Search This Blog

Wednesday, December 10, 2008

Point of View

Beberapa tahun yang silam, seorang pemuda terpelajar dari Semarang sedang berpergian naik pesawat ke Jakarta. Di sampingnya duduk seorang ibu yang sudah berumur. Si Pemuda menyapa, dan tak lama mereka terlarut dalam obrolan ringan.

"Ibu, ada acara apa pergi ke Jakarta?" tanya si Pemuda.

"Oh... Saya mau ke Jakarta terus "connecting flight" ke Singapore nengokin anak saya yang kedua." jawab ibu itu.

"Wouw..... Hebat sekali putra ibu." pemuda itu menyahut dan terdiam sejenak. Pemuda itu merenung. Dengan keberanian yang didasari rasa ingin tahu pemuda itu melanjutkan pertanyaannya.

"Kalau saya tidak salah, anak yang di Singapore tadi, putra yang kedua ya Bu?? Bagaimana dengan kakak-adik adiknya??"

"Oh ya tentu.." si Ibu bercerita :
"Anak saya yang ketiga seorang dokter di Malang,
yang keempat kerja di Perkebunan di Lampung,
yang kelima menjadi arsitek di Jakarta,
yang keenam menjadi kepala cabang bank di Purwokerto,
yang ke tujuh menjadi Dosen di Semarang."

Pemuda tadi diam, hebat ibu ini, bisa mendidik anak anaknya dengan sangat baik, dari anak kedua sampai ke tujuh.

"terus bagaimana dengan anak pertama Ibu??"

Sambil menghela napas panjang, Ibu itu menjawab, "Anak saya yang pertama menjadi petani di Godean Jogja nak, Dia menggarap sawahnya sendiri yang tidak terlalu lebar"

Pemuda itu segera menyahut, "Maaf ya Bu..... sepertinya Ibu agak kecewa ya dengan anak pertama Ibu, adik-adiknya berpendidikan tinggi dan sukses di pekerjaannya, sedang dia menjadi petani?"

Dengan tersenyum Ibu itu menjawab,
" Ooo... tidak.. tidak begitu Nak.... Justru saya sangat bangga dengan anak pertama saya, karena dialah yang membiayai sekolah semua adik-adiknya dari hasil dia bertani"



Today's lesson :

Everybody in the world is a important person.

Open your eyes.... your heart.... your mind.... your point of view

because we can't make summary before read "the book" completely.

The wise person says... The more important thing is not WHO YOU ARE

But WHAT YOU HAVE BEEN DOING.

Monday, October 13, 2008

Saya ingin seperti Ayah saya

Suatu hari suami saya rapat dengan beberapa rekan bisnisnya yang kebetulan mereka sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai beberapa orang cucu. Di sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para kakek yang masih aktif itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan keluarga di masa senja usia.

Suami saya yang kebetulan paling muda dan masih mempunyai anak balita, mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, dan untuk itu saya merasa berterima kasih kepada rekan-rekan bisnisnya tersebut. Mengapa? Inilah kira-kira kisah mereka......

Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk urusan bisnis, dan minta tolong diatur tiket kepulangannya melalui Surabaya karena akan singgah ke rumah anaknya yang bekerja di sana.

Di situlah awal pembicaraan 'menyimpang' dimulai.
Ia mengeluh, "Susah anak saya ini, masak sih untuk bertemu bapaknya saja sulitnya bukan main."
"Kalau saya telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata jangan datang sekarang karena masih banyak urusan. Lebih baik datang saja tiba-tiba, yang penting saya bisa lihat cucu."

Kemudian itu ditimpali oleh rekan yang lain. "Kalau Anda jarang bertemu dengan anak karena beda kota, itu masih dapat dimengerti," katanya. "Anak saya yang tinggal satu kota saja, harus pakai perjanjian segala kalau ingin bertemu."

"Saya dan istri kadang-kadang merasa begitu kesepian, karena kedua anak saya jarang berkunjung, paling-paling hanya telepon."

