Search This Blog

Monday, November 28, 2005

Forgiveness

A story tells that two friends were walking through the desert. In a specific point of the journey, they had an argument, and one friend slapped the other one in the face.
The one, who got slapped, was hurt, but without anything to say, he wrote in the sand: "TODAY, MY BEST FRIEND SLAPPED ME IN THE FACE".

They kept on walking, until they found an oasis, where they decided to take a bath. The one who got slapped and hurt started drowning, and the other friend saved him. When he recovered from the fright, he wrote on a stone: "TODAY MY BEST FRIEND SAVED MY LIFE".

The friend who saved and slapped his best friend, asked him, "Why, after I hurt you, you wrote in the sand, and now you write on a stone?"

The other friend, smiling, replied: "When a friend hurts us, we should write it down in the sand, where the winds of forgiveness get in charge of erasing it away, and when something great happens, we should engrave it in the stone of the memory of the heart, where no wind can erase it".

Learn to write in the sand. :-)

Wednesday, November 23, 2005

Cinta ini milikmu Mama

Farah, bangun... udah azan subuh. Sarapanmu udah mama siapin di meja..."
Tradisi ini sudah berlangsung 26 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini usiaku sudah kepala 3 tapi kebiasaan mama tak pernah berubah. "Mama sayang... ga usah repot-repot ma, aku dan adik-adikku udah dewasa." pintaku pada mama pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah.

Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya., Ingin kubalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa mama mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami mama karena dari sebuah artikel yang kubaca

.. orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap
kanak-kanak ... tapi entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat mama
sedih. Seperti biasa, mama tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya "Ma, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan mama. Apa yang bikin mama sedih ?"

Kutatap sudut-sudut mata mama, ada genangan air mata di sana. Terbata-bata mama berkata, "Tiba-tiba mama merasa kalian tidak lagi membutuhkan mama. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, mama tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri".

Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka diri melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku bermuhasabah... Apa yang telah kupersembahkan untuk mama
dalam usiaku sekarang ? Adakah mama bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada mama. Mama menjawab "Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada mama. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat mama. Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat mama. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap "Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada mama. Masih banyak alasan ketika mama menginginkan sesuatu."

Betapa sabarnya mamaku melalui liku-liku kehidupan.
Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan mamaku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi
tidak!
Mamaku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari mama bangun dan membangunkan kami untuk tahajud.
Menunggu subuh mama ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan
adik-adik sering tertidur lagi... Ah, maafin kami mama ... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat mama lelah..
Sanggupkah aku ya Allah ?

--- +++ ---

"Farah... bangun nak, udah azan subuh .. sarapannya udah mama siapin di meja.. " Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan "terima kasih mama, aku beruntung sekali memiliki mama yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan mama...". Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan...

Cintaku ini milikmu, Mama... Aku masih sangat membutuhkanmu... Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..




Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu... ", namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah.
Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita ... ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta. Percayalah...
Kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia. Wallaahu a'lam

"Ya Allah,cintai mamaku, beri aku kesempatan untuk bisa membahagiakan mama
.. dan jika saatnya nanti mama Kau panggil, panggillah dalam keadaan
khusnul khatimah. Titip mamaku ya Rahman"

Untuk semua Ibu yang mencintai anak-anaknya dan semua anak yang mencintai Ibunya

Saturday, November 19, 2005

Ijinkan Aku Memelukmu

Sarah memilih angkat kaki dari rumah. Bukan benci pada mama dan papanya, meski dia juga yakin jika tengah dipermainkan emosi sesaat. Dia ingin menjernihkan pikiran, jauh dari rumah yang tak lain adalah saoraja, dan yang pasti penghuninya pun harus selalu bertindak sebagaimana layaknya ningrat.

Dia kesal pada mama dan papanya. Ya...kesal. Mungkin itu kata yang tepat untuk saat ini, karena membenci mama dan papanya, sarah tahu itu keterlaluan, ia tahu mama dan papa mencintainya dan dia bangga akan itu, tapi mereka menurutnya sangat terlalu.

