ibu ini, tak peduli mereka berkulit hitam maupun berkulit
putih, semua bersukarela mendaftar untuk menjalani pemeriksaan sumsum
tulang belakang, berharap dapat mendonorkannya untuk Monika. Tapi tak
satu pun pendonor yang memenuhi kriteria di antara mereka.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita
pencarian ini mengharukan banyak orang. Tak sedikit orang yang
bersukarela untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang, untuk
mengetahui apakah dirinya memenuhi kriteria. Para sukarelawan semakin
lama semakin bertambah, di Wayeli timbullah wabah untuk mendonorkan
sumsum tulang belakang. Hal yang mengejutkan adalah kesediaan para
sukarelawan ini menyelamatkan banyak penderita leukimia lainnya. Sayang,
Monika tidak termasuk penderita yang beruntung.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Martha dan
Peterson menantikan dengan panik kemunculan si kulit hitam. Akhirnya dua
bulan telah lewat, orang ini tak muncul-muncul juga. Dengan tidak
tenang, mereka mulai berpikir, mungkin orang hitam itu telah meninggal
dunia. Mungkin ia telah meninggalkan jauh-jauh kampung halamannya. Sudah
sejak lama tak berada di Itali. Mungkin ia tak bersedia merusak
kehidupannya sendiri, tak ingin muncul. Tapi tak peduli bagaimanapun,
asalkan Monika hidup sehari lagi, mereka tak rela untuk melepaskan
harapan untuk mencari orang hitam itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
******</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat itu
berita pencarian juga muncul di Napulese, memporak porandakan perasaan
seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit
hitam, bernama Ajili.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran
tergelam, merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah
sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang
sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.
Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang
tak pernah mengenyam dunia pendidikan, terpaksa bekerja sejak dini. Ia
yang begitu pandai dan cekatan, bekerja dengan giat demi mendapatkan
sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya
merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikannya. Tak
peduli segiat apa pun dirinya, selalu memukul dan memakinya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
17
Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang
kerja lebih awal, merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, di
tengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan
kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah
dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit
putih. Malam berhujan lebat, tiada seorang pun lewat, dan di parkiran ia
bertemu Martha. Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian,
ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini. Tapi selesai
melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga ia
menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese,
meninggalkan kota ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya.
Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang
Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya,
dan menikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina, dan pada akhirnya
juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa tahun ini, ia
yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini,
ia juga memiliki 3 anak yang lucu. Di mata pekerja lainnya dan seluruh
anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah
yang baik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan
dosa yang pernah dia perbuat. Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan
berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah dia perkosa, berharap ia
selalu hidup damai dan tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya
rapat-rapat, tak memberitahu seorang pun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pagi hari itu, Ajili
berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan
dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikit pun ia tak pernah membayangkan
bahwa wanita malang itu mengandung anaknya, bahkan beranggung jawab
untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya. Hari
itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi nomor telepon Dr Adely.
Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah
menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia
mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya
ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan
keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan
penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan
ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu, saat makan
bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha. Sang istri, Lina,
berkata, “Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku di posisinya, aku tak
akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga
dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang
patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba
mengajukan pertanyaan, “Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku
pemerkosaan itu?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Sedikitpun aku tak akan memaafkannya! Waktu
itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk
menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu
egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang pengecut!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ajili
mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pahit itu pada
istrinya. Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak
bersedia tidur. Untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan
menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata, “Kau ayah yang jahat,
aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya. Ia pun memeluk erat-erat
sang anak, “Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan
ayah ya…”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut
dibuatnya, dan buru-buru berkata, “Baiklah, kumaafkan. Guru TK-ku
bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar
dalam neraka. Di matanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras
itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit
tangis wanita itu. Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri:
“Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat?” Mendengar bunyi napas
istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk
berdiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya
mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian
padanya dengan menanyakan apakah ada masalah. Dan ia mencari alasan tak
enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang
karyawan menyapanya ramah. “Selamat pagi, manager!” Mendengar itu,
wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak
menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila. Setelah
berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat terus diam , ia
pun menelepon Dr Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya
supaya tetap tenang, “Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dr Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr Adely
menambahkan kalimat terakhirnya, “Entah apa ia dapat menunggu hari
kemunculan ayah kandungnya.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat terakhir ini menyentuh hati
Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai ayah mengalir
keluar, bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri! Ia
pun membulatkan tekad untuk menolong Monika.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ia telah melakukan
kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan
kesalahan ini. Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya
sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir
ia berkata, “Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika! Aku harus
menyelamatkannya!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah, “Kau PEMBOHONG!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah
ayah ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan
keduasuami-istri tersebut dengan segera mereda.</div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka adalah
dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya, “Memang
benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa
lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk
muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa
hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Apakah kau
mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini
bersedia memperbaiki dirinya? Ataukah seorang suami yang selamanya
menyimpan kebusukan ini didalamnya?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mendengar ini Lina terpekur
beberapa lama. Pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili,
menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan. Lina menetapkan
hatinya, “Ajili, pergilah menemui Dr Adely! Aku akan menemanimu!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
******</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr Adely. 8 Februari,
pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA
Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika
Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya
berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya.
Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun
saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Segalanya
berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan
pasangan Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas
mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan
sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika
telah ditemukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati kabar
ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis surat pada Dr Adely,
memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini,
sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat, “Barangkali
ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat
bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk
menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha, ia pun menyetujui
hal ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di
RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili. Saat ia melihat Martha,
langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha
dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat
tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam, tanpa suara
menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama
mengalir. Lalu, dengan suara serak Ajili sesenggukkan, “Maaf… mohon
maafkan aku! Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun.
Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung
kepadamu.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
“Terima kasih, kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku?”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili.
Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika! Sang
dokter berkata dengan antusias, “Ini suatu keajaiban!”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
22
Februari 2003, setelah sekian lama, harapan masyarakat luas akhirnya
terkabulkan. Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada
akhirnya Monika telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika
boleh keluar RS dengan sehat walafiat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Martha dan suami
memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr
Adely datang ke rumah mereka untuk merayakannya. Tapi hari itu Ajili
tidak hadir, ia memohon Dr Adely membawa suratnya bagi mereka. Dalam
suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya. “Aku tak ingin
kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika
berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian
menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku. Aku akan berusaha
sekuat tenaga untuk membantu kalian! Saat ini juga, aku sangat berterima
kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang
memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat
memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di saparuh usiaku
selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku!”</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-33639992135976419942018-03-02T23:45:00.002+07:002018-03-02T23:45:45.664+07:00Perhitungan PengorbananSeekor ulat yang kelaparan terdampar di tanah tandus. Dengan lemas ia menghampiri pohon mangga sambil berkata,<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
“Aku lapar, bolehkah aku makan daunmu?”</blockquote>
<br />
Pohon mangga menjawab, <br /><br />
<blockquote class="tr_bq">
“Tanah di sini tandus, daunku pun tidak banyak.<br /> Apabila kau makan daunku, nanti akan berlubang dan tidak kelihatan indah lagi.<br /> Lalu aku mungkin akan mati kekeringan.<br /> Tapi baiklah, kau boleh naik dan memakan daunku.<br /> Kiranya hujan akan datang dan daunku akan tumbuh kembali.”</blockquote>
<br />
<br />
Ulat naik dan mulai makan daun-daunnya.<br />
Ia hidup di atas pohon itu sampai menjadi kepompong dan akhirnya berubah menjadi kupu-kupu yang cantik.<br />
<blockquote class="tr_bq">
“Hai pohon mangga, lihatlah aku sudah menjadi kupu-kupu.<br /> Terima kasih karena telah mengizinkan aku hidup dan makan daunmu.<br /> Sebagai balas budi, aku akan membawa serbuk sari hingga bungamu dapat berbuah.”</blockquote>
<br />
<span style="color: blue;"> Banyak manusia memperhitungkan untung rugi pengorbanan yang dilakukan. </span><br />
<br />
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<span style="color: red;"> “Jika saya memberi, saya akan kekurangan.</span><br /> Atau,<span style="color: red;"> “Bagaimana kalau ternyata saya dibohongi?”</span></blockquote>
<br /><br />
<span style="color: blue;"> Tapi sadarkah, setiap orang yang suka memberi, pasti ada sukacita di hati? </span><br /><br />
Mother Teresa pernah berkata, <br /><br />
<blockquote class="tr_bq">
“Lakukan apa yang menjadi bagianmu,<br /> dan jangan berpikir apa yang akan kamu dapatkan."</blockquote>
<br />
<br />
<span style="color: blue;"> Lakukan apapun itu dengan hati yang tulus tanpa berharap apapun kecuali berkah dan ridha Allah SWT .</span>Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-61063194888317762902018-03-02T23:38:00.000+07:002018-03-02T23:38:07.496+07:00Satu Kesalahan Bisa Hapus Semua Kebaikan<div style="text-align: justify;">
Suatu hari seorang guru sekolah menulis di papan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
9 × 1 = 7</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 2 = 18</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 3 = 27</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 4 = 36</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 5 = 45</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 6 = 54</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 7 = 63</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 8 = 72</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 9 = 81</div>
<div style="text-align: center;">
9 × 10 = 90</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saat ia selesai, ia melihat ke siswanya dan mereka semua menertawakannya, karena persamaan pertama terjadi kesalahan, dan kemudian guru itu berkata :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Saya menulis persamaan pertama salah ada tujuan, karena saya ingin memberi kalian suatu pelajaran yang penting.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ini perlu bagi kalian untuk mengetahui bagaimana dunia luar sana akan memperlakukan kita.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalian sudah melihat bahwa saya menuliskan yang benar 9 kali, namun tidak satupun dari kalian mengucapkan selamat kepada saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kalian semua tertawa dan mengkritik saya karena satu kesalahan yang saya lakukan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Ini adalah pelajaran penting yang saya maksudkan :</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: blue;">Dunia tidak akan pernah menghargai satu juta perbuatan baik anda, namun akan mengkritik satu saja hal yang salah yang anda lakukan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: blue;">Tapi janganlah berkecil hati,</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: cyan;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: red;">*SELALU BANGKIT DI ATAS SEMUA TAWA DAN KRITIK...*</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: red;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="color: red;">*SEMOGA KUAT "*</span></div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-19124073626421867602016-08-21T16:16:00.002+07:002016-08-21T16:16:57.567+07:00Badai kehidupan<div class="_1dwg _1w_m" style="padding: 12px 12px 0px;">
<div class="_5pbx userContent" data-ft="{"tn":"K"}" id="js_mi" style="overflow: hidden;">
<div class="text_exposed_root text_exposed" id="id_57b96dc6455e16995093898" style="display: inline;">
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Seorang anak mengemudikan mobilnya bersama ayahnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Setelah beberapa puluh kilometer, tiba-tiba awan hitam datang bersama angin kencang. Langit menjadi gelap. Beberapa kendaraan mulai </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">menepi dan berhenti.</span></div>
<br />
<div class="text_exposed_show" style="display: inline;">
<div style="margin-bottom: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Bagaimana, Ayah? Kita berhenti?” Si Anak bertanya.</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Teruslah.. !” kata Ayah.</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Anaknya tetap menjalankan mobil. Langit makin gelap, angin bertiup kencang. Hujanpun turun.</span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;"> </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Beberapa pohon bertumbangan, Bahkan ada yang diterbangkan angin. Suasana sangat menakutkan. Terlihat kendaraan-kendaraan besar juga mulai menepi dan berhenti.</span></div>
</span><br />
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Ayah…?”</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Teruslah mengemudi!” kata Ayah sambil terus melihat ke depan.</span></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Anaknya tetap mengemudi dengan bersusah payah.</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Hujan lebat membuat pandangan hanya berjarak beberapa meter saja.</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Si Anak mulai takut namun </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">tetap mengemudi walaupun berjalan sangat perlahan.</span></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Setelah melewati beberapa kilometer ke depan, dirasakan hujan mulai </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">mereda & angin mulai berkurang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Setelah beberapa kilometer </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">lagi, sampailah mereka pada daerah yg kering & matahari bersinar.</span></div>