Ada lagi yang berbagi kesedihannya, ketika ia dan istrinya mengengok anak laki-lakinya, yang istrinya baru melahirkan di salah satu kota di Amerika. Ketika sampai dan baru saja memasuki rumah anaknya, sang anak sudah bertanya, "Kapan Ayah dan Ibu kembali ke Indonesia?"
"Bayangkan! Kami menempuh perjalanan hampir dua hari, belum sempat istirahat sudah ditanya kapan pulang."
Apa yang digambarkan suami saya tentang mereka, adalah rasa kegetiran dan kesepian yang tengah melanda mereka di hari tua. Padahal mereka adalah para profesional yang begitu berhasil dalam kariernya.

Suami saya bertanya, "Apakah suatu saat kita juga akan mengalami hidup seperti mereka?" Untuk menjawab itu, saya sodorkan kepada suami saya sebuah syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry Chapin. Beberapa cuplikan syair tersebut saya terjemahkan secara bebas ke dalam bahasa Indonesia agar relevan untuk konteks Indonesia.

Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus siap untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai 'tak ingat kapan pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan mulai lucu bertingkah Namun aku tahu betul ia pernah berkata, "Aku akan menjadi seperti Ayah kelak" "Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak"
"Ayah, jam berapa nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"
Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh; Ia berkata, "Terima kasih atas hadiah bolanya Ayah, wah ... kita bisa main bola bersama. Ajari aku bagaimana cara melempar bola"

"Tentu saja 'Nak, tetapi jangan sekarang, Ayah banyak pekerjaan sekarang" Ia hanya berkata, "Oh ...."
Ia melangkah pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata, "Aku akan seperti ayahku".
"Ya, betul aku akan sepertinya"

"Ayah, jam berapa nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"
Suatu saat anakku pulang ke rumah dari kuliah; Begitu gagahnya ia, dan aku memanggilnya, "Nak, aku bangga sekali denganmu, duduklah sebentar dengan Ayah"
Dia menengok sebentar sambil tersenyum, "Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam mobil, mana kuncinya?" "Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji dengan kawan"
"Nak, jam berapa nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Yah, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"

Aku sudah lama pensiun dan anakku sudah lama pergi dari rumah; Suatu saat aku meneleponnya.
"Aku ingin bertemu denganmu, Nak" Ia bilang, "Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak ada waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak sekarang sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul aku senang mendengar suara Ayah"

Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari; Dia tumbuh besar persis seperti aku; Ya betul, ternyata anakku persis seperti aku. Rupanya prinsip investasi berlaku pula pada keluarga dan anak. Seorang investor yang berhasil mendapatkan return yang tinggi, adalah yang selalu peduli dan menjaga apa yang diinvestasikannya. Saya sering melantunkan cuplikan syair tersebut dalam bahasa aslinya,

"I'm gonna be like you, Dad, you know I'm gonna be like you",

kapan saja ketika suami saya sudah mulai melampaui batas kesibukannya. Ternyata cukup manjur. "Lutfi ... ayo kita kasih makan kelinci," katanya kepada anak kami yang berusia 3 tahun.

Prinsip diatas dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari hari maupun dalam tugas kerja kita mengembangkan manusia yang menjadi tanggung jawab kita ataupun bawahan kita.
Apabila kita mempunyai bawahan dengan kwalitas kerja yang kurang atau di bawah standard maka...... sadarlah bahwa kejadian ini mungkin merupakan refleksi atau bentukan dari diri kita sendiri jadi jangan salahkan mereka.... jangan mem"vonis" mereka tapi coba cari titik awal timbulnya masalah, dan coba introspeksi.

Monday, October 06, 2008

Mohon maaf lahir dan batin

Taqabalallahu minnaa wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Taqabball yaa karimm.

Dengan rendah hati,
Trinie memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan,
baik sengaja ataupun tidak.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1429 H

Sunday, September 21, 2008

Aku Mencintaimu Karena Engkau Adalah Jalanku Untuk Mencintai Allah

Hari itu di pemakaman, siang begitu terik dan menyengat. Para pelayat yang kebanyakan berbaju hitam memadati lokasi pemakaman. Di antara begitu banyak orang, wanita cantik itu berdiri mengenakan pakaian dan kerudung berwarna putih, ekspresi tenang terlihat di raut wajah yang tersaput kesedihan.

Pada saat penguburan berlangsung, sebelum jenazah dimasukkan ke liang lahat, wanita itu mendekati jenazah yang terbungkus kain kafan kemudian mencium bagian kening jenazah dan membisikkan kata-kata tak terdengar dengan perasaan dan suasana yang sulit kulukiskan. Aku melihat keharuan di antara para pelayat menyaksikan adegan itu.