"Sarah,kamu harus bisa membawa diri. Ingat nama lengkapmu, Andi Sarah! Seorang ningrat tak bisa di bedakan hanya dengan melihat wajahnya,tapi cara berpakaian,melangkah,dan bertutur!"

Sarah mulai bosan dengan kalimat seperti itu. Gelar ningrat yang di alirkan ke darahnya, seolah fluida beracun yang bisa saja mematikannya, bila dia tak bisa memerankan peran ningrat yang sesungguhnya. Saoraja, tempat tinggalnya, seperti sebuah bangunan yang mengekang kebebasannya.

"Kebebasan seperti apa lagi yang kamu minta?"

Kalimat papanya tadi malem, sempat membuatnya mengurungkan niat untuk pergi dari rumah. Mama dan papanya memang punya toleransi berlebih. Tidak seperti ningrat kebanyakan yang membatasi pergaulan anaknya. Harus sesama ningrat, atau paling tidak dengan anak orang terpandang, apa itu karena orangtuanya yang pejabat,atau orang kaya. Mama dan papanya tidak seperti itu, Sarah bahkan bebas membawa teman-temannya masuk saoraja,dan tidak memberi aturan pada teman-temannya untuk memanggilnya dengan nama lengkap, Andi sarah!

Katup toleransi mama dan papanya,tiba-tiba tertutup rapat, saat sarah mengajukan keinginan untuk mengikuti kontes kecantikan tingkat nasional. "Mau jadi model, mau jadi selebritis? Memangnya kamu belum merasa dikenal terlahir dari orangtua secakep papa?" awalnya papanya menanggapinya dengan lelucon, karena dia juga mengganggap sarah hanya bercanda.

"Sarah serius, pa."


Papanya yang lagi asyik baca koran, merasa terusik dengan kalimat itu. Keinginan sarah itu, tidak hanya mengerutkan kening papanya,tapi juga mamanya yang sedang sibuk mengaduk teh celup.

"Apa aku kurang pantas jadi model?" Kepercayaan diri sarah,seolah runtuh melihat reaksi mama dan papanya, yang seolah tak memantaskan dirinya untuk jadi model. Padahal keinginannya untuk menjadi model, bukan hanya dia merasa cantik, tapi juga untuk yang kesekian kalinya, dia telah menjadi yang terbaik dalam adu kecerdasan,tingkat propinsi,bahkan nasional.
Bahasa asingnya pun tak hanya bahasa inggris, tapi juga nihon-go, bahkan mandarin.

Terlebih, keinginannya untuk ikut ajang ratu kecantikan itu, karena dia ingin mewujudkan niatnya untuk keliling dunia, bukan untuk shoping, tapi melihat kekuasaan Tuhan yang lain, dan membagi kasih lewat kegiatan2 sosial yang biasa di lakukan para pemenang kontes kecantikan.

"Papa tidak setuju, titik!" Tegas papanya saat seluruh argument dia lontarkan untuk meloloskan keinginannya. Papanya bahkan menghempaskan koran yang di bacanya, lalu meninggalkan sarah yang masih menatapnya penuh harap.
Mamanya yang melihat kesedihan di wajah sarah, mencoba menyentuh hati sarah dengan bujukan dan belaian. Tapi sentuhan itu tak berasa ke hati, karena mamanya pun tak memberi restu, cara penolakannya saja yang berbeda.

"Sarah, papamu benar. Apa sih asyiknya jadi model? Karena terkenal? Punya banyak uang? Harta dan ketenaran bukan jaminan kebahagiaan. Papamu nggak ingin kamu jadi sorotan publik, jadi bahan gosip, bahkan dicaci."

"Ma, kenapa terlalu picik memandang selebritis? Selebritis apalagi model terpilih bukan hanya karena cantiknya, tapi juga kepinteran dan sikapnya selama di karantina."