<br />
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span></div>
<span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Silakan berhenti dan keluarlah”, kata Ayah.</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Kenapa sekarang?" balas anaknya .</span></div>
</span><span style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38;"><div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">“Agar kau BISA MELIHAT seandainya berhenti di tengah badai”.</span></div>
</span><div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin-bottom: 6px; margin-top: 6px;">
</div>
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; text-align: justify;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">Sang Anak berhenti dan keluar. Dia melihat jauh di belakang sana badai masih berlangsung. Dia membayangkan orang-orang yang terjebak </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">di sana. Dia baru mengerti bahwa JANGAN PERNAH BERHENTI di </span><span style="font-family: inherit; line-height: 1.38;">tengah badai KARENA akan terjebak dalam ketidakpastian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: 14px; line-height: 19.32px;"><br /></span></div>
<br />
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
J<span style="color: red;">ika kita sedang menghadapi “badai” kehidupan, TERUSLAH berjalan, JANGAN berhenti dan berputus asa karena kita akan tenggelam dalam keadaan yang terus menakutkan.</span></div>
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="color: red;">Lakukan saja apa yang dapat kita lakukan dan yakinkan diri bahwa BADAI PASTI BERLALU.</span></div>
<div style="font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; margin-bottom: 6px; margin-top: 6px; text-align: justify;">
<span style="color: red;">Kita tidak akan pernah berhenti tetapi maju terus, karena kita yakin bahwa di depan sana Kepastian dan Kesuksesan ada untuk kita...</span></div>
</div>
</div>
<div class="_5wpt" style="border-left: 2px solid rgb(220, 222, 227); font-family: inherit; font-size: 14px; line-height: 1.38; padding-left: 12px;">
</div>
</div>
<div class="_3x-2" style="font-family: inherit;">
<div data-ft="{"tn":"H"}" style="font-family: inherit;">
</div>
</div>
</div>
<div style="font-family: inherit;">
<form action="https://www.facebook.com/ajax/ufi/modify.php" class="commentable_item" data-ft="{"tn":"]"}" id="u_jsonp_45_q" method="post" rel="async" style="margin: 0px; padding: 0px;">
<div class="_sa_ _5vsi _ca7 _192z" style="color: #90949c; font-family: inherit; margin-top: 12px; padding-bottom: 4px; position: relative;">
<div class="_37uu" style="font-family: inherit;">
<div data-reactroot="" style="font-family: inherit;">
<div class="_3399 _a7s clearfix" style="border-top: 1px solid rgb(229, 229, 229); clear: both; font-family: inherit; margin: 0px 12px; padding-top: 4px; text-align: justify; zoom: 1;">
<div class="_524d" style="font-family: inherit;">
</div>
</div>
</div>
</div>
</div>
</form>
</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-27149296237123603092015-12-05T16:02:00.001+07:002015-12-05T16:02:31.126+07:00Bahayanya penghakiman<p dir="ltr">Dalam suatu kereta ekonomi non-AC yg lumayan panas, Seorang eksekutif muda, dengan jas elegan berdiri di disana. Sesak2an dengan penumpang lain.</p>
<p dir="ltr">Sesaat kemudian, ia membuka tablet Androidnya. Lebih besar tentu dibanding smartphone umumnya.</p>
<p dir="ltr">Ia memang sedang ada chat penting dengan para donatur. Chat tentang dana untuk membantu para korban kebanjiran.</p>
<p dir="ltr">Semua penumpang menoleh padanya atau meliriknya. Apa batin mereka?</p>
<p dir="ltr">Seorang nenek2 membatin, 'Orang muda sekarang, kaya sedikit langsung pamer. Naik Ekonomi, pamer2an.'</p>
<p dir="ltr">Seorang emak2 membatin, 'Mudah2an suami saya ga senorak dia. Norak di kelas Ekonomi bukan hal terpuji.'</p>
<p dir="ltr">Seorang gadis ABG membatin, 'Keren sih keren, tapi ga banget deh sama gayanya. Kenapa ga naik AC kalau mau pamer begituan?'</p>
<p dir="ltr">Seorang pengusaha membatin, 'Sepertinya dia baru kenal 'kaya'. Atau dapat warisan. andai dia merasakan jerih pahit kehidupan; barang tentu tidak akan pamer barang itu di kelas Ekonomi. Kenapa ga naik AC sih?'</p>
<p dir="ltr">Seorang pemuka agama melirik, 'Andai dia belajar ilmu agama, tentu tidak sesombong itu, pamer!'</p>
<p dir="ltr">Seorang pelajar SMA membatin, 'Gue tau lo kaya. Tapi plis deh, lo ga perlu pamer gitu kalle' ke gua. Gua tuh ga butuh style elo. Kalo lo emang pengen diakuin, lo bisa out dari sini, terus naik kereta AC.. ill feel gue.'</p>
<p dir="ltr">Seorang tunawisma membatin, 'Orang ini terlalu sombong, ingin pamer di depan rakyat kecil.'</p>
<p dir="ltr">Si eksekutif menyimpan kembali tabletnya di tas. Ia membatin, Puji Tuhan, akhirnya para donatur bersedia membantu. Puji Tuhan, ini kabar baik sekali. Lalu, ia sempatkan melihat kantong bajunya. Ada secarik tiket kereta ekonomi.</p>
<p dir="ltr">Ia membatin 'Tadi sempat tukar karcis dengan seorang nenek tua yang mau naik kereta sesak ini. Tidak tega saya. Biarlah dia yang naik kereta AC itu. Mudah-mudahan manfaat.:</p>
<p dir="ltr">Sahabat..<br>
Begitu berbahaya nya penghakiman. Sebuah kebaikan, tindakan kasih, bisa berubah total menjadi kejahatan hanya karna persepsi kita.</p>
<p dir="ltr">Jaga persepsi kita, semua tak perlu kita nilai seperti penampakannya.</p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-49488867253049333552015-11-14T12:31:00.001+07:002015-11-14T12:31:38.038+07:00Percakapan Seorang ayah dengan pacar anaknya Percakapan Ayah cewek dan pacar anaknya<br />
<span class="text_exposed_show"><br /> Ayah : "nak, om punya sesuatu buat kamu"</span><br />
<span class="text_exposed_show">Cowok : "wah, om bisa aja hehe"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Lalu Ayah memberikan sebuah gadget terbaru kepada Cowok tersebut<br /> Cowok : "ini?? Buat saya om?"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah : "iya, terimalah. Sebagai imbalan karena kamu sudah menjaga putri om"</span><br />
<span class="text_exposed_show">Cowok : "(girang) wah, terimakasih om terimakasih banyak. Saya janji akan selalu jaga putri om (sun tangan)"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah : "(tersenyum) iya, sekarang itu sudah jadi milikmu bukan? Tapi, om hanya minta sesuatu"<br /> Cowok : "boleh om, apa itu?"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah : "coba kau banting dulu gadget itu ke lantai"<br /> Cowok :"(heran) loh, kenapa om? Tapi om yang sudah berikan untuk saya, kenapa saya harus membantingnya?"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah :"lah? Memangnya kenapa? Itu hanya benda mati kan?"<br />
Cowok :"iya om, tapi ini kan pemberian dari om. Ini juga barang yg
mahal, saya tidak mungkin merusaknya. Apalagi ini sebuah pemberian"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah :"apa kau takut barang tersebut rusak? "<br /> Cowok :"iya om, karena saya menghargai om. Makanya saya harus menjaga nya"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah :"oh begitu, lalu bagaimana dengan anak perempuan om?"<br /> Cowok :" (bingung) maksud om?"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah :"om memberikanmu sebuah gadget yang mungkin terbilang tidak
murah. Setelah om berikan gadget itu untuk mu, tentu saja itu sudah jadi
milikmu, hak mu. Namun saat om pinta untuk sekedar membantingnya ke
lantai, kau pun tak tega. Kau bilang takut gadget itu rusak, dan kau tak
mau mengecewakan om sebagai si pemberi. Bukan begitu? "<br /> Cowok :"iya om, tapi apa hubungannya dengan putri om?"<br /> </span><br />
<span class="text_exposed_show">Ayah :"nak, taukah kamu? Dia telah om jaga dari kecil, om dan tante
rawat dia hingga sekarang, entah berapa biaya yg sudah kami keluarkan
untuknya. Nak, om hanya mengizinkanmu untuk dekat dengan dia, bukan
memberikan dia untukmu, itu berarti dia adalah hak dan milik om
sepenuhnya,terkecuali jika kamu menikahinya. Kamu tak tega untuk
membanting gadget milikmu tapi mengapa tak merasa bersalah saat
menyakiti perasaan putri om? Padahal jelas dia bukan milikmu seutuhnya,
tak ada hak apapun. tau kah kamu? Saat om melihat matanya sembab karena
menangis semalaman, wajahnya kalut karena kurang tidur, ketahuilah bahwa
kau lah penyebab itu,meskipun dia tak pernah bercerita kepada om. Bukan
hanya perasaanya yg kecewa, perasaan om lebih kecewa. Kau bilang kau
takut merusak gadget itu, padahal itu hanyalah benda mati, tapi mengapa
kau dengan mudahnya merusak seseorang yang jelas mempunyai perasaan?
Mengapa kamu tak tega untuk menghancurkan apa yg om perintahkan,tapi
tanpa bersalah kamu menghancurkan hati seseorang yg om jaga. Percayalah,
ketika kamu ingin menyakiti hati seorang wanita, ingatlah 2 orang, 1
ibumu 2 anak perempuanmu kelak"</span><br />
<br />
<div class="text_exposed_show">
Si cowok hanya terdiam, sambil menahan rasa sesak, ia memohon maaf kepada Ayah Si cewek</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-17955492636713166092015-11-03T01:19:00.001+07:002015-11-03T01:19:43.272+07:00Jangan anggap remeh Moral dan Etika<div style="text-align: justify;">
Dua belas tahun lalu, seorang wanita pergi kuliah di Prancis. Namun,
dia harus bekerja sambil kuliah. Dia memperhatikan bahwa sistem
transportasinya ternyata menggunakan sistem "otomatis", artinya Anda
membeli tiket sesuai dengan tujuan melalui mesin. Setiap perhentian
transportasi umum memakai cara "self-service" dan jarang sekali
diperiksa oleh petugas. Bahkan pemeriksaan insidentil oleh petugas pun
hampir tidak ada. Setelah dia menemukan kelemahan sistem ini, dengan
kelicikannya, dia memperhitungkan bahwa kemungkinan tertangkap petugas
karena tidak membeli tiket sangat kecil. Sejak itu, dia selalu naik
transportasi umum tersebut dengan tidak membayar tiket. Dia bahkan
merasa bangga atas kelicikannya. Dia juga menghibur diri karena dia
anggap dirinya adalah mahasiswa miskin, dan kalau bisa harus hidup
seirit mungkin. Namun, dia tidak menyadari bahwa dia sedang melakukan
kesalahan fatal yang akan mempengaruhi karirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setelah 4 tahun
berlalu, dia tamat dari sebuah kampus ternama dengan nilai yang sangat
bagus. Ini semakin membuatnya penuh dengan kepercayaan diri. Dia mulai
melamar kerja di beberapa perusahaan ternama di Paris dengan harapan
besar akan diterima. Pada mulanya, semua perusahaan ini menyambut dia
dengan hangat. Namun, berapa hari kemudian, semua perusahaan tersebut
menolaknya untuk bekerja.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kegagalan yang terjadi berulang kali
tersebut membuatnya sangat marah. Dia mulai menganggap
perusahaan-perusahaan ini rasis, tidak mau menerima warga negara asing.
Akhirnya, dia memaksa masuk ke departemen tenaga kerja untuk bertemu
dengan manajernya. Dia ingin tahu apa alasan semua perusahaan tersebut
menolaknya bekerja. Ternyata, penjelasannya di luar persangkaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berikut ini adalah dialog mereka berdua:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manajer: "Nona, kami tidak rasis, sebaliknya kami sangat
mementingkanmu. Pada saat Anda melamar bekerja di perusahaan, kami
terkesan dengan pendidikan dan pencapaian Anda. Sesungguhnya,
berdasarkan kemampuan, Anda sebenarnya pekerja yang kami cari."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita: "Kalau begitu, kenapa tidak ada perusahaan yang menerimaku bekerja?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manajer: "Karena kami memeriksa sejarahmu, ternyata Anda pernah tiga
kali kena sanksi tidak membayar tiket saat naik transportasi umum."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita: "Aku mengakuinya. Tapi masa sih karena perkara kecil ini maka
perusahaan menolak pekerja yang mahir dan banyak sekali tulisannya yang
terbit di majalah?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manajer: "Perkara kecil? Kami tidak
menganggap ini perkara kecil. Kami perhatikan bahwa pertama kali Anda
melanggar hukum, itu terjadi di minggu pertama Anda masuk negara ini.
Petugas percaya dengan penjelasan bahwa Anda masih belum mengerti sistem
pembayaran. Anda diampuni, tapi kemudian Anda tertangkap 2 kali lagi
setelah itu."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita: "Oh, karena saat itu tidak ada uang kecil di kantong saya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manajer: "Tidak, tidak. Kami tidak bisa menerima penjelasan Anda.
Jangan anggap kami bodoh. Kami yakin Anda telah melakukan penipuan
ratusan kali sebelum tertangkap."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Wanita: "Itu bukanlah kesalahan yang mematikan. Kenapa harus sebegitu serius? Lain kali saya akan berubah, masih bisa bukan?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Manajer: "Saya tidak anggap demikian. Perbuatan Anda membuktikan dua hal:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
1. Anda tidak mengikuti peraturan yang ada. Anda pandai mencari-cari
kelemahan dalam peraturan dan memanfaatkannya untuk kepentingan diri
sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
2. Anda tidak bisa dipercaya. Banyak pekerjaan di
perusahaan kami tergantung pada kepercayaan. Jika Anda diberikan
tanggung jawab atas penjualan di sebuah wilayah, maka Anda akan
diberikan kuasa yang besar. Demi ongkos, kami tidak sanggup memakai
sistem kontrol untuk mengawasi pekerjaanmu. Perusahaan kami mirip dengan
sistem transportasi di negeri ini. Oleh sebab itu, kami tidak bisa
memakai Anda. Saya berani katakan, di negara kami, bahkan di seluruh
Eropa, tidak ada perusahaan yang mau memakai Anda."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada saat
itu, wanita ini seperti terbangun dari mimpinya dan merasa sangat
menyesal. Perkataan manajer yang terakhir telah membuat hatinya gentar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Moral dan etika bisa menutupi kekurangan IQ atau kepintaran. Tetapi IQ
atau kepintaran bagaimanapun tidak akan bisa menolong etika yang buruk.</b></div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-46298140999007151852015-09-15T18:46:00.000+07:002015-09-15T18:46:06.486+07:00 BUNGKUS atau ISI?Hidup akan sangat melelahkan, sia-sia dan menjemukan bila Anda hanya menguras pikiran untuk mengurus BUNGKUS-nya saja dan mengabaikan ISI-nya.<br /><br />Bedakanlah apa itu "BUNGKUS" nya dan apa itu "ISI"nya.<br /><br />"Rumah yg indah" hanya bungkusnya;<br />"Keluarga Bahagia" itu isinya.<br /><br />"Pesta pernikahan" hanya bungkusnya;<br />"Cinta kasih, Pengertian, dan Tanggung jawab" itu isinya.<br /><br />"Ranjang mewah" hanya bungkusnya;<br />"Tidur nyenyak" itu isinya.<br /><br />"Makan enak" hanya bungkusnya;<br />"Gizi, energi, dan sehat" itu isinya.<br /><br />"Kecantikan dan Ketampanan" hanya bungkusnya;<br />"Kepribadian" itu isinya.<br /><br />"Bicara" itu hanya bungkusnya;<br />"Kerja nyata" itu isinya.<br /><br />"Buku" hanya bungkusnya;<br />"Pengetahuan" itu isinya.<br /><br />"Jabatan" hanya bungkusnya;<br />"Pengabdian dan pelayanan" itu isinya.<br /><br />"Pergi ke tempat ibadah " itu bungkusnya;<br />"Melakukan Ajaran Tuhan dalam hidup" itu isinya.<br /><br />"Kharisma" hanya bungkusnya;<br />"Karakter" itu isinya.<br /><br />Utamakanlah ISInya, namun rawatlah BUNGKUSnya...Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-15565085860267197872015-07-09T14:44:00.001+07:002015-07-09T14:46:28.027+07:00Calon Istriku ga bisa masak, Bu...<br />
<div style="text-align: justify;">
Bu.... Calon Isteriku Gak Bisa Masak--</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Subuh yang dingin...ku dapati Ibu sudah sibuk memasak di dapur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Ibu masak apa? Bisa ku bantu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ini masak gurame goreng. Sama sambal tomat kesukaan Bapak" sahutnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Alhamdulillah.. mantab pasti.. Eh Bu.. calon istriku kayaknya dia tidak bisa masak loh..."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya terus kenapa..?" Sahut Ibu.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ya tidak kenapa-kenapa sih Bu.. hanya cerita saja, biar Ibu tak kecewa, hehehe"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Apa kamu pikir bahwa memasak, mencuci, menyapu, mengurus rumah dan lain lain itu kewajiban Wanita?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku menatap Ibu dengan tak paham. </div>
<div style="text-align: justify;">
Lalu beliau melanjutkan, "Ketahuilah Nak, itu semua adalah kewajiban
Lelaki. Kewajiban kamu nanti kalau sudah beristri." katanya sambil
menyentil hidungku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Lho, bukankah Ibu setiap hari melakukannya?" </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku masih tak paham juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kewajiban Istri adalah taat dan mencari ridho Suami." kata Ibu. </div>
<div style="text-align: justify;">
"Karena Bapakmu mungkin tidak bisa mengurusi rumah, maka Ibu bantu
mengurusi semuanya. Bukan atas nama kewajiban, tetapi sebagai wujud
cinta dan juga wujud Istri yang mencari ridho Suaminya"<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya makin bingung Bu. </div>
<div style="text-align: justify;">
"Baik, anandaku sayang. Ini ilmu buat kamu yang mau menikah." </div>
<div style="text-align: justify;">
Beliau berbalik menatap mataku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Menurutmu, pengertian nafkah itu seperti apa? Bukankah kewajiban
Lelaki untuk menafkahi Istri? Baik itu sandang, pangan, dan papan?"
tanya Ibu.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya tentu saja Bu.."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pakaian yang bersih
adalah nafkah. Sehingga mencuci adalah kewajiban Suami. Makanan adalah
nafkah. Maka kalau masih berupa beras, itu masih setengah nafkah. Karena
belum bisa di makan. Sehingga memasak adalah kewajiban Suami. Lalu
menyiapkan rumah tinggal adalah kewajiban Suami. Sehingga kebersihan
rumah adalah kewajiban Suami." <br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mataku membelalak mendengar uraian Bundaku yang cerdas dan kebanggaanku ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Waaaaah.. sampai segitunya bu..? Lalu jika itu semua kewajiban Suami.