Wanita itu adalah istri dari laki-laki yang pada hari itu dikubur. Setelah acara penguburan selesai satu persatu pelayat mengucapkan kalimat duka cita kepada wanita tersebut yang menyambut ucapan itu dengan senyuman manis dan kesedihan yang telah hilang dari wajahnya, seolah-olah pada saat yang seharusnya menyedihkan itu dia merasa bahagia.

Kudekati wanita itu.

"Kak, yang sabar ya, insya Allah abang diterima dengan baik di sisi-Nya," ujarku perlahan. Dia menatapku dengan senyuman tanpa kata-kata. Rasa penasaran menyeruak dalam hatiku melihat ekspresinya. Tapi perasaan itu tidak kuungkapkan.

Beberapa hari setelah pemakaman itu, aku datang ke rumah wanita itu.
Kudapati ia sedang mengurus kembang mawar putih seperti apa yang sering
dilakukannya. Kusapa dia dengan wajar, "Assalaamu'alaikum, sedang sibuk
kak?" tanyaku

"Wa'alaikusallam. .. Oh adik, ayo duduk dulu," jawabnya seraya membereskan perlengkapan tanaman.

"Saya mengganggu kak?" tanyaku lagi,

"Kenapa harus mengganggu dik, ini kakak sedang menyiapkan bunga untuk dzikir nanti malam," jawabnya.

Sesaat setelah jawaban terakhir suasana hening terjadi di antara kami.
Dengan hati-hati kuajukan perasaan yang selama beberapa hari mengganjal di hatiku. "Kak, apakah kakak tidak merasa sedih dengan kepergian abang?" tanyaku.

Dia menatapku dan berkata, "Kenapa adik bertanya seperti itu?"

Aku tidak segera menjawab karena takut dia tersinggung, dan, "Karena kakak justru terlihat bahagia menurut adik, kakak tersenyum pada saat pemakaman dan bahkan tidak mencucurkan airmata pada saat kepergian abang," ujarku.

Dia menatapku lagi dan menghela nafas panjang. "Apakah kesedihan selalu
berwujud air mata?" Sebuah pertanyaan yang tidak sanggup kujawab. Kemudian dia meneruskan kembali perkataanya. "Kami telah bersama sekian lama, sebagai seorang wanita aku sangat kehilangan laki-laki yang kucintai, tapi aku juga seorang istri yang memiliki kewajiban terhadap seorang suami. Dan keegoisanku sebagai seorang wanita harus hilang ketika berhadapan dengan tugasku sebagai seorang istri," katanya tenang.

"Maksud kakak?" aku tambah penasaran.

"Sebuah kesedihan tidak harus berwujud air mata, kadang kesedihan juga
berwujud senyum dan tawa. Kakak sedih sebagai seorang wanita tapi bahagia sebagai seorang istri. Abang adalah seorang laki-laki yang baik, yang tidak hanya selalu memberikan pujian dan rayuan tapi juga teguran. Dia selalu mendidik kakak sepanjang hidupnya. Abang mengajarkan kakak banyak hal. Dulu abang selalu mengatakan sayang pada kakak setiap hari bahkan dalam keadaan kami tengah bertengkar. Kadang ketika kami tidak saling menyapa karena marah, abang menyelipkan kata sayang pada kakak di pakaian yang kakak gunakan. Ketika kakak bertanya kenapa? abang menjawab, karena abang tidak ingin kakak tidak mengetahui bahwa abang menyayangi kakak dalam kondisi apapun, abang ingin kakak tau bahwa ia menyayangi kakak. Jawaban itu masih kakak ingat sampai sekarang. Wanita mana yang tidak sedih kehilangan laki-laki yang begitu menyayanginya? Tapi ..."

Dia menghentikan kata-katanya.

"Tapi apa kak?" kejarku.

"Tapi sebagai seorang istri, kakak tidak boleh menangis," katanya tersenyum.

"Kenapa?" tanyaku tidak sabar. Perlahan kulihat matanya menerawang.

