Search This Blog

Thursday, June 13, 2019

Adab Membawa Anak Bertamu

Pada suatu hari, karena macet, kami memutar balik perjalanan, kami arahkan mobil ke sebuah perumahan untuk numpang muter aja, lalu tanpa sengaja, ternyata kami melewati rumah seorang teman lama suami. Dan dia meminta kami mampir.

Kami serombongan dengan 4 anak. Menuju ruang tamunya yang mungil dan bersih.
Singkat cerita, di sana, juga ada tamu yang baru datang. sebuah keluarga -ayah, ibu dan 1 anak 7 tahunan-. Si anak langsung membuka toples kue nastar, membawa toples ke pangkuannya, dan lalu asyik makan. Kita panggil saja si anak "Boy" yaa. Badannya bongsor.

Nastar itu terlihat "mahal". Bentuknya seperti buah jambu. Cantik banget.
hampir setengah toples berpindah ke perut Boy. Sang Ayah sibuk mengobrol dengan tuan rumah, sang ibu sibuk dengan HP. Aku mengajak anak-anak ke teras luar yang adem, aku takut menjadi 'tertuduh' terlibat menghabiskan 1 toples kue mahal ðŸ˜²

Nyonya rumah, santun berkata "namanya siapa Sayang? toplesnya taro sini aja yaa...biar nggak jatuh", nyonya berusaha 'meminta' toples kaca itu agar dikembalikan ke meja. Menurutku ini 'kode' kalo dia keberatan dengan adab si Boy. Boy menolak. Tangannya tetap mengeruk kue yang udah abis nyaris separo. Mereka juga gak akrab kayaknya, buktinya nyonya rumah aja gak tau nama si anak.

"Dibagi dong teman-temannya, itu belum kebagian," kata si nyonya lagi menunjuk ke anak-anakku. "Nggak mau!" Jawab Boy,

Lama kemudian.

"Mau coba ini?" Nyonya rumah membuka toples astor. Sepertinya berusaha menawarkan alternatif agar gak hanya nastar jambu yang dimakan si Boy.

"Nggak mau," jawab si Boy lagi, berteriak.

"Boy suka banget sama nastar yaa," tutur nyonya rumah, suaranya tenang.

"Oiya... bisa abis setoples dia," sahut sang ayah. Si ibu mendongak sedikit dari HP. "Dia sukanya nastar sama sagu keju, bisa setoples sekali duduk abis, tapi kalo kastengel, sebiji pun dia lepeh, gak suka," kata si ibu tersenyum, lalu kembali ke HP.

Entah mengapa...aku menjadi gak nyaman. Pertama, aku liat di meja ini hanya ada 4 toples kue yang terlihat baru saja dibuka. Dan kalo 1 tamu menghabiskan 1 toples kue, gimana tamu-tamu berikutnya?

Dia nggak mengadakan open house besar-besaran. Bisa jadi stok kuenya juga gak banyak. Kehidupan mereka 'terlihat' juga gak berlebihan.

Selain itu, tau kan ya semahal apa harga kue kering lebaran? Setoples itu bisa jadi 90ribuan. Belum tentu masih ada stok di belakang.

Aku beberapa kali menangkap mata nyonya rumah gelisah melirik ke si Boy. Dia berusaha ramah maksimal dengan membukakan astor, kripik pisang coklat dan kerupuk udang. Tapi Boy gak peduli, pun ayah ibunya, nastar itu sekarang bersisa sepertiga ðŸ˜ŒðŸ˜ŒðŸ˜²ðŸ˜². Aku gak tau lanjutannya. Karena kami pamit duluan.

Menurutku, sangat penting mengajarkan adab bertamu pada anak-anak. Apa yang boleh dan tak boleh.
Di rumah sendiri, anak-anak boleh saja memakan apa saja sampai abis, Tapi kalo di rumah orang gak boleh begitu.
Tamu orang rumah, gak hanya kita saja. Ini penting dikasih tau ke anak-anak, agar mereka gak egois.