Kenapa Ibu tetap melakukan itu semuanya tanpa menuntut Bapak sekalipun?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Karena Ibu juga seorang Istri yang mencari ridho dari Suaminya. Ibu
juga mencari pahala agar selamat di akhirat sana. Karena Ibu mencintai
Ayahmu, mana mungkin Ibu tega menyuruh Ayahmu melakukan semuanya. Jika
Ayahmu berpunya mungkin pembantu bisa jadi solusi. Tapi jika belum ada,
ini adalah ladang pahala untuk Ibu."<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku hanya diam terpesona.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pernah dengar cerita Fatimah yang meminta pembantu kepada Ayahandanya,
Nabi, karena tangannya lebam menumbuk tepung? Tapi Nabi tidak
memberinya. Atau pernah dengar juga saat Umar bin Khatab diomeli
Istrinya? Umar diam saja karena beliau tahu betul bahwa wanita
kecintaannya sudah melakukan tugas macam-macam yang sebenarnya itu
bukanlah tugas si Istri."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya Buu..." <br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mulai paham, </div>
<div style="text-align: justify;">
"Jadi Laki-Laki selama ini salah sangka ya Bu, seharusnya setiap Lelaki
berterimakasih pada Istrinya. Lebih sayang dan lebih menghormati jerih
payah Istri." </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Ibuku tersenyum.<br />
"Eh. Pertanyaanku lagi Bu, kenapa Ibu tetap mau melakukan semuanya padahal itu bukan kewajiban Ibu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
"Menikah bukan hanya soal menuntut hak kita, Nak. Istri menuntut Suami,
atau sebaliknya. Tapi banyak hal lain. Menurunkan ego. Menjaga
keharmonisan. Mau sama mengalah. Kerja sama. Kasih sayang. Cinta. Dan
Persahabatan. Menikah itu perlombaan untuk berusaha melakukan yang
terbaik satu sama lain. Yang Wanita sebaik mungkin membantu Suaminya.
Yang Lelaki sebaik mungkin membantu Istrinya. Toh impiannya rumah tangga
sampai Surga"</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
"MasyaAllah.... eeh kalo calon istriku tahu hal ini lalu dia jadi malas ngapa-ngapain, gimana Bu?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Wanita beragama yang baik tentu tahu bahwa ia harus mencari keridhoan
Suaminya. Sehingga tidak mungkin setega itu. Sedang Lelaki beragama yang
baik tentu juga tahu bahwa Istrinya telah banyak membantu. Sehingga
tidak ada cara lain selain lebih mencintainya."</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Jodoh kita adalah Hadiah dari ALLAH</div>
<div style="text-align: justify;">
Semoga sahabat bisa segera bertemu dengan jodoh Terbaik<br />
Saling Mencintai karena ALLAH <br />
Aminnnnn </div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-51447099074587356892015-04-03T13:04:00.001+07:002015-04-03T13:04:16.032+07:00"Renungan" soal pendidikan kita selama ini<div dir="ltr">
</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di jalan raya banyak motor dan mobil saling menyalip satu sama lain.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih cepat dan bukan menjadi lebih sabar, mereka dididik untuk menjadi yang terdepan dan bukan yang tersopan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di jalanan pengendara motor lebih suka menambah kecepatannya saat ada orang yang ingin menyeberang jalan dan bukan mengurangi kecepatannya.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?<br />
<br />
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak kita setiap hari diburu dengan waktu, di bentak untuk bergerak lebih cepat dan gesit dan bukan di latih untuk mengatur waktu dengan sebaik-baiknya dan dibuat lebih sabar dan peduli.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di hampir setiap instansi pemerintah dan swasta banyak para pekerja yang suka korupsi.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah anak-anak di didik untuk berpenghasilan tinggi dan hidup dengan kemewahan mulai dari pakaian hingga perlengkapan dan bukan di ajari untuk hidup lebih sederhana, ikhlas dan akan kesederhanaan.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di hampir setiap instansi sipil sampai petugas penegak hukum banyak terjadi kolusi, manipulasi proyek dan anggaran uang rakyat</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena dulu sejak kecil di rumah dan di sekolah mereka dididik untuk menjadi lebih pintar dan bukan menjadi lebih jujur dan bangga pada kejujuran.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di hampir setiap tempat kita mendapati orang yang mudah sekali marah dan merasa diri paling benar sendiri.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Kerena dulu sejak kecil dirumah dan disekolah mereka sering di marahi oleh orang tua dan guru mereka dan bukannya diberi pengertian dan kasih sayang.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
•Di hampir setiap sudut kota kita temukan orang yang tidak lagi peduli pada lingkungan atau orang lain.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mengapa..?</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Karena dulu sejak kecil di rumah dan disekolah mereka dididik untuk saling berlomba untuk menjadi juara dan bukan saling tolong-menolong utk membantu yang lemah.</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-36125170045346841632015-04-03T13:01:00.001+07:002015-04-03T13:01:31.725+07:00Bu, Beli kue saya... HARI ini sesosok wanita tua mengetuk pintu kaca toko. “Bu… Beli kue
saya… Belum laku satupun… Kalau saya sudah ada yang laku saya <span class="text_exposed_show">enggak berani ketuk kaca toko ibu…”<br /> Saya persilakan beliau masuk dan duduk. Segelas air dan beberapa butir kurma saya sajikan untuk beliau.<br /> “Ibu bawa kue apa?”<br /> “Gemblong, getuk, bintul, gembleng, Bu.”<br /> Saya tersenyum… “Saya nanti beli kue ibu… Tapi ibu duduk dulu, minum dulu, istirahat dulu, muka ibu sudah pucat.”<br />
Dia mengangguk. “Kepala saya sakit, Bu.. Pusing, tapi harus cari uang.
Anak saya sakit, suami saya sakit, di rumah hari ini beras udah gak ada
sama sekali. Makanya saya paksain jualan,” katanya sambil memegang
keningnya. Air matanya mulai jatuh.<br /> Saya cuma bisa memberinya sehelai tisu…<br />
“Sekarang makan makin susah, Bu…. Kemarin aja beras gak kebeli… Apalagi
sekarang… Katanya bensin naik.. Apa-apa serba naik.. Saya udah 3 bulan
cuma bisa bikin bubur… Kalau masak nasi gak cukup.<br /> Hari ini jualan gak laku, nawarin orang katanya gak jajan dulu. Apa apa pada mahal katanya uang belanjanya pada enggak cukup…”<br /> “Anak ibu sakit apa?” Saya bertanya.<br /> “Gak tau, Bu… Batuknya berdarah…”<br /> Saya terpana. “Ibu, Ibu harus bawa anak Ibu ke puskesmas. Kan ada BPJS…”<br /> Dia cuma tertunduk. “Saya bawa anak saya pakai apa, Bu? Gendong gak kuat.. .Jalannya jauh… Naik ojek gak punya uang…”<br /> “Ini Ibu kue bikin sendiri?”<br /> “Enggak, Bu… Ini saya ngambil.” jawabnya.<br /> “Terus ibu penghasilannya dari sini aja?”<br /> Dia mengangguk lemah…<br /> “Berapa Ibu dapet setiap hari?”<br /> “Gak pasti, Bu… Ini kue untungnya 100-300 perak, bisa dapet Rp4 ribu -12 ribu paling banyak.”<br /> Kali ini air mata saya yang mulai mengalir. “Ibu pulang jam berapa jualan?”<br />
“Jam 2.. .Saya gak bisa lama lama, Bu.. Soalnya uangnya buat beli
beras… Suami sama anak saya belum makan. Saya gak mau minta-minta, saya
gak mau nyusahin orang.”<br /> “Ibu, kue-kue ini tolong ibu bagi-bagi di
jalan, ini beli beras buat 1 bulan, ini buat 10x bulak-balik naik ojek
bawa anak Ibu berobat, ini buat modal ibu jualan sendiri. Ibu sekarang
pulang saja… Bawa kurma ini buat pengganjal lapar…”<br /> Ibu itu
menangis… Dia pindah dari kursi ke lantai, dia bersujud tak sepatah
katapun keluar lalu dia kembalikan uang saya. “Kalau ibu mau beli.. Beli
lah kue saya. Tapi selebihnya enggak bu… Saya malu….”<br /> Saya pegang
erat tangannya… “Ibu… Ini bukan buat ibu… Tapi buat ibu saya… Saya
melakukan bakti ini untuk ibu saya, agar dia merasa tidak sia-sia
membesarkan dan mendidik saya… Tolong diterima…” Saya bawa keranjang
jualannya. Saat itu aku memegang lengannya dan saya menyadari dia demam
tinggi. “Ibu pulang ya…”<br /> Dia cuma bercucuran airmata lalu memeluk
saya. “Bu.. Saya gak mau ke sini lagi… Saya malu…. Ibu gak doyan kue
jualan saya… Ibu cuma kasihan sama saya… Saya malu…”<br /> Saya cuma bisa
tersenyum. “Ibu, saya doyan kue jualan Ibu, tapi saya kenyang… Sementara
di luar pasti banyak yang lapar dan belum tentu punya makanan. Sekarang
Ibu pulang yaa…”<br /> Saya bimbing beliau menyeberang jalan, lalu saya naikkan angkot… Beliau terus berurai air mata.<br /> Lalu saya masuk lagi ke toko, membuka buka FB saya dan membaca status orang orang berduit yang menjijikkan.</span><br />
<br />
<div class="text_exposed_show">
The show must go on.<br /> JIKA Bermanfaat untuk silahkan share.<br />
Sumber: ibu Ernydar Irfan</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-23617342529364424492015-01-03T11:23:00.001+07:002015-01-03T11:23:58.372+07:00Renungan awal tahun<p dir="ltr">👑 Hidup ini singkat, jangan digunakan untuk berdebat, lebih baik jaga martabat agar hidup menjadi berkah.<br>
👑 Ucapkan kata-kata semangat, agar sepanjang hari bisa mendapat rejeki, relasi dan sahabat.<br>
👑 Setiap orang punya sisi baik dan buruk, bicaralah tentang kebaikannya jika didepan umum, tetapi  ingatkan keburukannya di ruang private.<br>
👑 Marah adalah racun mental, jika diumbar secara asal akan membuat hidup pelakunya terpental.<br>
👑 Jangan biasakan berdusta, karena dusta akan membawa sejuta derita di belakangnya.<br>
👑 Jangan pikirkan ucapan negatif orang lain, buanglah segera agar pikiran menjadi bersih menuju peraduan & mimpi. <br>
👑 Orang yang suka bicara kasar, hidupnya akan nyasar ke belukar dan bersuasana sukar.<br>
👑 Berbicara sopan bisa dilatih, mulailah berbicara dengan etis tentang hal-hal positif dan bermanfaat.<br>
👑 Orang pandai harusnya menggunakan kepandaiannya untuk berbagi, bukan untuk  mengakali dan mengambil keuntungan pribadi.<br>
👑 Kata² yang menyakitkan tidak mudah dilupakan pendengarnya, karena merasuk ke dalam hati, bukan hanya ke telinga saja. Oleh sebab itu ALANGKAH INDAHNYA jika kita TIDAK mengucapkan kata-kata kasar.<br>
👑 Kalau berbicara jangan keras-keras selain kurang sopan, kita jadi terkesan tidak berkelas.<br>
👑 Ketika beribadah, pejamkan mata dan lihatlah ke dalam, apa yang masih perlu dibersihkan agar ucapan dan tindakan tidak lagi menyakitkan sesama.<br>
👑 Orang baik tidak akan mematahkan semangat, ia bahkan akan jadi berkah untuk org lain agar bangkit dan berjaya.<br>
👑 Ketika berdiskusi, jangan paksakan opini, bukankah tiap orang ingin dihargai? <br>
👑 Ucapan yang terlanjur meluncur sulit ditarik mundur, karena itu hati-hatilah ketika bertutur.</p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-49450411450670951962014-11-11T02:21:00.001+07:002014-11-11T02:21:51.225+07:00Akibat pikiran negatif ke sistem tubuh kita<div dir="ltr">
</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
1st<br />
MARAH selama 5 menit akan menyebabkan sistem imun tubuh kita mengalami depresi selama 6 jam.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
2nd<br />
DENDAM dan MENYIMPAN KEPAHITAN akan menyebabkan imun tubuh kita mati. Dari situlah bermula segala penyakit, seperti STRESS, KOLESTEROL, HIPERTENSI, SERANGAN JANTUNG, RHEMATIK, ARTHRITIS, STROKE (perdarahan/penyumbatan pembuluh darah).</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
3rd<br />
Jika kita sering membiarkan diri kita STRESS, maka kita sering mengalami GANGGUAN PENCERNAAN.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
4th<br />
Jika kita sering merasa KHAWATIR, maka kita mudah terkena penyakit NYERI PUNGGUNG.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
5th<br />
Jika kita MUDAH TERSINGGUNG, maka kita akan cenderung terkena penyakit INSOMNIA (susah tidur).</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
6th<br />
Jika kita sering mengalami KEBINGUNGAN, maka kita akan terkena GANGGUAN TULANG BELAKANG BAGIAN BAWAH.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
7th<br />
Jika kita sering membiarkan diri kita merasa TAKUT yang BERLEBIHAN, maka kita akan mudah terkena penyakit GINJAL.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
8th<br />
Jika kita suka ber-NEGATIVE THINKING, maka kita akan mudah terkena DYSPEPSIA (penyakit sulit mencerna).</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
9th<br />
Jika kita mudah EMOSI dan cenderung PEMARAH, maka kita bisa rentan terhadap penyakit HEPATITIS.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
10th<br />
Jika kita sering merasa APATIS (tidak pernah peduli) terhadap lingkungan, maka kita akan berpotensi mengalami PENURUNAN KEKEBALAN TUBUH.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
11th<br />
Jika kita sering MENGANGGAP SEPELE semua persoalan, maka hal ini bisa mengakibatkan penyakit DIABETES.</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
12th<br />
Jika kita sering merasa KESEPIAN, maka kita bisa terkena penyakit DEMENSIA SENELIS (berkurangnya memori dan kontrol fungsi tubuh).</div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: center;">
13th<br />
Jika kita sering BERSEDIH dan merasa selalu RENDAH DIRI, maka kita bisa terkena penyakit LEUKEMIA (kanker darah putih).</div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div dir="ltr" style="text-align: justify;">