"Tapi apa yang terjadi setelah dia keluar dari karantina? Jadi bahan gunjingan, sikap bahkan senyumnya pun selalu jadi bahan kontroversi. Kamu mau, sebagai ningrat yang terpandang, tinggal di dalam saoraja, lalu digunjing sana sini? Kamu mau pintu saoraja ini tiap hari di ketuk wartawan, untuk meminta komentar mama dan papa tentangmu?

Orang lain boleh bangga, tapi mama dan papamu mengganggapnya aib. Mama sudah bangga dengan prestasi kamu di sekolah, mama nggak ingin lebih dari itu. Jangan pikir jadi selebritis itu asyik, kecuali kalau untuk bikin sensasi!"

Sepertinya tak ada celah lagi. Tak ada harapan untuk mewujudkan keinginannya itu. Jalan keluarnya Sarah memilih keluar rumah untuk sementara.

"Sarah bukan marah sama mama dan papa. Sarah cuman ingin melihat dunia luar, kebetulan ada temanku yang mengajak jalan-jalan ke kampungnya di Sulawesi Barat."

Mama dan papanya seolah mengerti jika Sarah pergi membawa kecewa, dan mereka sepertinya tahu jika putrinya tak akan menyimpan benci apalagi dendam. Kasih sayang yang mereka curahkan selama ini cukup untuk menjaga Sarah saat jauh dari mereka.

"Papa melarangmu ikut ajang pemilihan model itu, karena mencintaimu. Kami tidak ingin publik merasa memilikimu sebagai idolanya, lalu memisahkanmu dari kami. Papa sudah terlalu tua untuk mendengar kalimat sumbang tentang dirimu, jika kelak kamu betul-betul jadi selebritis."

Mamanya mengangguk mengiyakan kalimat papanya, juga mengiyakan kepergian sarah. Mendengar kalimat papanya, melihat tatapan tulus mamanya, kekesalan yang terpendam di balik dadanya,luluh seketika. Dia berat untuk melangkah, meninggalkan halaman saoraja, tapi dia terlanjur berjanji pada Fauziah, teman sekolahnya, untuk berkunjung ke kampungnya

"Semoga kamu betah!"
Kalimat itu yang pertama diucapkan Fauziah saat Sarah tiba di sebuah rumah sederhana yang halamannya masih bisa dibanguni rumah type tiga kamar, jika saja tak di tumbuhi pepohonan.

"Kata papamu, kamu mau ikut pemilihan...?"

"Jadi papaku cerita ke kamu?" potong Sarah.

"Dia cerita saat menelponmu kemarin. Ehh... kalau jadi selebritis, pilih aku jadi manajermu, ya...?"

"Nggak lucu!" ketus Sarah sambil menghempaskan tubuhnya di atas kasur kapuk yang masih lumayan empuk.

"Mau tahu kenapa selebritis suka pake manajer?"
Sarah tetap diem, meski dari mimik Fauziah, dia tahu Fauziah masih ingin menggodanya.
"Karena selebritis itu taunya cuman nyanyi, akting, bikin sensasi biar terkenal. Jangan harap dia pintar matematika, bagi waktu saja nggak tahu kalau bukan manajer."

Sarah akhirnya tersenyum juga mendengar lelucon sahabatnya.

"Disini ada juga ajang pemilihan model."

"Tingkat kampung..? Hasilnya jadi model kampungan juga!" potong Sarah.

"Benar, kamu nggak mau ikut?" ucap Fauziah serius.
Mau tak mau kening Sarah akhirnya berkerut, bagaimana mungkin dia yang bermimpi untuk ikut ajang pemilihan model tingkat nasional, malah di seret untuk ikut yang tingkat kampung. Apa memang ada pemilihan di kampung?
Melihat kening Sarah tak juga mulus, dia menarik tangan sahabatnya, dan meminta Sarah mengikuti langkahnya.