"Sebagai seorang istri, kakak tidak ingin abang pergi dengan melihat kakak sedih, sepanjang hidupnya dia bukan hanya laki-laki tapi juga seorang suami dan guru bagi kakak. Dia tidak melarang kakak bersedih, tapi dia selalu melarang kakak meratap, kata abang, Allah tidak suka melihat hamba yang cengeng, dunia ini hanya sementara dan untuk apa ditangisi."

Wanita itu melanjutkan, "pada satu malam setelah kami sholat malam
berjamaah, abang menangis, tangis yang tidak pernah kakak lupakan, abang berkata pada kakak bahwa jika suatu saat di antara kami meninggal lebih dahulu, masing-masing tidak boleh menangis, karena siapa pun yang pergi akan merasa tidak tenang dan sedih, sebagai seorang istri, kakak wajib menuruti kata-kata abang."

"Pemakaman bukanlah akhir dari kehidupan tapi adalah awal dari perjalanan, kematian adalah pintu gerbang dari keabadian. Saat di dunia ini kakak mencintai abang dan kita selalu ingin berada bersama dengan orang yang kita cintai, abang adalah orang baik. Dalam perjalanan waktu abang lah yang pertama kali dicintai Allah dan diminta untuk menemui-Nya, abang selalu mengatakan bahwa baginya Allah SWT adalah sang Kekasih dan abang selalu mengajarkan kakak untuk mencintai-Nya. Saat seorang Kekasih memanggil apakah kita harus bersedih? Abang bahagia dengan kepergiannya. Dalam syahadatnya abang tersenyum dan sungguh egois jika kakak sedih melihat abang bahagia," sambungnya.

Tanpa memberikan kesempatan untuk aku berkata, serangkaian kata terus
mengalir dari wanita itu,

"Kakak bahagia melihat abang bahagia dan kakak ingin pada saat terakhir
kakak melihat abang, kakak ingin abang tau bahwa baik abang di dunia maupun di akhirat kakak mencintainya dan berterima kasih pada abang karena abang telah meninggalkan sebuah harta yang sangat berharga untuk kakak yaitu cinta pada Allah SWT. Dulu abang pernah mengatakan pada kakak jika kita tidak bisa bersama di dunia ini kakak tidak perlu bersedih karena sebagai suami istri, kakak dan abang akan bertemu dan bersama di akhirat nanti bahkan di surga selama kami masih berada dalam jalan Allah. Dan abang telah memulai perjalanannya dengan baik, doakanlah kakak ya dik semoga kakak bisa memulai perjalanan itu dengan baik pula. Kakak sayang abang dan kakak ingin bertemu abang lagi."

Kali ini kulihat kakak tersenyum dan dalam keheningan taman aku tak mampu berkata-kata lagi.

Wednesday, September 17, 2008

Kasih dan Komitmen

Aku sangat menikmati saat-saat kesendirianku seperti sekarang ini... waktu dimana segalanya adalah milikku seorang... tidak perlu terlalu pusing dengan birokrasi bertele-tele untuk sekedar menghirup udara segar di luar dan bercengkrama dengan matahari sesukaku...berlari sejenak dari belenggu aktifitas yang mengurung langkah kecilku... totally free!!

Dalam balutan jeans setengah belel dan t-shirt putih kebangsaan, sekarang aku sudah ikut bergelantungan dengan belasan penumpang lainnya di sebuah angkutan kota...phiuuuhhh...untung saja aku berdiri cukup dekat dengan pendingin ruangan, kalau tidak...aroma beraneka warna bisa mengusik ketenanganku siang ini...

Perlahan pintu bus terbuka ketika berhenti di depan halte tujuan...ringan kulangkahkan kaki dan tak lama kemudian sudah ikut berbaur dalam lautan manusia... ekspresi dan reaksi mereka adalah hal yang sangat menarik untukku... secara pribadi, aku memang menyukai seni 'How to Dealing with People'... berpikir dan mencerna dalam hati...untuk kemudian tersenyum sendiri...hehehe, untung saja selama ini tidak pernah ada yang menganggap aku gila karena kerapkali tersenyum dalam kesendirian....

Tumpukan botol softdrink di hadapanku tampak begitu menggiurkan di siang hari yang menyengat ini... perlahan aku menghampirinya dan segera berubah pikiran saat aku menemukan sekotak sari kacang hijau dingin juga ada disana... yaa, aku memang pecandu kacang hijau...