Mari kita selalu BERSYUKUR atas segala perkara yang telah terjadi karena dengαn bersyukur, maka HATI ini menjadi BERGEMBIRA dan menimbulkan ENERGI POSITIF dalam tubuh untuk mengusir segala penyakit tersebut dΐ atas.</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-88700508773095148582014-09-08T17:11:00.001+07:002014-09-08T17:11:38.829+07:00Kehadiran sosok ayah<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kendati kesibukan mendera setiap saat, namun harus ada upaya membuat LIMA bentuk kehadiran ayah di tengah anak-anak.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<b><span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pertama, Kehadiran Fisik.</span></b><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kehadiran ayah secara fisik sangat diperlukan oleh anak-anak. Pelukan seorang ayah kepada anak-anaknya, terutama yang masih kecil, sangat memberikan makna bagi perkembangan kejiwaan anak. Kehadiran fisik tidak bisa digantikan dengan sarana teknologi, secanggih apapun teknologi itu. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Kedua, Kehadiran Hati.</b> </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kendati kadang harus terpisah jauh secara fisik, anak tetap bisa merasakan kehadiran sang ayah di dalam hatinya. Kebiasaan ayah untuk menelpon, mengirim sms, menulis email, atau mengirim hadiah kepada anak-anak, menjadi salah satu sarana untuk menghadirkan ayah di hati anak-anak. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Ketiga, Kehadiran Pikiran.</b> </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seorang ayah yang selalu memikirkan masa depan anak-anak, akan mampu bekerja dengan serius dan bersungguh-sungguh. Karena ia ingin agar anak-anaknya sukses dunia akhirat. Ia ingin anak-anaknya menjadi manusia yang bermartabat dan memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama. Maka itu akan membuat ayah bekerja semakin giat dan penuh rasa cinta. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Ke-empat, Kehadiran Doa.</b> </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Jangan pernah mengabaikan doa. Sebut nama anak-anak dalam doa kita. Ketika ayah menyempatkan waktu untuk selalu mendoakan anak-anaknya, maka anak-anak pun akan merasakan kehadiran sang ayah dalam kehidupan mereka. Doa adalah kekuatan spiritual yang luar biasa hebatnya. </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><b>Kelima, Kehadiran Materi.</b> </span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kewajiban ayah memberikan kecukupan materi bagi anak-anak, namun tidak hanya sebatas pemberian materi. Ayah tidak boleh merasa puas dan cukup hanya karena sudah menunaikan kewajiban pemenuhan kebutuhan materi kepada anak-anak, karena mereka bukan hanya perlu materi. Anak-anak memerlukan cinta, kasih, sayang, perhatian dan kebersamaan dari ayahnya. </span>Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-20083937452939349662014-06-23T11:05:00.001+07:002014-06-23T11:05:50.270+07:00Kelompok 99<p dir="ltr">Pada zaman dulu kala, ada seorang Raja yang sangat kaya, tapi ia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Repotnya, dia sendiri tak tahu apa penyebabnya.</p>
<p dir="ltr">Suatu pagi, ketika bangun dari tidur, Raja mendengar suara pelayan yang sedang bernyanyi. Dia pun langsung bertanya: “Wahai Pelayan, apa rahasia engkau, sehingga kamu bisa begitu bahagia?”</p>
<p dir="ltr">“Tuanku Raja, hamba tak memiliki apa-apa, selain dari keluarga yang BAHAGIA DAN PENUH SYUKUR.”</p>
<p dir="ltr">Karena merasa penasaran dengan penuturan si Pelayan, sang Raja pun memanggil penasihat kerajaan yang bijaksana utk dimintai saran.</p>
<p dir="ltr">“Yang Mulia, mohon beri hamba koin emas sejumlah 99, nanti koin emas akan hamba letakkan di depan pintu rumah si pelayan.”</p>
<p dir="ltr">Singkat cerita, 99 Koin emas itupun diletakkan di depan rumah si pelayan. Pada saat si pelayan membuka pintu rumah, dia terkejut dan kegirangan.</p>
<p dir="ltr">Si Pelayan pun menghitungnya, ternyata hanya ada 99 keping uang emas... yang berarti tak genap 100 keping.</p>
<p dir="ltr">Pelayan itu pun mencarinya ke seluruh penjuru istana agar keping emasnya bisa genap 100, tapi sia-sia karena ia tetap tak menemukannya.</p>
<p dir="ltr">Karena begitu FOKUS akan AMBISInya, berbeda dgn hari-hari sebelumnya, si pelayan tak lagi bernyanyi dan gembira. Wajahnya terlihat begitu serius dan murung.</p>
<p dir="ltr">Si Penasihat pun menjelaskan,<br>
“Tuanku, itu artinya pelayan itu telah bergabung dgn Kelompok 99, yaitu mereka yang MEMILIKI BANYAK HAL, tapi MERASA TIDAK BAHAGIA.</p>
<p dir="ltr">Mereka fokus bekerja untuk mengejar 1 koin lagi dan mereka lupa pada hal-hal lainnya, demi koinnya bisa genap 100.<br>
Mereka kekurangan waktu tidur, kekurangan waktu untuk keluarga, serta kekurangan waktu untuk kebahagiaan mereka sendiri.</p>
<p dir="ltr">Itulah yang hamba maksud dengan Kelompok 99, Yang Mulia.”</p>
<p dir="ltr"><i>Kita pun sering terfokus hanya pada ‘1 koin’yang tidak ada, tanpa pernah BERSYUKUR pada ‘99 koin’ yang sudah kita miliki.</i></p>
<p dir="ltr"><i>Jangan terlalu ambisius hanya pada satu tujuan sehingga melupakan anugerah yang telah ada, jalani kehidupan ini dengan selalu mengucap syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Bersyukurlah senantiasa....</i></p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-67869301972663584812014-05-06T23:41:00.000+07:002014-05-06T23:55:41.534+07:0037 kebiasaan orang tua dalam mendidik anak yang dapat menghasilkan perilaku buruk pada anak<div style="font-family: verdana, verdana, verdana; font-size: 12px; line-height: 20px; margin: 0px; outline: none 0px; padding: 0px; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<div class="p1">
<b>1. Raja yang Tak Pernah Salah</b></div>
<div class="p1">
<br />
Sewaktu anak kita masih kecil dan belajar jalan tidak jarang tanpa sengaja mereka menabrak kursi atau meja. Lalu mereka menangis. Umumnya, yang dilakukan oleh orang tua supaya tangisan anak berhenti adalah dengan memukul kursi atau meja yang tanpa sengaja mereka tabrak. Sambil mengatakan, “Siapa yang nakal ya? Ini sudah Papa/Mama pukul kursi/mejanya…sudah cup….cup…diem ya.." Akhirnya si anak pun terdiam.<br />
<br />
Ketika proses pemukulan terhadap benda-benda yang mereka tabrak terjadi, sebenarnya kita telah mengajarkan kepada anak kita bahwa ia tidak pernah bersalah.<br />
<br />
Yang salah orang atau benda lain. Pemikiran ini akan terus terbawa hingga ia dewasa. Akibatnya, setiap ia mengalami suatu peristiwa dan terjadi suatu kekeliruan, maka yang keliru atau salah adalah orang lain, dan dirinya selalu benar. Akibat lebih lanjut, yang pantas untuk diberi peringatan sanksi, atau hukuman adalah orang lain yang tidak melakukan suatu kekeliruan atau kesalahan.<br />
<br />
Kita sebagai orang tua baru menyadari hal tersebut ketika si anak sudah mulai melawan pada kita. Perilaku melawan ini terbangun sejak kecil karena tanpa sadar kita telah mengajarkan untuk tidak pernah merasa bersalah.<br />
Lalu, apa yang sebaiknya kita lakukan ketika si anak yang baru berjalan menabrak sesuatu sehingga membuatnya menangis?<br />
Yang sebaiknya kita lakukan adalah ajarilah ia untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi; katakanlah padanya (sambil mengusap bagian yang menurutnya terasa sakit): ”Sayang, kamu terbentur ya. Sakit ya? Lain kali hati-hati ya, jalannya pelan-pelan saja dulu supaya tidak membentur lagi.”<br />
<br />
<br />
<br />
<b>2. Berbohong Kecil, Berbohong pada Anak<br />
</b><br />
Awalnya anak-anak kita adalah anak yang selalu mendengarkan kata-kata orang tuanya, Mengapa? Karena mereka percaya sepenuhnya pada orang tuanya. Namun, ketika anak beranjak besar, ia sudah tidak menuruti perkataan atau permintaan kita? Apa yang terjadi? Apakah anak kita sudah tidak percaya lagi dengan perkataan atau ucapan-ucapan kita lagi?<br />
<br />
Tanpa sadar kita sebagai orang tua setiap hari sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak kita meminta ikut atau mengajak berkeliling perumahan. Apa yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur? Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengalihkan perhatian si kecil ke tempat lain, setelah itu kita buru-buru pergi? Atau yang ekstrem kita mengatakan, “Papa/Mama hanya sebentar kok, hanya ke depan saja ya, sebentaaar saja ya, Sayang.” Tapi ternyata, kita pulang malam. Contoh lain yang sering kita lakukan ketika kita sedang menyuapi makan anak kita, “Kalo maemnya susah, nanti Papa/Mama tidak ajak jalan-jalan loh.” Padahal secara logika antara jalan-jalan dan cara/pola makan anak, tidak ada hubungannya sama sekali.<br />
<br />
Dari beberapa contoh di atas, jika kita berbohong ringan atau sering kita istilahkan “bohong kecil”, dampaknya ternyata besar. Anak tidak percaya lagi dengan kita sebagai orang tua. Anak tidak dapat membedakan pernyataan kita yang bisa dipercaya atau tidak. akibat lebih lanjut, anak menganggap semua yang diucapkan oleh orang tuanya itu selalu bohong, anak mulai tidak menuruti segala perkataan kita.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Berkatalah dengan jujur kepada anak. Ungkapkan dengan penuh kasih dan pengertian:<br />
<br />
“Sayang, Papa/Mama mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo Papa/Mama ke kebun binatang, kamu bisa ikut.”<br />
<br />
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan keadaan ini. Pastinya membutuhkan waktu lebih untuk memberi pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi di pagi hari. Kita harus bersabar dan lakukan pengertian kepada mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami keadaan mengapa orang tuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak bisa ikut. Sebaliknya bila pergi ke tempat selain kantor, anak pasti diajak orang tuanya. Pastikan kita selalu jujur dalam mengatakan sesuatu. Anak akan mampu memahami dan menuruti apa yang kita katakan.</div>
<div class="p1">
<br />
<b>3. Banyak Mengancam</b></div>
<div class="p1">
<br />
“Adik, jangan naik ke atas meja! nanti jatuh dan nggak ada yang mau menolong!”<br />
“Jangan ganggu adik, nanti Mama/Papa marah!”<br />
<br />
Mengancam Anak<br />
<br />
<br />
Dari sisi anak, pernyataan yang sifatnya melarang atau perintah dan dilakukan dengan cara berteriak tanpa kita beranjak dari tempat duduk atau tanpa kita menghentikan suatu aktivitas, pernyataan itu sudah termasuk ancaman. Terlebih ada kalimat tambahan “….nanti Mama/Papa marah!”<br />
<br />
Seorang anak adalah makhluk yang sangat pandai dalam mempelajari pola orang tuanya; dia tidak hanya bisa mengetahui pola orang tuanya mendidik, tapi dapat membelokkan pola atau malah mengendalikan pola orang tuanya. Hal ini terjadi bila kita sering menggunakan ancaman dengan kata-kata, namun setelah itu tidak ada tindak lanjut atau mungkin kita sudah lupa dengan ancaman-ancaman yang pernah kita ucapkan<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Kita tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Dekati si anak, hadapkan seluruh tubuh dan perhatian kita padanya. tatap matanya dengan lembut, namum perlihatkan ekspresi kita tidak senang dengan tindakan yang mereka lakukan. Sikap itu juga dipertegas dengan kata-kata, “Sayang, Papa/Mama mohon supaya kamu boleh meminjamkan mainan ini pada adikmu. Papa/Mama akan makin sayang sama kamu.” Tidak perlu dengan ancaman atau teriaka-teriakan. Atau kita bisa juga menyatakan suatu pernyataan yang menjelaskan suatu konsekuensi, misal “Sayang, bila kamu tidak meminjamkan mainan in ke adikmu, Papa/Mama akan menyimpan mainan ini dan kalian berdua tidak bisa bermain. Mainan akan Papa/Mama keluarkan, bila kamu mau pinjamkan mainan itu ke adikmu. Tepati pernyataan kita dengan tindakan.<br />
<br />
<b>4. Bicara Tidak Tepat Sasaran, Bicara tepat sasaran</b><br />
<br />
<br />
Pernahkah kita menghardik anak dengan kalimat seperti, “Papa/Mama tidak suka bila kamu begini/begitu!” atau “Papa/Mama tidak mau kamu berbuat seperti itu lagi!” Namun kita lupa menjelaskan secara rinci dan dengan baik, hal-hal atau tindakan apa saja yang kita inginkan. Anak tidak pernah tahu apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh orang tuanya dalam hal berperilaku. Akibatnya anak terus mencoba sesuatu yang baru.<br />
<br />
Dari sekian banyak percobaan yang dilakukannya, ternyata selalu dikatakan salah oleh orang tuanya. Hal ini mengakibatkan mereka berbalik untuk dengan sengaja melakukan hal2 yang tidak disukai orang tuanya. Tujuannya untuk membuat orang tuanya kesal sebagia bentuk kekesalan yang juga ia alami (tindakannya selalu salah di hadapan orang tua).<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Sampaikanlah hal2 atau tindakan2 yang kita inginkan atau butuhkan pada saat kita menegur mereka terhadap perilaku atau hal yang tidak kita sukai. Komunikasikan secara intensif hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan. Dan pada waktunya, ketika mereka sudah mengalami dan melakukan segala hal atau perilaku yang kita inginkan atau butuhkan, ucapkanlah terima kasih dengan tulus dan penuh kasih sayang atas segala usahanya untuk berubah.<br />
<br />
<b>5. Menekankan pada Hal-hal yang salah</b><br />
<br />
Kebiasaan ini hampir sama dengan kebiasaan di atas. Banyak orang tua yang sering mengeluhkan tentang anak-anaknya tidak akur, suka bertengkar. Pada saat anak kita bertengkar, perhatian kita tertuju pada mereka, kita mencoba melerai atau bahkan memarahi. Tapi apakah kita sebagai orang tua memperhatikan mereka pada saat mereka bermain dengan akur? Kita seringkali menganggapnya tidak perlu menyapa mereka karena mereka sedang akur. Pemikiran tersebut keliru, karena hal itu akan memicu mereka untuk bertengkar agar bisa menarik perhatian orang tuanya,<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Berilah pujian setiap kali mereka bermain sengan asyik dan rukun, setiap kali mereka berbagi di antara mereka dengan kalimat sederhana dan mudah dipahami, misal: ”Nah, gitu donk kalau main. Yang rukun.” Peluklah mereka sebagai ungkapan senang dan sayang.<br />
<br />