Harga kue itu mahal. Gak semua orang bisa bikin kue. Banyak yang beli. Kalo diitung sebutir nastar itu harganya bisa 3ribu. Jadi bisa ajarkan anak-anak kalo makan kue di rumah orang, gak boleh banyak. Maksimal 2 atau 3 butir saja per jenis kue. Kalo bisa pun hanya makan maksimal 2 jenis kue saja.

Nah, kadang anak gak patuh, jadi 'rakus' saat di rumah orang, bisa jadi karena mereka memang lapar. Jadi penting banget memastikan perut anak udah terisi saat mau bertamu ke rumah orang, antisipasi kemacetan dengan bawa cemilan. Jadi sampai di rumah orang, anak tidak dalam kondisi lapar. anak-anak lebih gampang 'ditaklukkan' saat mereka tidak lapar. Percayalah!

Saat ke rumah nenek atau Bu De atau tante, atau saudara yang bener-bener deket dan akrab, di mana kedatangan kita memang sangat mereka nantikan dan mereka memang udah prepare banget menyambut kita, tentu boleh agak lentur. Misal saat kami ke rumah kakak kandungku. Memang hanya kami saudara kandung mereka di kota ini. Jadi bolehlah agak santai, makan ketupat nambah, pake rendang, opor, telur, kue-kue, dll.

Tapi kalo bertamu ke rumah orang, jelas harus ada ADAB yang dikenalkan ke anak. Kalo anak belum mau mengerti, maka jadilah orangtua yang tau diri.

Misal, bertamu jangan kelamaan, ajak anak ngobrol, liat udara luar, atau berinteraksi dengan tamu lain. Anak-anak kan gampang akrab sama teman baru, jadi ajak main sama teman baru sehingga si anak nggak melulu fokus ke menghabiskan kue tuan rumah. Saat bertamu pun, cobalah paksakan diri untuk TIDAK MELIHAT HP. fokuslah pada hidup yang nyata, jangan malah mengurus yang maya tapi mengabaikan yang nyata.

Begitu pun saat anak ke toilet, kalo masih kecil, walaupun anak udah biasa ke toilet sendiri di rumah, saat di rumah orang, tetap temenin.

Toilet kan beda-beda. Aku pernah nemuin anak yang nggak menyiram abis pake toilet, sementara ibunya main HP.
Aku suruh siram, "nggak ada gayung," jawab si anak.

Kemungkinan di rumah dia biasa pake toilet jongkok dengan siram manual. Jadi saat menemukan toilet duduk dengan pencetan siraman, dia nggak ngerti. Jadilah dia meninggalkan toilet dengan kondisi kotor.

Memang yaa...saat bertamu ke rumah orang membawa anak-anak, kita harus selalu 'menimbang rasa' ke tuan rumah. Jangan terlalu berharap bisa ngobrol-ngobrol seru tanpa batas, sementara anak-anak juga bebas lepas. Jangan!

Tetap waspada. Pasang mata telinga mengawasi anak-anak kita.

Jangan sampai menimbulkan ketidaknyamanan pada tuan rumah.

Kalo ada tuan/nyonya rumah yang memberikan kode agar beralih ke kue lain, jangan dibilang pelit. Cobalah memahami posisi mereka.

Tamu mereka bisa jadi banyak yang mau datang setelah kita...

Stok kue dan makanan mereka mungkin gak banyak..

Kondisi keuangan mereka mungkin sedang tak bagus untuk membuat/membeli kue dalam jumlah banyak..

Mereka bisa jadi sedang menunggu tamu yang istimewa di hati mereka, misal kakak/adik kandung dan mereka juga ingin kue-kue enak ini dicicipi oleh orang kesayangan mereka..

Intinya... adab! Adab! Adab!

Kalau anak belum mengerti, kita orangtua kan udah tua, kita yang harus mengerti. Jangan membiarkan anak sesuka dia dengan kalimat "namanya juga anak-anak" . Kemudahan dengan menelantarkan adab, bisa jadi kelak inilah yang akan menyulitkan masa depan anak.

Selamat bersilaturahhim. Jangan lupa sematkan ADAB di manapun!


By Fitra Wilis Masril