"Capek nih, emang kita mau kemana sih...?" tanya Sarah di antara desah nafasnya yang kelelahan mengikuti langkah Fauziah.
Fauziah yang ditanya tetap diam, hanya memperlambat langkah, karena dia tahu Sarah tak pernah berjalan kaki lebih dari satu kilometer, sementara perjalanan yang harus di tempuhnya lebih kurang tujuh kilometer.

"Apa nggak ada angkot nih..?"

"Kalau mau jadi selebritis, nggak boleh cengeng, manja! Ntar kalo banyak yang minta tanda tangan, banyak jadwal show 'kan kewalahan."

"Tapi ini bukan kerjaan selebitis, Fauziah. Ini kerjaan orang kampung sepertimu," ucap Sarah kesal.

Meski bernada kesal dan kelelahan, Sarah sebenarnya suka berpetualang seperti itu. Menelusuri jalan setapak berbatu yang diteduhi pepohonan. Keringat yang bercucuran, kering tertiup udara segar. Setelah menempuh tiga jam perjalanan, mata Sarah terbelalak melihat di tengah hutan lebat itu terdapat perkampungan yang rumah penduduknya terbuat dari rumah kayu yang sudah sangat lapuk.

"Aku hampir tiap hari kesini."

"Untuk.......?" Pertanyaan Sarah terhenti melihat seorang bocah kurus tanpa balutan baju,mendekati Fauziah. Setelah menyalami Fauziah, bocah itu berlari dan berteriak. Hampir seluruh warga kampung keluar dari rumah dan menyalami Fauziah.

"Mereka mengenalmu..?"

"Aku yang pertama kali mendapatkan mereka. Saat itu anak-anak mereka terkena busung lapar. Tinggal di daerah yang terisolasi, membuat mereka tak bisa bertindak apa-apa. Dia tahu anaknya lapar, tapi dia juga tahu tak ada yang bisa di panen dari kebunnya, setelah dilanda kemarau sepanjang tahun."

Sarah seperti terjaga dari mimpinya untuk menjadi model. Ternyata, terlalu mengada-ada, jika dia bermimpi untuk keliling dunia demi membagi kasih pada anak-anak kalaparan,penderita aids, seperti yang di lakukan para pemenang kontes kecantikan. Sementara di negrinya sendiri, dia tak pernah berbuat apa-apa.

"Selamat dari busung lapar, saat aku berhasil menjadi katalisator antara mereka dengan pemda. Kini beberapa di antara anak mereka terserang lumpuh layuh."

Kelumpuhan itu seolah ikut menyerang persendian Sarah. Dia ingin berbuat sesuatu tapi tak tahu apa yang harus dilakukannya di tengah ketidak-berdayaan. Dalam hati, dia mencaci dirinya yang selama ini ingin berbuat baik setelah dirinya terkenal, tidak seperti Fauziah di kenal karena kebaikannya. Tanpa menunggu Fauziah melangkah duluan, dia mendekati seorang anak dalam gendongan ibunya.
Tatapan anak kecil itu hampa, mungkin seperti tatapannya saat dia tak punya harapan untuk menaklukan papanya memberi restu ikut pemilihan model.

Tangan Sarah terulur untuk mengambil anak itu dari gendongan ibunya. Dia ingin sekali memeluknya, tapi anak kecil itu menggeleng. Sarah tak patah arang. Dia akan memeluknya dengan cara lain; Memanggilkan tim kesehatan untuk berkunjung ke kampung yang terpencil itu.
Sarah jadi tak ingin pulang. Kemegahan saoraja terlupakan.... Perselisihan dengan mama dan papanya, ingin jadi selebritis. Ingin berbuat baik sebaiknya di mulai dengan orang-orang terdekat,dari hal-hal yang terkecil! Dan seharusnya tidak digembor gemborkan apalagi dijadikan ajang mencari sensasi.


"Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain"

Thursday, November 17, 2005

Cinta Tak Pernah Hilang

Kata orang, lebih baik pernah mencintai dan kehilangan cinta daripada tak pernah mencintai sama sekali.
Kata-kata itu tak akan bisa menghibur Mike Sanders. la baru saja diputuskan pacarnya. Tentu saja si pacarnya itu tidak mengatakan segamblang itu. la berkata, "Aku benar benar menyukaimu, Mike, dan aku ingin kita bisa tetap berteman." Bagus, pikir Mike. Tetap berteman. Kau, aku, dan pacar barumu bisa nonton bersama.

Mike dan Angie sudah pacaran sejak kelas tiga SMP Tapi, pada musim panas ini ia naksir pemuda lain. Sekarang, saat Mike sudah di kelas tiga SMU, ia merasa kesepian. Selama tiga tahun mereka mempunyai teman-teman yang sama dan menghabiskan waktu di tempat nongkrong yang sama. Pergi lagi ke tempat itu tanpa Angie membuatnya merasa-hm, hampa.

Latihan football biasanya bisa membantunya melupakan masalahnya. Para pelatih selalu menyuruh peserta latihan berlari sedemikian rupa sehingga mereka merasa sangat kelelahan dan tak punya waktu lagi untuk memikirkan hal lain. Tapi, belakangan ini, pikiran Mike tidak tercurah pada latihan. Suatu hari ia kena batunya. la tak mampu menangkap lemparan bola yang biasanya mudah baginya, dan ia membiarkan dirinya dijatuhkan lawan yang biasanya tak mampu menjatuhkannya.

Mike tahu bahwa jangan sampai dibentak lebih dari sekali oleh pelatihnya. jadi, ia berusaha keras agar tidak dijatuhkan lawan lagi sampai latihan usai. Saat ia berlari hendak meninggalkan lapangan, ia diminta melapor ke kantor pelatih. "Cewek, keluarga, atau sekolah: yang mana yang meresahkan hatimu, Mike?" tanya pelatihnya.

"Cewek," sahut Mike, "Bagaimana Anda bisa tahu?"

"Sanders, aku sudah menjadi pelatih football sejak sebelum kau lahir. Dan setiap kali ada pemainku yang hebat bermain kacau, pastilah salah satu dari ketiga alasan tadi yang menjadi penyebabnya."

Mike mengangguk. "Maaf, Pak. Aku tidak akan mengulanginya lagi."

Pelatih menepuk bahunya. "Tahun ini tahun yang menentukan bagimu, Mike. Tak ada alasan yang bisa menghalangimu diterima di perguruan tinggi pilihanmu. Tapi, kau harus ingat. Kau harus memusatkan perhatian pada hal-hal yang benar-benar penting. Yang lainnya akan beres dengan sendirinya."

Mike tahu pelatihnya benar. Ia harus merelakan Angie dan meneruskan hidupnya. Tapi ia tetap merasa terluka, dan terkhianati. "Aku merasa sangat geram, Pak. Aku mempercayainya. Aku selalu terbuka padanya. Aku menyerahkan segalanya baginya, tapi apa yang kudapat?"

Si pelatih mengambil selembar kertas dan bolpoin dari laci mejanya. "Itu pertanyaan yang bagus. Apa yang kaudapatkan?" Ia menyerahkan kertas dan bolpoin itu kepada mike dan berkata, "Ingat-ingat waktu yang kaulewatkan bersamanya, dan tuliskan sebanyak mungkin hal yang kaualami bersamanya, yang menyenangkan dan yang tak menyenangkan. Lalu, tuliskan hal-hal yang kaupelajari darinya dan yang ia pelajari dari dirimu. Aku beri waktu satu jam." Pelatih meninggalkan Mike sendirian.

Mike menjatuhkan diri duduk di kursi dan kenangan bersama Angie membanjiri ingatannya. Ia teringat saat pertama kali memberanikan diri untuk mengajaknya berkencan, dan betapa senang hatinya kala Angie bersedia pergi bersamanya. Kalau bukan karena dorongan Angie, Mike tak kan mencoba masuk tim football.