<b>6. Merendahkan Diri Sendiri</b><br />
<br />
Apa yang anda lakukan kalau melihat anak anda bermain Playstation lebih dari belajar? Mungkin yang sering kita ucapkan pada mereka, “Woy… mati-in tuh PS nya, ntar dimarahin loh sama papa kalo pulang kerja!” Atau kita ungkapkan dengan pernyataan lain, namun tetap dengan figur yang mungkin ditakuti oleh anak pada saat itu. Contoh pernyataan ancaman di atas adalah ketika yang ditakuti adalah figur Papa.<br />
<br />
Perhatikanlah kalimat ancaman tersebut. Kita tidak sadar bahwa kita telah mengajarkan pada anak bahwa yang mampu untuk menghentikan mereka maen ps adalah bapaknya, artinya figure yang hanya ditakuti adalah sang bapak. Maka jangan heran kalau jika anak tidak mengindahkan perkataan kita karena kita tidak mampu menghentikan mereka bermain ps.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Siapkanlah aturan main sebelum kita bicara; setelah siap, deka ti anak, tatap matanya, dan katakan dengan nada serius bahwa kita ingin ia berhenti main sekarang atau berikan pilihan, misal “Sayang, Papa/Mama ingin kamu mandi. Kamu mau mandi sekarang atau lima menit lagi?” bila jawabannya “lima menit lagi Pa/Ma”. Kita jawab kembali, “Baik, kita sepakat setelah lima menit kamu mandi ya. Tapi jika tidak berhenti setelah lima menit, dengan terpaksa papa/mama akan simpan PS nya di lemari sampai lusa”. Nah, persis setelah lima menit, dekati si anak, tatap matanya dan katakan sudah lima menit, tanpa tawar menawar atau kompromi lagi. Jika sang anak tidak nurut, segera laksanakan konsekuensinya.<br />
<br />
<b>7. Papa dan Mama Tidak Kompak</b><br />
<br />
Mendidik anak bukan hanya tanggung jawab para ibu atau bapak saja, tapi keduanya. Orang tua harus memiliki kata sepakat dalam mendidik anak-anaknya. Anak dapat dengan mudah menangkap rasa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan bagi dirinya. Misal, seorang Ibu melarang anaknya menonton TV dan memintanya untuk mengerjakan PR, namun pada saat yang bersamaan, si bapak membela si anak dengan dalih tidak mengapa nonton TV terus agar anak tidak stress.<br />
<br />
Jika hal ini terjadi, anak akan menilai ibunya jahat dan bapaknya baik, akibatnya setiap kali ibunya memberi perintah, ia akan mulai melawan dengan berlindung di balik pembelaan bapaknya. Demikian juga pada kasus sebaliknya. Oleh karena itu, orang tua harus kompak dalam mendidik anak. Di hadapan anak, jangan sampai berbeda pendapat untuk hal2 yang berhubungan langsung dengan persoalan mendidik anak. Pada saat salah satu dari kita sedang mendidik anak, maka pasangan kita harus mendukungnya. Contoh, ketika si Ibu mendidik anaknya untuk berlaku baik terhadap si Kakak, dan si Ayah mengatakan ,”Kakak juga sih yang mulai duluan buat gara2…”. Idealnya, si Ayah mendukung pernyataan, “Betul kata Mama, Dik. Kakak juga perlu kamu sayang dan hormati….”<br />
<br />
<b>8. Campur Tangan Kakek, Nenek, Tante, atau Pihak Lain</b><br />
<br />
Pada saat kita sebagai orang tua sudah berusaha untuk kompak dan sepaham satu sama lain dalam mendidik anak-anak kita, tiba-tiba ada pihak ke-3 yang muncul dan cenderung membela si anak. Pihak ke-3 yang dimaksud seperti kakek, nenek, om, tante, atau pihak lain di luar keluarga inti.<br />
<br />
Seperti pada kebiasaan ke-7 (Papa dan Mama tidak Kompak), dampak ke anak tetap negatif bila dalam satu rumah terdapat pihak di luar keluarga inti yang ikut mendidik pada saat keluarga inti mendidik; Anak akan cenderung berlindung di balik orang yang membelanya. Anak juga cenderung melawan orang tuanya.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Pastikan dan yakinkan kepada siapa pun yang tinggal di rumah kita untuk memiliki kesepakatan dalam mendidik dan tidak ikut campur pada saat proses pendidikan sedang dilakukan oleh kita sebagai orang tua si anak. Berikan pengertian sedemikian rupa dengan bahasa yang bisa diterima dengan baik oleh para pihak ke-3.<br />
<br />
<b>9. Menakuti Anak</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kebiasaan ini lazim dilakukan oleh para orang tua pada saat anak menangis dan berusaha untuk menenangkannya. Kita juga terbiasa mengancam anak untuk mengalihkan perhatiannya, “Awas ada Pak Satpam, ga boleh beli mainan itu!” Hasilnya memang anak sering kali berhenti merengek atau menangis, namun secara tidak sadar kita telah menanamkan rasa takut atau benci pada institusi atau pihak yang kita sebutkan.<br />
<br />
Sebaiknya, berkatalah jujur dan berikan pengertian pada anak seperti kita memberi pengertian kepada orang dewasa karena sesungguhnya anak-anak juga mampu berpikir dewasa. Jika anak tetap memaksa, katakanlah dengan penuh pengertian dan tataplah matanya, “Kamu boleh menangis, tapi Papa/Mama tetap tidak akan membelikan permen.” Biarkan anak kita yang memaksa tadi menangis hingga diam dengan sendirinya.<br />
<br />
<b>10. Ucapan dan Tindakan Tidak Sesuai</b><br />
<br />
Berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidk anak. Konsisten merupakan kesesuaian antara pernyataan dan tindakan. Anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji, dan ia sanga menghormati orang-orang yang menepati janji baik untuk beri hadiah atau janji untuk memberi sanksi. So, jangan pernah mengumbar janji ada anak dengan tujuan untuk merayunya, agar ia mengikuti permintaan kita seperti segera mandi, selalu belajar, tidak menonton televisi.<br />
<br />
Pikirlah terlebih dahulu sebelum berjanji apakah kita benar-benar bisa memenuhi janji tersebut. Jika ada janji yang tidak bisa terpenuhi, segeralah minta maaf, berikan alasan yang jujur dan minta dia untuk menentukan apa yang kita bisa lakukan bersama anak untuk mengganti janji itu.<br />
<br />
<b>11. Hadiah untuk Perilaku Buruk Anak</b><br />
<br />
Acapkali kita tidak konsisten dengan pernyataan yang pernah kita nyatakan. Bila hal ini terjadi, tanpa kita sadari kita telah mengajari anak untuk melawan kita. Contoh klasik dan sering terjadi adalah pada saat kita bersama anak di tempat umum, anak merengek meminta sesuatu dan rengekannya menjadi teriakan dan ada gerak perlawanan. Anak terus mencari akal agar keinginannya dikabulkan, bahkan seringkali membuat kita sebagai orang tua malu. Pada saat inilah kita seringkali luluh karena tidak sabar lagi dengan rengekan anak kita. Akhirnya kita mengiyakan keinginan si Anak. “Ya sudah, kamu ambil satu permennya. Satu saja ya!”<br />
<br />
Pernyataan tersebut adalah sebagai hadiah bagi perilaku buruk si Anak. Anak akan mempelajarinya dan menerapkannya pada kesempatan lain bahkan mungkin dengan cara yang lebih heboh lagi.<br />
<br />
Menghadapi kondisi seperti ini, tetaplah konsisten; tidak perlu malu atau takut dikatakan sebagai orang tua yang kikir atau tega. Orang yang berpikir demikian belum membaca buku tentang ini dan mengalami masalah yang sama dengan kita. Ingatlah selalu bahwa kita sedang mendidik anak, Sekali kita konsisten, anak tak akan pernah mencobanya lagi. Tetaplah KONSISTEN dan pantang menyerah! Apapun alasannya, jangang pernah memberi hadiah pada perilaku buruk si anak.<br />
<br />
<b>12. Merasa Bersalah Karena Tidak Bisa Memberikan yang Terbaik</b><br />
<br />
Kehidupan metropolitan telah memaksa sebagian besar orang tua banyak menghabiskan waktu di kantor dan di jalan raya daripada bersama anak. Terbatasnya waktu inilah yang menyebabkan banyak orang tua merasa bersalah atas situasi ini. Akibat dari perasaan bersalah ini, kita, para orang tua menyetujui perilaku buruk anaknya dengan ungkapan yang sering dilontarkan, “Biarlah, dia seperti ini mungkin karena saya juga yang jarang bertemu dengannya…”<br />
<br />
Semakin kita merasa bersalah terhadap keadaan, semakin banyak kita menyemai perilaku buruk anak kita. Semakin kita memaklumi perilaku buruk yang diperbuat anak, akan semakin sering ia melakukannya. Sebagian besar perilaku anak bermasalah yang pernah saya (penulis) hadapi banyak bersumber dari cara berpikir orang tuanya yang seperti ini.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Apa pun yang bisa kita berikan secara benar pada anak kita adalah hal yang terbaik. Kita tidak bisa membandingkan kondisi sosial ekonomi dan waktu kita dengan orang lain. Tiap keluarga memiliki masalah yang unik, tidak sama. Ada orang yang punya kelebihan pada aspek finansial tapi miskin waktu bertemu dengan anak, dan sebaliknya. Jangan pernah memaklumi hal yang tidak baik. Lakukanlah pendekatan kualitas jika kita hanya punya sedikit waktu; gunakan waktu yang minim itu untuk bisa berbagi rasa sepenuhnya antara sisa2 tenaga kita, memang tidak mudah. Tapi lakukanlah demi mereka dan keluarga kita, anak akan terbiasa.<br />
<br />
<b>13. Mudah menyerah dan pasrah</b></div>
<div class="p3">
<br /></div>
<div class="p1">
Setiap manusia memiliki watak yang berbeda-beda, ada yang lembut dan ada yang keras. Dominan flegmatis adalah ciri watak yang dimiliki oleh sebagian orang tua yang kurang tegas, mudah menyerah, selalu takut salah dan cenderung mengalah, pasrah. Konflik ini biasanya terjadi bila seorang yang flegmatis mempunyai anak yang berwatak keras.<br />
<br />
Dalam kondisi kita sebagai orang tua yang tidak tegas dan mudah menyerah, si anak justru keras dan lebih tegas. Akibatnya dalam banyak hal, si anak jauh lebih dominan dan mengatur orang tuanya. Akibat lebih lanjut, orang tua sulit mengendalikan perilaku anaknya dan cenderung pasrah. Saya [penulis] sering mendengar ucapan dari para orang tua yang Dominan Flegmatis, “Duh… anak saya itu memang keras betul… saya sudah nggak sanggup lagi mengaturnya.” Atau “Biar sajalah apa maunya, saya sudah nggak sanggup lagi mendidiknya.”.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Belajarlah dan berusahalah dengan keras untuk menjadi lebih tegas dalam mengambil keputusan, tingkatkan watak keteguhan hati dan pantang menyerah. Jiak perlu ambil orang orang yang kita anggap tegas untuk jadi penasihat harian kita.<br />
<br />
<b>14. Marah Yang Berlebihan</b><br />
<br />
Kita seringkali menyamakan antara mendidik dengan memarahi. Perlu untuk selalu diingat, memarahi adalah salah satu cara mendidik yang paling buruk. Pada saat memarahi anak, kita tidak sedang mendidik mereka, melainkan melampiaskan tumpukan kekesalan kita karena kita tidak bisa mengatasi masalah dengan baik. Marah juga seringkali hanya berupa upaya untuk melemparkan kesalahan pada pihak lain [dan biasanya yang lebih lemah, kalo ama yang lebih kuat ya takut].<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jangan pernah bicara pada saat marah! Jadi tahanlah dengan cara yang nyaman untuk kita lakukan seperti masuk kamar mandi atau pergi menghindar sehingga amarah mereda. Yang perlu dilakukan adalah bicara “tegas” bukan bicara “keras”. Bicara yang tegas adalah dengan nada yang datar, dengan serius dan menatap wajah serta matanya dalam dalam. Bicara tegas adalah bicara pada saat pikiran kita rasional, sedangkan bicara keras adalah pada saat pikiran kita dikuasai emosi.<br />
<br />
Satu contoh lagi yang kurang baik, pada saat marah biasanya kita emosi dan mengucapkan/melakukan hal-hal yang kelak kita sesali, setelah ini terjadi, biasanya kita akan menyesal dan berusaha memperbaikinya dengan memberikan dispensasi atau membolehkan hal hal yang sebelumnya kita larang. Bila hal ini berlangsung berulang kali, maka anak kita akan selalu berusaha memancing amarah kita, yang ujung ujungnya si anak menikmati hasilnya. Anak yang sering dimarahi cenderung tidak jadi lebih baik kok.<br />
<br />
<b>15. Gengsi untuk Menyapa</b></div>
<div class="p1">
<br />
Kita pasti pernah mengalami bahwa kita terlanjur marah besar pada anak, biasanya amarah terbawa lebih dari sehari, akibat dari rasa kesal yang masih tersisa dan rasa gengsi, kita enggan menyapa anak kita. Masing masing pihak menunggu untuk memulai kembali hubungan yang normal.<br />
<br />
Apa yang harus kita lakukan agar komunikasi mencair kembali? Siapa yang seharusnya memulai? Kita sebagai orangtua lah yang seharusnya memulai saat anak mulai menunjukkan tanda-tanda perdamaian dan mengikuti keinginan kita. Dengan cara ini kita dapat menunjukkan pada anak bahwa kita tidak suka pada sikap sang anak, bukan pada pribadinya.<br />
<br />
<b>16. Memaklumi yang tidak pada tempatnya</b></div>
<div class="p1">
<br />
Ini biasanya terjadi pada kebanyakan orang tua konservatif. Misalnya melihat anak laki laki yang suka usil, nakal banget dan suka ngacak, orang tuanya cenderung mengatakan, “Yah… anak cowo emang harus bandel” atau saat melihat kakak adik lagi jambak-jambakan, mamanya bilang “maklumlah… namanya juga anak-anak”. Atau bahkan ketika si anak memukul teman atau mbaknya, orang tua masih juga sempat berkelit dengan mengatakan “ya begitu deh, maklumlah, namanya juga anak-anak. Nggak sengaja…”<br />
<br />
Bila kita selalu memaklumi tindakan keliru yang dilakukan anak anak, otomatis si anak berpikir perilakunya sudah benar, dan akan jadi sangat buruk kalau terbawa sampai ke dewasa.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Kita tidak perlu memaklumi hal yang tidak perlu dimaklumi kok, kita harus mendidik setiap anak tanpa kecuali sesuai dengan sifat dasarnya. Setiap anak bisa dididik dengan tegas[ingat: bukan keras] sejak usia 2 tahun. Semakin dini usianya, semakin mudah untuk dikelola dan diajak kerja sama. Anak kita akan mau bekerja sama selama kita selalu mengajaknya dialog dari hati ke hati, tegas, dan konsisten. Ingat, tidak perlu menunggu hingga usianya beranjak dewasa, karena semakin bertambah usia, semakin tinggi tingkat kesulitan untuk mengubah perilaku buruknya.<br />
<br />
<b>17. Penggunaan istilah yang tidak jelas maksudny</b>a</div>
<div class="p1">
<br />
Seberapa sering kita sebagai orang tua mengungkapkan pernyataan seperti “Awas ya, kalau kamu mau diajak sama mama/papa, tidak boleh nakal!” atau, “awas ya, kalau nanti diajak sama mama/papa, jangan bikin malu mama”, bisa juga terungkap, “kalo mau jalan jalan ke taman bermain, jangan macam macam ya”.<br />
<br />
Nah, tanpa disadari kita seringkali menggunakan istilah istilah yang sulit dimengerti ataupun bermakna ganda. Istilah ini akan membingungkan anak kita. dalam benak mereka bertanya apa yang dimaksud dengan nakal, tingkah laku apa yang termasuk dalam kategori nakal, begitu pula dengan istilah “jangan macam macam”, perilaku apa yang termasuk kategori “macam macam”. Selain bingung, mereka juga akan menebak-nebak arti dari istilah istilah tersebut.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Bicaralah dengan jelas dan spesifik, misalnya “Sayang, kalau kamu mau ikut mama/papa, tidak boleh minta mainan, permen, dan tidak boleh berteriak teriak di kasir seperti kemarin ya”. Hal ini penting agar anak mengetahui batasan batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta jangan lupa menyepakati apa konsekuensinya bila kesepakatan ini dilanggar.<br />
<br />
<b>18. Mengharap perubahan instan</b></div>
<div class="p1">
<br />
Kita terbiasa hidup dalam budaya yang serba instant, seperti mie instant, susu instant, teh instant. Sehingga kita anak berbuat salah, kita sering ingin sebuah perubahan yang instant pula, misal ketika biasa terlambat bangun, nggak beresin tempat tidur, sulit dimandikan, kita ingin agar anak kita berubah total dalan jangka waktu sehari.<br />
<br />
Apabila kita sering memaksakan perubahan pada anak kita dalam waku singkat tanpa tahapan yang wajar, kemungkinan besar anak sulit memenuhinya. Dan ketika ia gagal dalam memenuhi keinginan kita, ia akan frustasi dan tidak yakin bisa melakukanannya lagi. Akibatnya ia memilih untuk melakukan perlawanan seperti banyak bikin alasan, acuh tak acuh, atau marah marah pada adiknya.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jika kita mengharapkan perubahan kebiasaaan pada anak, berikanlah waktu untuk tahapan tahapan perubahan yang rasional untuk bisa dicapainya. Hindari target perubahan yang tidak mungkin bisa dicapainya. Bila mungkin, ajaklah ia untuk melakukan perubahan dari hal yang paling mudah. Biarkanlah ia memilih hal yang paling mudah menurutnya untuk diubah. Keberhasilannya untuk melakukan perubahan tersebut memotivasi anak untuk melakukan perubahan lainnya yang lebih sulit. Puji dan jika perlu rayakan keberhasilan yang dicapainya, sekecil dan sesederhana apapun perubahan itu. Hal ini untuk menunjukkan betapa seriusnya perhatian kita terhadap usaha yang telah dilakukannya. Pusatkan perhatian dan pujian kita pada usahanya, bukan pada hasilnya.<br />
<br />
<b>19. Pendengar yang buruk</b></div>
<div class="p3">
<br /></div>
<div class="p1">
Sebagian besar orang tua adalah pendengar yang buruk bagi anak anaknya. Benarkah? Bila ada suatu masalah yang terjadi pada anak, orang tua lebih suka menyela, langsung menasehati tanpa mau bertanya permasalahannya serta asal usul kejadiannya.<br />
<br />
Sebagai contoh, anak kita baru saja pulang sekolah yang mestinya pulangnya siang, dia datang di sore hari. Kita tidak mendapat keterangan apapun darinya atas keterlambatan tersebut. Tentu saja kita kesal menunggu dan sekaligus khawatir. Lalu pada saat anak kita sampai dan masih lelah, kita langsung menyambutnya dengan serentetan pertanyaan dan omelan. Bahkan setiap kali anak hendak bicara, kita selalu memotongnya. Akibatnya ia malah tidak mau bicara dan marah pada kita.<br />
<br />
Bila kita tidak berusaha mendengarkan mereka, maka mereka pun akan bersikap seperti itu pada kita dan akan belajar mengabaikan kita.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jika kita tidak menghendaki hal ini terjadi, maka mulai saat ini jadilah pendengar yang baik. Perhatikan setiap ucapannya. Ajukan pertanyaan pertanyaan untuk menunjukkan ketertarikan kita akan persoalan yang dihadapinya.<br />
<br />
<b>20. Selalu menuruti permintaan anak.</b></div>
<div class="p1">
<br />
Apakah anak kita adalah anak semata wayang? Atau anak laki laki yang ditunggu-tunggu dari beberapa anak perempuan kakak-kakaknya? Atau mungkin anak yang sudah bertahun-tahun ditunggu=tunggu? Fenomena ini seringkali menjadikan orang tua teramat sayang pada anaknya sehingga ia menerapkan pola asuh open bar, atau mau apa aja boleh atau dituruti.<br />
<br />
Seperti Radja Ketjil, semakin hari tuntutannya semakin aneh dan kuat, jika ini sudah menjadi kebiasaan akan sulit sekali membendungnya. Anak yang dididik dengan cara ini akan menjadi anak yang super egois, tidak kenal toleransi, dan tidak bisa bersosialisasi.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Betapapun sayangnya kita pada anak, janganlah pernah memberlakukan pola asuh seperti ini. Rasa sayang tidak harus ditunjukkan dengan menuruti segala kemauannya. Jika kita benar sayang, maka kita harus mengajarinya tentang nilai baik dan buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang nggak. Jika tidak, rasa sayang kita akan membuat membuatnya jadi anak yang egois dan ‘semau gue’. Inilah yang dalam bahasa awam sering disebut anak manja.<br />
<br />
<b>21. Terlalu Banyak Larangan</b></div>
<div class="p1">
<br />
Ini adalah kebalikan dari kebiasaan di atas. Bila Kita termasuk orang tua yang berkombinasi Melankolis dan Koleris, kita mesti berhati2 karena biasanya kombinasi ini menghasilkan jenis orang tua yang “Perfectionist”. Orang tua jenis ini cenderung ingin menjadikan anak kita seperti apa yang kita inginkan secara SEMPURNA, kita cenderung membentuk anak kita sesuai dengan keinginan kita; anak kita harus begini tidak boleh begitu; dilarang melakukan ini dan itu.<br />
<br />
Pada saatnya anak tidak tahan lagi dengan cara kita. Ia pun akan melakukan perlawanan, baik dengan cara menyakiti diri (jika anak kita tipe sensitive) atau dengan perlawanan tersembunyi (jika anak kita tipe keras) atau dengan perang terbuka (jika anak kita tipe ekspresif keras). Oleh karena itu, kurangilah sifat perfeksionis kita, Berilah izin kepada anak untuk melakukan banyak hal yang baik dan positif. Berlatihlah untuk selalu berdialog agar kita bisa melihat dan memahami sudut pandang orang lain. Bangunlah situasi saling mempercayai antara anak dan kita. Kurangilah jumlah larangan yang berlebihan dengan meminta pertimbangan pada pasangan kita. Gunakan kesepakatan2 untuk memberikan batas yang lebih baik. Misal, kamu boleh keluar tapi jam 9 malam harus sudah tiba di rumah. Jika kemungkinan pulang terlambat, segera beri tahu Papa/Mama.<br />
<br />
<b>22. Terlalu Cepat Menyimpulkan</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Ini adalah gejala lanjutan jika kita sebagai orang tua yang mempunyai kebiasaan menjadi pendengar yang buruk. Kita cenderung memotong pembicaraan pada saat anak kita sedang memberi penjelasan, dan segera menentukan kesimpulan akhir yang biasanya cenderung memojokkan anak kita. Padahal kesimpulan kita belum tentu benar, dan bahan seandainya benar, cara seperti ini akan menyakitkan hati anak kita.<br />
<br />
Seperti contoh anak yang pulang terlambat. Pada saat anak kita pulang terlambat dan hendak menjelaskan penyebabnya, kita memotong pembicaraannya dengan ungkapan, “Sudah! Nggak pake banyak alesan.” Atau “Ah, Papa/Mama tahu, kamu pasti maen ke tempat itu lagi kan?!”.<br />
<br />
Jika kita emlakukan kebiasaan ini terus menerus, anak akan berpikir kita adalah orang tua ST 001 [alias Sok Tau Nomor Satu], yang tidak mau memahami keadaan dan menyebalkan. Lalu mereka tidak mau bercerita atau berbicara lagi, dan akibat selanjutnya sang anak akan benar benar melakukan hal hal yang kita tuduhkan padanya. Ia tidak mau mendengarkan nasehat kita lagi, dan pada tahapan terburuk, dia akan pergi pada saat kita sedang berbicara padanya. Pernahkah anda mengalami hal ini?<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jangan pernah memotong pembicaraan dan mengambil kesimpulan terlalu dini. Tak seorang pun yang suka bila pembicaraannya dipotong, apalagi ceritanya disimpulkan oleh orang lain.<br />
<br />
Dengarkan, dengarkan, dan dengarkan sambil memberikan tanggapan positif dan antusias. Ada saatnya kita akan diminta bicara, tentunya setelah anak kita selesai dengan ceritanya. Bila anak sudah membuka pertanyaan, “menurut Papa/Mama bagaimana?” artinya ia sudah siap untuk mendengarkan penuturan atau komentar kita.<br />
<br />
<b>23. Mengungkit kesalahan masa lalu</b></div>
<div class="p1">
<br />
Kebiasan menjadi pendengar yang buruk dan terlalu cepat menyimpulkan akan dilanjutkan dengan penutup yang tidak kalah menyakitkan hati anak kita, yakni dengan mengungkit ungkit catatan kesalahan yang pernah dibuat anak kita. Contohnya, “Tuh kan Papa/Mama bilang apa? Kamu tidak pernah mau dengerin sih, sekarang kejadian kan. Makanya dengerin kalau orang tua ngomong. Dasar kamu emang anak bodo sih.”<br />
<br />
Kiat berharap dengan mengungkit kejadian masa lalu, anak akan belajar dari masalah. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, ia akan sakit hati dan berusaha mengulangi kesalahannya sebagai tindakan balasan dari sakit hatinya.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jika kita tidak ingin anak berperilaku buruk lagi, jangan lah diungkit ungkit masa lalunya. Cukup dengan tatapan mata, jika perlu rangkullah ia. Ikutlah berempati sampai dia mengakui kesalahan dan kekeliruannya. Ucapkan pernyataan seperti “manusia itu tempatnya salah dan lupa, semoga ini menjadi pelajaran berharga buat kamu”, atau “Papa/mama bangga kamu bisa menemukan hikmah positif dari kejadian ini”. Jika ini yang kita lakukan, maka selanjutnya dia akan lebih mendengar nasehat kita. Coba dan buktikanlah!.<br />
<br />
<b>24. Suka Membandingkan</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Hal yang paling menyebalkan adalah saat kita dibandingkan dengan orang lain. Bila kita sedang berada di suatu acara dan bertemu dengan orang yang berpakaian hampir sama atau berwarna sama, kita merasa tidak nyaman untuk berdekatan. Apalagi jika dibanding-bandingkan [FTR, saya tidak merasa seperti ini lho!]<br />
<br />
Secara psikologis, kita sangat tidak suka bila keberadaan kita baik secara fisik atau sifat-sifat kita dibandingkan dengan orang lain. Coba ingat ingatlah pengalaman kita saat ada orang yang membandingkan kita, bagaimana perasaan kita saat itu?<br />
<br />
Tetapi anehnya, kebanyakan orang tua entah kenapa justru sering melakukan hal ini pada anaknya. Misal membandingkan anak yang malas dengan yang rajin. Anak yang rapi dengan yang gedabrus. Anak yang cekatan dengan anak yang lamban. Terutama juga anak yang mendapat nilai tinggi di sekolah dengan anak yang nilainya rendah. Ungkapan yang sering terdengar biasanya seperti, “Coba kamu mau rajin belajar kayak adikmu, maka pasti nilai kamu tidak seperti ini!”.<br />
<br />
Jika kita tetap melakukan kebiasaan ini, maka ada beberapa akibat yang langsung kita rasakan; anak kita makin tidak menyukai kita. anak yang dibandingkan akan iri dan dengki dengan si pembanding. Anak pembanding akan merasa arogan dan tinggi hati.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Tiap manusia terlahir dengan karakter dan sifat yang unik. Maka jangan sekali kali membandingkan satu dengan yang lainnya. Catatlah perubahan perilaku masing masing anak. Jika ingin membandingkan, bandingkanlah dengan perilaku mereka di masa lalu, ataupun dengan nilai nilai ideal yang ingin mereka capai. Misalnya, “Eh, biasanya anak papa/mama suka merapikan tempat tidur, kenapa hari ini nggak ya?”<br />
<br />
<b>25. Paling benar dan paling tahu segalanya</b></div>
<div class="p1">
<br />
Egosentris adalah masa alamiah yang terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Usia tersebut adalah masa ketika anak merasa paling benar dan memaksakan kehendaknya. Tapi entah mengapa ternyata sifat ini terbawa dan masih banyak dimiliki oleh para orang tua. Contoh ungkapan orang tua, “ah kamu ini anak bau kencur, tau apa kamu soal hidup.” Atau, “kamu tau nggak, kalo papa/mama ini sudah banyak makan asam garam kehidupan, jadi nggak pake kamu nasehatin papa/mama!”.<br />
<br />
Jika kita memiliki kebiasaan semacam ini, maka kita membuat proses komunikasi dengan anak mengalami jalan buntu. Meskipun maksud kita adalah untuk menunjukkan superioritas kita di depan anak, tapi yang ditangkap anak adalah semacam kesombongan yang luar biasa, dan tentu saja tak seorang pun mau mendengarkan nasehat orang yang sombong.<br />
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?<br />
Seringkali usia dijadikan acuan tentang banyaknya pengetahuan juga banyaknya pengalaman. Pada zaman dulu hal ini bisa jadi benar, namun untuk saat ini, kondisi itu tidak berlaku lagi. Siapa yang lebih banyak mendapatkan informasi dan mengikuti kegiatan kegiatan, maka dialah yang lebih banyak tahu dan berpengalaman.<br />
<br />
Jadi janganlah merasa menjadi orang yang paling tahu, paling hebat, paling alim. Dengarkanlah setiap masukan yang datang dari anak kita.<br />
<br />
<b>26. Saling melempar tanggung jawab</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Mendidik anak terutama menjadi tanggung jawab orang tua, yaitu ayah dan ibu. Bila kedua belah pihak merasa kurang bertanggung jawab, maka proses pendidikan anak akan terasa timpang dan jauh dari berhasil. Celakanya lagi, bila orang tua sudah mulai merasakan dampak perlawanan dari anak anaknya, yang sering terjadi malah saling menyalahkan satu sama lain.<br />
<br />