Lalu ia mengingat-ingat pertengkaran mereka. Ia memang tidak ingat semua alasan yang menyebabkan mereka bertengkar. Tapi, ia ingat bagaimana mereka menyelesaikan persoalan diantara mereka. Ia belajar berkomunikasi dan berkompromi. Ia juga ingat bagaimana mereka berbaikan kembali. Dan saat-saat seperti itu sangat disukainya.

Mike teringat saat-saat Angie membuatnya merasa kuat, dibutuhkan, dan istimewa. la menulisi kertas itu dengan pengalaman mereka, liburan, perjalanan bersama keluarga masing-masing, dansa sekolah, dan piknik berdua saja. Sebaris demi sebaris la menuliskan pengalaman mereka berdua, dan ia menyadari bagaimana angie telah membantu membentuk hidupnya. ia akan menjadi pria yang lain tanpa angie.

Ketika pelatih kembali sejam kemudian, mike sudah tak ada di situ. tapi, mike meninggalkan catatan di mejanya. Bunyinya sederhana saja :

Pak,
Terima kasih atas pelajaran yang telah bapak berikan. Saya rasa memang benar kata orang bahwa bagaimanapun juga lebih baik pernah mencintai dan kehilangan cinta. Sampai jumpa di latihan nanti.

Friday, November 11, 2005

Nilai Seikat Kembang

Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.

Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan. Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata, "Pak, maukah Anda menemui Perempuan yang ada di mobil itu? Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi ia akan meninggal!"

Penjaga kuburan itu menganggukkan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu.

Seorang Perempuan lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata, "Saya Ny. Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."

"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." jawab pria itu.

"Apa, maaf?" tanya wanita itu dengan gusar.

"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana, karena menurut saya orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih. Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.

Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan. "Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny. Steven. Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.
Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.
Sampai saat ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!"

Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan. Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.

Wednesday, November 09, 2005

If I Knew

If I knew it would be the last time
that I'd see you fall asleep,
I would tuck you in more tightly,
and pray the Lord, your soul to keep.

If I knew it would be the last time
that I see you walk out the door,
I would give you a hug and kiss
and call you back for one more.

If I knew it would be the last time
I'd hear your voice lifted up in praise,
I would video tape each action and word,
so I could play them back day after day.

If I knew it would be the last time,
I could spare an extra minute
to stop and say "I love you,"
instead of assuming you would KNOW I do.


If I knew it would be the last time
I would be there to share your day,
Well I'm sure you'll have so many more,
so I can let just this one slip away.

For surely there's always tomorrow
to make up for an oversight,
and we always get a second chance
to make everything just right.

There will always be another day
to say "I love you,"
And certainly there's another chance
to say our "Anything I can do?"

But just in case I might be wrong,
and today is all I get,
I'd like to say how much I love you
and I hope we never forget.

Tomorrow is not promised to anyone,
young or old alike,
And today may be the last chance
you get to hold your loved one tight.

So if you're waiting for tomorrow,
why not do it today?
For if tomorrow never comes,
you'll surely regret the day,

That you didn't take that extra time
for a smile, a hug, or a kiss
and you were too busy to grant someone,
what turned out to be their one last wish.

O hold your loved ones close today,
and whisper in their ear,
Tell them how much you love them
and that you'll always hold them dear

Take time to say "I'm sorry,"
"Please forgive me," "Thank you," or "It's okay."
And if tomorrow never comes,
you'll have no regrets about today.

Monday, November 07, 2005

Kehidupan yang Berarti

Berapa umur anda saat ini?

25 tahun, 35 tahun, 45 tahun atau bahkan 60 tahun...

Berapa lama anda telah melalui kehidupan anda?

Berapa lama lagi sisa waktu anda untuk menjalani kehidupan?

Tidak ada seorang pun yang tahu kapan kita mengakhiri hidup ini.