Pernyataan yang kerap muncul adalah, “kamu emang nggak becus ngedidik anak”, dan kemudian dibalas “enak aja lo ngomong begitu, nah kamu sendiri, selama ini kemana aja?!”. Jika cara ini yang dipertahankan di keluarga, akankah menyelesaikan masalah? Tunggu saja hasilnya, pasti orang tua lah yang akan menuai hasilnya, sang anak akan merasa perilaku buruknya adalah bukan karena kesalahannya, tapi karena ketidak becusan salah satu dari orang tuanya. Jelas anak kita akan merasa terbela dan semakin berperilaku buruk.<br />
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?<br />
Hentikan saling menyalahkan. Ambillah tanggung jawab kita selaku orang tua secara berimbang. keberhasilan pendidikan ada di tangan orang tua. Pendidikan adalah kerja sama tim, da bukan individu. Jangan pakai alasan tidak ada waktu, semua orang sama sama memiliki waktu 24 jam sehari, jadi aturlah waktu kita dengan berbagai macam cara dan kompaklah selalu dengan pasangan kita.<br />
<br />
Selalu lakukan introspeksi diri sebelum introspeksi orang lain.<br />
<br />
<b>27. Kakak harus selalu mengalah</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Di negeri ini terdapat kebiasaan bahwa anak yang lebih tua harus selalu mengalah pada saudaranya yang lebih muda. Tampaknya hal itu sudah menjadi budaya. Tapi sebenarnya, adakah dasar logikanya dan dimana prinsip keadilannya?<br />
<br />
Ada satu contoh nyata seperti berikut:<br />
<br />
Ada seorang kakak beradik, kakak bernama Dita dan adik bernama Rafiq. Neneknya selaku pengasuh utama selalu memarahi Dita ketika Rafiq menangis. Tanpa mengetahui duduk persoalan serta siapa yang salah dan benar, si Nenek selalu membela si adik dan melimpahkan kesalahan pada kakaknya. “Kamu ini gimana sih? Sudah besar kok tidak mau mengalah ama adiknya.” Begitulah ucapan yang keluar dari mulut si Nenek. Terkadang dibumbui dengan cubitan pada kakaknya.<br />
<br />
Apa yang terjadi selanjutnya? Dita menjadi anak yang tidak memiliki rasa percaya diri. Ia pun mulai membenci adiknya. Lama kelamaan Dita mulai banyak melawan atas ketidak adilan ini, dan yang terjadi kemudian adalah kedua bersaudara ini makin sering bertengkar. Sementara Rafiq yang selalu dibela-bela menjadi makin egois dan makin berani menyakiti kakaknya, selalu merasa benar dan memberontak. Sang nenek perlahan-lahan menobatkan Radja Ketjil yang lalim di tengah keluarga ini.<br />
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?<br />
Anak harus diajari untuk memahami nilai benar dan salah atas perbuatannya terlepas dari apakah dia lebih muda atau lebih tua. Nilai benar dan salah tidak mengenal konteks usia. Benar selalu benar dan salah selalu salah berapapun usia pelakunya.<br />
<br />
Berlakulah adil. Ketahuilah informasi secara lengkap sebelum mengambil keputusan. Jelaskan nilai benar dan salah pada masing-masing anak, buat aturan main yang jelas yang mudah dipahami oleh anak anak anda.<br />
<br />
<b>28. Menghukum secara fisik</b></div>
<div class="p1">
<br />
Dalam kondisi emosi, kita cenderung sensitif oleh perilaku anak, dimulai dengan suara keras, dan kemudian meningkat menjadi tindakan fisik yang menyakiti anak.<br />
<br />
Jika kita terbiasa dengan keadaan ini, kita telah mendidiknya menjadi anak yang kejam dan trengginas, suka menyakiti orang lain dan membangkang secara destruktif. Perhatikan jika mereka bergaul dengan teman sebayanya. Percaya atau tidak, anak akan meniru tindakan kita yang suka memukul. Anak yang suka memukul temannya pada umumnya adalah anak yang sering dipukuli di rumahnya.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jangan pernah sekalipun menggunakan hukuman fisik kepada anak, mencubit, memukul, atau menampar bahkan ada juga yang pakai alat seperti cambuk, sabuk, rotan, atau sabetan.<br />
<br />
Gunakanlah kata-kata dan dialog, dan jika cara dialog tidak berhasil maka cobalah evaluasi diri kita. Temukanlah jenis kebiasaan yang keliru yang selama ini telah kita lakukan dan menyebabkan anak kita berperilaku seperti ini.<br />
<br />
<b>29. Menunda atau membatalkan hukuman</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Kita semua tahu bahaya yang luar biasa dari merokok, mulai dari kanker, impotensi, sampai gangguan kehamilan dan janin. Tapi mengapa masih banyak yang tidak peduli dan tetap membandel untuk terus menjadi ahli hisap? Jelas karena akibat dari rokok itu terjadi kemudian dan bukan seketika itu juga.<br />
<br />
Begitu juga dengan anak kita. Jika anda menjanjikan sebuah konsekuensi hukuman atau sanksi bila anak berperilaku buruk, jangan menunggu waktu yang terlalu lama, menunda, atau bahkan membatalkan karena alasan lupa atau kasihan.<br />
<br />
Bila telah terjadi kesepakatan antara kita dan anak seperti tidak boleh minta minta dibelikan permen atau mainan dan ternyata anak mencoba-coba untuk merengek, kita ingatkan kembali pada kepadanya tentang kesepakatan yang kita buat bersama. Anak biasanya akan berhenti merengek. Namun sayangnya ketika anak berhenti merengek , kita menganggap masalah susah selesai dan akhirnya kita menunda atau bahkan membatalkan hukuman entah karena lupa atau kasihan. Apa akibatnya? Anak akan mempunya anggapan bahwa kita hanya omong doang, maka mereka akan mempunyai tendensi untuk melanggar kesepakatan karena hukuman tidak dilaksanakan.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Jila kita sudah mempunyai kesepakatan dan anak melanggarnya, maka sanksi harus dilaksanakan, jika kita kasihan, kita bisa mengurangi sanksinya, dan usahakan hukumannya jangan bersifat fisik, tapi seperti pengurangan bobot kesukaan mereka seperti jam bermain, menonton tv, ataupun bermain video game.<br />
<br />
<b>30. Terpancing Emosi</b></div>
<div class="p1">
<br />
Jika ada keinginannya yang tidak terpenuhi, anak sering kali rewel atau merengek, menangis, berguling dsb, dengan tujuan memancing emosi kita yang pada akhirnya kita marah atau malah mengalah. Jika kita terpancing oleh emosi anak, anak akan merasa menang, dan merasa bisa mengendalikan orang tuanya. Anak akan terus berusaha mengulanginya pada kesempatan lain dengan pancingan emosi yang lebih besar lagi.<br />
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?</div>
<div class="p1">
<br />
Yang terbaik adalah diam, tidak bicara, dan tidak menanggapi. Jangan pedulikan ulah anak kita. Bila anak menangis katakan padanya bahwa tangisannya tidak akan mengubah keputusan kita. Bila anak tidak menangis tapi tetap berulah, kita katakan saja bahwa kita akan mempertimbangkan keputusan kita dengan catatan si anak tidak berulah lagi. Setelah pernyataan itu kita keluarkan, lakukan aksi diam. Cukup tatap dengan mata pada anak kita yang berulah, hingga ia berhenti berulah, Bila proses ini membutuhkan waktu lebih dari 30 menit tabahlah untuk melakukannya. Dalam proses ini kita jangan malu pada orang yang memperhatikan kita; dan jangan pula ada orang lain yang berusaha menolong anak kita yang sedang berulah tadi… SEKALI KITA BERHASIL MEMBUAT ANAK KITA MENGALAH, MAKA SELANJUTNYA DIA TIDAK AKAN MENGULANGI UNTUK YANG KEDUA KALINYA.<br />
<br />
<b>31. Menghukum Anak Saat Kita Marah</b></div>
<div class="p2">
<br /></div>
<div class="p1">
Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika emosi kita sedang memuncak. Pada saat emosi kita sedang tinggi, apa pun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata2 maupun hukuman akan cenderung menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak lebih baik. Kejadin tersebut akan membekas meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orang tuanya karena sering mendapatkan perlakuan di luar batas.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
<br />
Bila kita sedang sangat marah segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera.<br />
Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat-beratnya pada anak kita, dan hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita, sementara tujuan pemberian sanksi adalah untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Setelah emosi reda, barulah kita memberikan hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuat. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya, seperti mengurangi waktu main game, atau bermain sepeda.<br />
<br />
<br />
<b>32. Mengejek</b></div>
<div class="p1">
<br />
Orang tua yang biasa menggoda anaknya, seringkali secara tidak sadar telah membuat anak menjadi kesal. Dan ketika anak memohon kepada kita untuk tidak menggodanya, kita malah semakin senang telah berhasil membuatnya kesal atau malu. Hal ini akan membangun ketidak-sukaan anak pada kita dan yang sering terjadi anak tidak menghargai kita lagi. Mengapa? Karena ia menganggap kita juga seperti teman-temannya yang suka menggodanya,<br />
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?<br />
Jika ingin bercanda dengan anak kita, pilihlan materi bercanda yang tidak membuatnya malu atau yang merendahkan dirinya. Akan jauh lebih baik jika seolah-olah kitalah yang jadi badut untuk ditertawakan. Anak kita tetap akan menghormati kita sesudah acara canda selesai. Jagalah batas2 dan hindari bercanda yang bisa membuat anak kesal apalagi malu. Bagimana caranya? Lihat ekspresi anak kita. Apakah kesal dan meminta kita segera menghentikannya? Bila ya, segeralah hentikan dan jika perlu, meminta maaflah atas kejadian yang baru terjadi. Katakan bahwa kita tidak bermaksud merendahkannya dan kita berjanji tidak akan mengulanginya lagi.<br />
<br />
<b>33. Menyindir</b></div>
<div class="p1">
<br />
Terkadang karena saking marahnya orang tua sering mengungkapkannya dengan kata2 singkat yang pedas dengan maksud menyindir, seperti, “Tumben hari gini sudah pulang”, atau “Sering2 aja pulang malem!” atau ”Memang kamu pikir Mama/Papa ini satpam yang jaga pintu tiap malam?”.<br />
<br />
Kebiasaan ini tidak akan membuat anak kita menyadari akan perilaku buruknya tapi malah sebaliknya akan membuat ia semakin menjadi-jadi dan menjaga jarak dengan kita. Kita telah menyakiti hatinya dan membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan kita.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya kita lakukan?<br />
Katakanlah secara langsung apa yang kita inginkan dengan kalimat yang tidak menyinggung perasaan, memojokkan bahkan menyakiti hatinya. Katakan saja, “Sayang, Papa/Mama khawatir akan keselamatan kamu lho kalo kamu pulang terlalu malam”. Dan sejenisnya.<br />
<br />
<b>34. Memberi julukan yang buruk</b></div>
<div class="p1">
<br />
Kebiasaan memberikan julukan yang buruk pada anak bisa mengakibatkan rasa rendah diri, tidak percaya diri/minder, kebencian juga perlawanan. Adakalanya anak ingin membuktikan kehebatan julukan atau gelar tersebut pada orang tuanya.<br />
<br />
Solusinya<br />
Mengganti julukan buruk dengan yang baik, seperti, anak baik, anak hebat, anak bijaksana. Jika tidak bisa menemukannya cukup dengan panggil dengan nama kesukaannya saja.<br />
<br />
<b>35. Mengumpan Anak yang Rewel</b></div>
<div class="p1">
<br />
Pada saat anak marah, merengek atau menangis, meminta sesuatu dengan memaksa, kita biasanya mengalihkan perhatiannya kepada hal atau barang lain. Hal ini dimaksudkan supaya anak tidak merengek lagi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, rengekan anak semakin menjadi-jadi. Contohnya, anak menangis karena ia minta dibelikan mainan, Kemudian kita berusaha membuatnya diam dengan berusaha mengalihkan perhatiannya seperti, ” Tuh lihat tuh ada kakak pake baju warna apa tuh…”atau” Lihat ini lihat, gambar apa ya lucu banget?”<br />
<br />
Ingatlah selalu, pada saat anak kita sedang fokus pada apa yang diinginkannya, ia akan memancing emosi kita dan emosinya sendiri akan menjadi sensitif. Anak kita pada umumnya adalah anak yang cerdas. ia tidak ingin dialihkan ke hal lain jika masalah ini belum ada kata sepakat penyelesaiannya. Semakin kita berusaha mengalihkan ke hal lain, semakin marah lah anak kita.<br />
<br />
Apa yang sebaiknya dilakukan?</div>
<div class="p1">
<br />
Selesaikan apa yang diinginkan oleh anak kita dengan membicarakannya dan membuat kesepakatan di tempat, jika kita belum sempat membuat kesepakatan di rumah. Katakan secara langsung apa yang kita inginkan terhadap permintaan anak tesebut, seperti “Papa/Mama belum bisa membelikan mainan itu saat ini. Jika kamu mau harus menabung lebih dahulu. Nanti Papa/Mama ajari cara menabung. Bila kamu terus merengek, kita tidak jadi jalan-jalan dan langsung pulang.” Jika kalimat ini yang kita katakan dan anak kita tetap merengek, segeralah kita pulang meski urusan belanja belum selesai, Untuk urusan belanja kita masih bisa menundanya. Tapi jangan sekali-kali menunda dalam mendidik anak.<br />
<br />
<b>36. Televisi sebagai agen Pendidikan Anak</b></div>
<div class="p1">
<br />
Perilaku anak terbentuk karena 4 hal:</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>1.<span class="Apple-tab-span"> </span>Berdasar kepada siapa yang lebih dulu mengajarkan kepadanya: kita atau TV?</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>2.<span class="Apple-tab-span"> </span>Oleh siapa yang dia percaya: apakah anak percaya pada kata-kata kita atau ketepatan waktu program-program TV?</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>3.<span class="Apple-tab-span"> </span>Oleh siapa yang menyampaikannya lebih menyenangkan: apakah kita menasehatinya dengan cara menyenangkan atau program-program TV yang lebih menyenangkan?</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>4.<span class="Apple-tab-span"> </span>Oleh siapa yang sering menemaninya: kita atau TV?</div>
<div class="p1">
<br />
Apa yang seharusnya kita lakukan?</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>1.<span class="Apple-tab-span"> </span>Bangun komunikasi dan kedekatan dengan mengevaluasi 4 hal tersebut yang menjadi faktor pembentuk perilaku anak kita.</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>2.<span class="Apple-tab-span"> </span>Menggantinya dengan kegiatan di rumah atau di luar rumah yang padat bagi anak2nya.</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>3.<span class="Apple-tab-span"> </span>Gantilah program TV dengan film2 pengetahuan yang lebih mendidik dan menantang mulai dari kartun hingga CD dalam bentuk permainan edukatif.</div>
<div class="p1">
<br />
<b>37. Mengajari Anak untuk Membalas</b></div>
<div class="p1">
<br />
Sebagian anak ada yang memiliki kecenderungan suka memukul dan sebagian lagi menjadi objek penderita dengan lebih banyak menerima pukulan dari rekan sebayanya. Sebagian orang tua biasanya tidak sabar melihat anak kita disakiti dan memprovokasi anak kita unutuk membalasnya. Hal ini secara tidak langsung mengajari anak balas dendam. Sebab pada saat itu emosi anak sedang sensitif dan apa yang kita ajarkan saat itu akan membekas. Jangan kaget bila anak kita sering membalas atau membalikkan apa yang kita sampaikan kepadanya.<br />
</div>
<div class="p1">
Apa yang sebaiknya kita lakukan?:</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>1.<span class="Apple-tab-span"> </span>Mengajarkan anak untuk menghindari teman-teman yang suka menyakiti.</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>2.<span class="Apple-tab-span"> </span>Menyampaikan pada orang tua yang bersangkutan bahwa anak kita sering mendapat perlakuan buruk dari anaknya.</div>
<div class="p1">
<span class="Apple-tab-span"> </span>3.<span class="Apple-tab-span"> </span>Ajaklah orang tua anak yang suka memukul untuk mengikuti program parenting baik di radio atau media lainnya.</div>
<br />
<div class="p4">
(Zaid A)</div>
</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-71764405551140839402014-04-16T13:15:00.000+07:002014-04-16T13:15:09.751+07:00Layang-layang dan Benangnya<div class="p1">
<span class="s1">Suatu hari di sore yang cerah, tampak beberapa anak bermain layang-layang...</span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Salah satu layang-layang berkata... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Aku kesal.. Aku ingin terbang setinggi-tingginya tanpa ada yang menahan... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Kenapa aku harus diikat dengan benang? </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Aku jadi tak bisa terbang dengan bebas..." </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Anginpun lalu bertiup kencang. "Nah, anginnya kencang" lanjut si layang-layang... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Aku akan mendekati layang-layang yang lain, supaya benangku putus... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Aku akan bisa terbang tinggi, bebas lepas!" </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Maka dengan dorongan angin, si layang-layang mendekati layangan lain dan membiarkan benangnya bergesekan dengan benang lain... Sesaat kemudian, benangnya pun putus!!. </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Sekarang aku bisa terbang semauku, naik tinggi sesukaku..."</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Tapi sejurus kemudian.. "Kkkrosaakkk!" Layang-layang itupun jatuh dan tersangkut di atas pohon... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Lhoo...... Aku tersangkut!! Kenapa ini? Bukannya terbang tinggi, malah aku tersangkut di pepohonan ?" kata si layang-layang dengan sedih...</span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Sekarang aku tahu" lanjut si layang-layang... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">"Justru karena aku terikat benang, makanya aku bisa tetap melayang di udara...</span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Ternyata benang itu yang membuat aku tetap bisa terbang". </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">---</span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Hati manusia sama seperti layang-layang tadi... </span></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Pada dasarnya manusia ingin hidup bebas sesuka hati tanpa peduli nasihat dan didikan... Sering kita pikir nasihat dan didikan adalah sesuatu yg mengekang... </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Padahal kedua hal itu sebenarnya sama seperti benang pada layangan:</span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Itulah yang membuat kita tetap terbang dan berhasil... </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Saat hati kita akan membuat pilihan yang salah, benang (nasihat dan didikan) menarik kita untuk tetap ada di jalan yang benar... </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<div class="p1">
<span class="s1">Saat hati kita mulai sombong karena ada di puncak keberhasilan, benang (nasihat dan didikan) menarik kita kembali untuk rendah hati... </span></div>
<div class="p2">
<span class="s1"></span><br /></div>
<br />
<div class="p1">
<span class="s1">Biarlah hati kita selalu terbuka untuk nasihat dan didikan, sehingga kita dapat tetap terbang melayang...</span></div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-16720720634145881012014-04-14T20:09:00.001+07:002014-04-14T20:09:41.261+07:00☆ TANGGUNG JAWAB ANDA SENDIRI ☆<p dir="ltr">Pernahkah anda dimaki-maki oleh orang dengan menggunakan bahasa yang tidak anda mengerti?</p>
<p dir="ltr">Anda tahu bahwa anda sedang dimarahi tetapi tidak merasa sakit hati, hanya bingung.</p>
<p dir="ltr">Kemudian anda akan bertanya kepada orang lain, minta bantuan menterjemahkan, tentang apa yang dikatakan orang yang marah kepada anda.</p>
<p dir="ltr">Begitu tahu, saat itulah anda akan merasa ‘punya hak’ untuk sakit hati.</p>
<p dir="ltr">Ketika anda sedang berusaha mencari tahu, ada teman yang memberi saran agar anda menghentikan mencari tahu tentang arti ucapan orang yg marah tadi, toh anda sudah tahu kalau dimarahi.</p>
<p dir="ltr">Tetapi anda tidak menggubris saran itu, dan tetap berusaha mencari tahu.</p>
<p dir="ltr">Saat anda sukses tahu, anda juga ‘punya peluang’ untuk sakit hati.</p>
<p dir="ltr">Jadi sebenarnya anda punya tiga pilihan pada kondisi itu:</p>
<p dir="ltr">~ Pertama anda memilih untuk tidak peduli dengan apapun yang disampaikan oleh orang marah tersebut sehingga tidak merasakan apapun.</p>
<p dir="ltr">~ Kedua anda memilih untuk tahu apa yang ia sampaikan tapi tidak memasukkannya ke dalam hati.</p>
<p dir="ltr">~ Ketiga anda memilih untuk tahu apa yang ia sampaikan dan ‘memilih’ sakit hati.</p>
<p dir="ltr">Nah sobat,<br>
SAKIT HATI atau BAHAGIA adalah TANGGUNGJAWAB anda SENDIRI.</p>
<p dir="ltr">Kita sendiri yang bisa memutuskan untuk BAHAGIA atau TIDAK. Orang lain tidak bertanggung jawab dan tidak punya kendali terhadap KEBAHAGIAAN kita.</p>
<p dir="ltr">Siapapun orangnya tidak akan bisa MENYAKITI HATI anda bila anda TIDAK MENGIJINKANNYA.</p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-6919046389387933552014-02-10T13:00:00.004+07:002014-02-10T13:00:47.262+07:00Something you might have not known that Need to be known! 🐜 Ants Problem:<br /> Ants hate Cucumbers. <br /> "KEEP the skin of Cucumbers near the Place where they are or at Ant Hole. <br /><br /> To Get Pure & Clean <br /> Ice :<br /> "Boil Water first before placing in the Freezer" <br /><br /> To make the Mirror <br /> Shine:<br /> "Clean with Sprite"<br /><br /> To remove Chewing Gum from Clothes:<br /> "Keep the Cloth in the Freezer for One Hour"<br /><br />💭 To Whiten White Clothes:<br /> "Soak White Clothes in hot water with a Slice of Lemon for 10 Minutes" <br /><br /> To give a Shine to your Hair: <br /> "Add one Teaspoon of Vinegar to Hair, <br /> then wash Hair"<br /><br /> 🍋 To get maximum Juice out of Lemons:<br /> "Soak Lemons in Hot Water for One Hour, and then juice them" <br /><br /> To avoid smell of Cabbage while cooking: <br /> "Keep a piece of Bread on the Cabbage in the Vessel while cooking"<br /><br /> To avoid Tears while cutting Onions 🍑:<br /> "Chew Gum"<br /><br /> To boil Potatoes quickly: <br /> "Skin one Potato from one side only before boiling"<br /><br /> To remove Ink from Clothes:<br /> "Put Toothpaste 🍥 on the Ink Spots generously and let it dry completely, then wash"<br /><br /> 🍠 To skin Sweet Potatoes quickly : <br /> "Soak in Cold Water immediately after boiling"<br /><br />🐀 To get rid of Mice or Rats: <br /> "Sprinkle Black Pepper in places where you find Mice & Rats. They will run away"<br /><br /> Take Water Before Bedtime..<br /> "About 90% of Heart Attacks occur Early in the Morning & it can be reduced if one takes a Glass or two of Water before going to bed at Night"<br /><br /> We Know Water is important but never knew about the Special Times one has to drink it.. !!<br /><br /> Did you ??? <br /><br /> Drinking Water at the Right Time ⏰ Maximizes its effectiveness on the Human Body;<br /><br /> 1 Glass of Water after waking up -<br /> ⛅ helps to activate internal organs..<br /><br /> 1 Glass of Water 30 Minutes 🕧 before a Meal - <br /> helps digestion..<br /><br /> 1 Glass of Water before taking a Bath 🚿 -<br />
helps lower your blood pressure.<br /><br /> 1 Glass of Water before going to Bed -<br />
avoids Stroke or Heart Attack.<br />
<br />
Cheers!Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-39957146560350483882013-12-16T07:30:00.001+07:002013-12-16T07:30:26.685+07:00Teruslah berbuat dan berkata baik<p dir="ltr">Manusia hanyalah pengendara di atas punggung usianya.</p>
<p dir="ltr">Digulung hari demi hari, bulan, dan tahun tanpa terasa.</p>
<p dir="ltr">Nafas kita terus berjalan seiring jalannya Waktu, setia menuntun kita ke pintu kematian..</p>
<p dir="ltr">Sebenarnya dunialah yang makin kita jauhi dan liang kuburlah yang makin kita dekati.</p>
<p dir="ltr">Satu hari berlalu, berarti satu hari pula berkurang umur kita.</p>
<p dir="ltr">Umur kita yang tersisa di hari ini sungguh tak ternilai harganya, sebab esok hari belum tentu jadi bagian dari diri kita.</p>
<p dir="ltr">Karena itu,<br>
jika hari berlalu tapi tiada Kebaikan dan Kebajikan yang kita lakukan maka akan keringlah batin kita.</p>
<p dir="ltr">Jangan tertipu dengan usia muda, karena syarat untuk mati tidaklah harus tua.</p>
<p dir="ltr">Jangan terperdaya dengan badan sehat, karena syarat untuk mati tidak pula harus sakit.</p>
<p dir="ltr">Teruslah berbuat baik... berkata baik...!</p>
<p dir="ltr">Kritisi semua yang tidak baik.</p>
<p dir="ltr">Walau tak banyak orang yang mengenalimu, tapi kebaikan dan kebajikan yang kita lakukanlah yang akan menuntun kita pada kebahagiaan, dan akan dikenang oleh mereka yang kita tinggalkan...<br>
</p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-85867225498512597032013-11-03T16:49:00.001+07:002013-11-03T16:49:54.563+07:00Bersyukurlah<p dir=ltr>Bersyukurlah apabila kamu tidak tahu sesuatu ...<br>
Karena itu memberimu kesempatan untuk belajar ...</p>
<p dir=ltr>Bersyukurlah untuk masa-masa sulit ...<br>
Di masa itulah kamu tumbuh ...</p>
<p dir=ltr>Bersyukurlah untuk keterbatasanmu ...<br>
Karena itu memberimu kesempatan untuk berkembang ...</p>
<p dir=ltr>Bersyukurlah untuk setiap tantangan baru ...<br>
Karena itu akan membangun kekuatan dan karaktermu ...</p>
<p dir=ltr>Bersyukurlah untuk kesalahan yang kamu buat ...<br>
Itu akan mengajarkan pelajaran yang berharga ...</p>
<p dir=ltr>Bersyukurlah bila kamu lelah dan letih ...<br>
Karena itu kamu telah membuat suatu perbedaan ...</p>
<p dir=ltr>Mungkin mudah bagi kita bersyukur akan hal-hal yang baik ...<br>
Hidup yang berkelimpahan datang pada mereka yang juga bersyukur akan masa surut ...</p>
<p dir=ltr>Rasa syukur dapat mengubah hal yang negatif menjadi positif ...<br>
Melihat lah ke atas untuk urusan akhirat mu dan melihatlah ke bawah untuk urusan dunia mu maka hidup akan tenteram. <br>
Temukan cara bersyukur atas masalah-masalahmu dan semua itu akan menjadi berkah.</p>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-13396927.post-9827212432348024532013-09-14T22:52:00.000+07:002013-09-14T22:58:44.083+07:00Kata kata Bijak<div style="text-align: justify;">
Dikutip dari pendiri Tsu Chi :<br />
<br />
•Hidup ini singkat, jangan digunakan untuk debat, lebih baik jaga martabat agar hidup menjadi berkat.<br />
<br />
•Ucapkan kata-kata semangat, agar sepanjang hari bisa menarik rejeki dan relasi.<br />
<br />
•Setiap orang punya sisi baik dan buruk, bicaralah kebaikannnya jika di depan umum, tapi ingatkan keburukannya di ruang privat.<br />
<br />
•Marah adalah racun mental, jika diumbar akan membuat hidup pelakunya terpental.<br />
<br />
•Jangan biasakan dusta, karena ia akan membawa sejuta derita di belakangnya.<br />
<br />
•Jangan pikirkan lagi ucapan negatif orang lain, buanglah ke tong sampah agar pikiran menjadi bersih.<br />
<br />
•Orang yang suka bicara kasar, hidupnya akan nyasar ke belukar yang bersuasana sukar.<br />
<br />
•Berbicara sopan bisa dilatih, mulailah berbicara hal-hal yang etis, positif dan bermanfaat.<br />
<br />
•Orang pintar seharusnya menggunakan kepintarannya untuk berbagi bukan mengakali.<br />
<br />
•Kata-kata yang menyakitkan tidak mudah dilupakan pendengarnya, karena merasuk ke hati bukan ke telinga saja.<br />
<br />
•Kalau bicara jangan keras-keras, selain tak sopan, anda jadi terkesan tidak berkelas.<br />
<br />
•Kala ibadah, pejamkan mata dan lihatlah ke dalam, apa yang masih perlu dibersihkan agar ucapan dan tindakan tidak lagi menyakitkan.<br />
<br />
•Orang baik tidak akan mematahkan semangat, ia bahkan akan jadi berkah untuk bangkit dan berjaya.<br />
<br />
•Ketika berdiskusi, jangan paksakan opini, bukankah tiap orang mau dihargai?<br />
<br />
•Ucapan yang terlanjur meluncur sulit ditarik mundur, karena itu hati-hatilah ketika bertutur...</div>
Loopeenhttp://www.blogger.com/profile/16611421024475038695noreply@blogger.com