Matahari terbit dan kokok ayam menandakan pagi telah tiba. Waktu untuk kita bersiap melakukan aktivitas, sebagai karyawan, sebagai pelajar, sebagai seorang profesional, dll.

Kita memulai hari yang baru. Macetnya jalan membuat kita semakin tegang menjalani hidup. Terlambat sampai di kantor, itu hal biasa. Pekerjaan menumpuk, tugas dari boss yang membuat kepala pusing, sikap anak buah yang tidak memuaskan, dan banyak problematika pekerjaan harus kita hadapi di kantor.

Tak terasa, siang menjemput..." Waktunya istirahat..makan-makan.." Perut lapar, membuat manusia sulit berpikir. Otak serasa buntu. Pekerjaan menjadi semakin berat untuk diselesaikan. Matahari sudah berada tepat diatas kepala. Panas betul hari ini...

Akhirnya jam istirahat selesai, waktunya kembali bekerja...Perut kenyang, bisa jadi kita bukannya semangat bekerja malah ngantuk. Aduh tapi pekerjaan kok masih banyak yang belum selesai. Mulai lagi kita kerja, kerja dan terus bekerja sampai akhirnya terlihat di sebelah barat...

Matahari telah tersenyum seraya mengucapkan selamat berpisah. Gelap mulai menjemput. Lelah sekali hari ini. Sekarang jalanan macet. Kapan saya sampai di rumah. Badan pegal sekali, dan badan rasanya lengket. Nikmat nya air hangat saat mandi nanti. Segar segar...

Ada yang memacu kendaraan dengan cepat supaya sampai di rumah segera, dan ada yang berlarian mengejar bis kota bergegas ingin sampai di rumah. Dinamis sekali kehidupan ini.

Waktunya makan malam tiba. Sang istri atau mungkin Ibu kita telah menyiapkan makanan kesukaan kita. "Ohh..ada sop ayam" . "Wah soto daging buatan ibu memang enak sekali". Suami memuji masakan istrinya, atau anak memuji masakan Ibunya. Itu juga kan yang sering kita lakukan.

..Selesai makan, bersantai sambil nonton TV. Tak terasa heningnya malam telah tiba. Lelah menjalankan aktivitas hari ini, membuat kita tidur dengan lelap. Terlelap sampai akhirnya pagi kembali menjemput dan mulailah hari yang baru lagi.

Kehidupan..ya seperti itu lah kehidupan di mata sebagian besar orang. Bangun, mandi, bekerja, makan, dan tidur adalah kehidupan. Jika pandangan kita tentang arti kehidupan sebatas itu, mungkin kita tidak ada bedanya dengan hewan yang puas dengan bisa bernapas, makan, minum, melakukan kegiatan rutin, tidur. Siang atau malam adalah sama. Hanya rutinitas...sampai akhirnya maut menjemput.

Memang itu adalah kehidupan tetapi bukan kehidupan dalam arti yang luas. Sebagai manusia jelas kita memiliki perbedaan dalam menjalankan kehidupan.

Kehidupan bukanlah sekedar rutinitas.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita melayani setiap umat manusia.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.

Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa .. Kehidupan adalah ... dll.

Begitu banyak Kehidupan yang bisa kita jalani.

Berapa tahun anda telah melalui kehidupan anda ?

Berapa tahun anda telah menjalani kehidupan rutinitas anda ?

Akankah sisa waktu anda sebelum ajal menjemput hanya anda korbankan untuk sebuah rutinitas belaka ?

Kita tidak tahu kapan ajal akan menjemput, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 1 tahun lagi, mungkin sebulan lagi, mungkin besok, atau mungkin 1 menit lagi.

Hanya Tuhanlah yang tahu...

Pandanglah di sekeliling kita...ada segelintir orang yang membutuhkan kita. Mereka menanti kehadiran kita. Mereka menanti dukungan kita. Orang tua, saudara, pasangan, anak, sahabat dan sesama......

Selamat menjalani hidup yang lebih berkualitas….