Mengambil posisi duduk dekat dengan kios minuman ini, aku kembali melakoni fantasiku, bercengkrama dengan orang-orang yang lalu lalang melalui imajinasiku...

Namun sepasang manusia ini begitu menarik untuk terus kupandangi... mereka tampak begitu mesra dan saling menyayangi...sesekali sang pria mengusap peluh di kening kekasihnya yang masih juga tersipu malu-malu... mereka terus bercengkrama seolah tidak ada seorangpun disekitar mereka...aku tersenyum sendiri memperhatikan tingkah polahnya...

Kalau mereka adalah sepasang pria dan gadis belia...mungkin apa yang mereka pertontonkan tidak akan menjadi terlalu istimewa bagiku... tapi mereka adalah pasangan yang kutaksir berumur sekitar kepala enam... gosshh!!

Hmm, jujur aku merasa iri dengan apa yang mereka miliki berdua... tapi mungkin ini bukan perasaan iri...tapi lebih kepada rasa ingin tahu...bagaimana caranya mereka bisa terus mempertahankan kemesraan setelah sekian lama bersama...

Aku melangkah pasti ke arah mereka untuk kemudian pura-pura menjatuhkan music playerku dekat dengan kaki sang nenek... Mereka berdua tersenyum ke arahku... spontan lelaki tua ini menunduk dan membantuku untuk memungutnya... aku segera berucap maaf ...

Tidak sulit untuk memulai suatu percakapan yang hangat dengan mereka... sampai akhirnya aku mengutarakan secara jujur rasa ingin tahu yang berkecamuk...

Sang kakek seraya terus menggenggam tangan kekasihnya berucap 'aku sudah berkomitmen pada diriku sendiri untuk mencintainya seumur hidupku...kurasa itulah yang membuat kami mampu bertahan untuk terus bersama setelah melewati begitu banyak peristiwa'... tidak mau kalah... sang nenekpun berkata 'aku sudah mengikatkan diriku penuh kepadanya, menutup mata dan hatiku dari dunia lain selain dia'...

Wowww....

Setengah terbelalak aku mengagumi ekspresi yang telah mereka ikrarkan entah untuk yang kesekian kalinya tanpa malu... sang nenek menyentuh bahuku dan berkata 'Nak, kasih itu lebih dari sekedar perasaan, kasih itu adalah suatu keputusan...bukan kasih yang membuat suatu hubungan menjadi langgeng, melainkan komitmen kita terhadap janji yang diikrarkan... Karena itu pertimbangkanlah dengan baik sebelum membuat janji, jangan sampai kau ingkari suatu hari nanti dan akhirnya hanya merusak karya tanganmu sendiri'

Tanpa sadar aku menganggukkan kepala berulang kali...suatu petuah yang manis sekali pikirku...

Aku membalas ucapan sang nenek dengan senyuman dan berkata 'terima kasih untuk wejangannya nek, hmm... mungkin sebotol air mineral tidak akan cukup untuk membalasnya, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali, iya 'kan?'.... mereka tergelak dan menyetujui tawaranku...

Tanpa membuang waktu lagi aku segera beranjak, namun aku lupa bertanya... mereka menyukai minuman dingin atau tidak yaa? saat berpaling untuk memastikan hal tersebut... mereka telah lenyap dari hadapanku... yaa, pasangan istimewa itu telah menghilang... ini tidak mungkin, aneh sekali!! Mereka tidak mungkin berlalu secepat itu...

Aku menarik nafas dan berpikir... apakah mereka memang sengaja dikirim untuk menjawab prahara sesungguhnya dalam hatiku? yaa, terkadang TUHAN memang suka bercanda....

penulis : Evelyn Ch. Hitipeuw

Friday, September 05, 2008

Cukup

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup'.

Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana.

Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.

Kata yang paling sulit diucapkan oleh manusia barangkali adalah kata 'cukup'. Kapankah kita bisa berkata cukup?
Hampir semua pegawai merasa gajinya belum bisa dikatakan sepadan dengan kerja kerasnya.
Pengusaha hampir selalu merasa pendapatan perusahaannya masih dibawah target.
Istri mengeluh suaminya kurang perhatian.
Suami berpendapat istrinya kurang pengertian.
Anak-anak menganggap orang tuanya kurang murah hati.
Semua merasa kurang dan kurang.
Kapankah kita bisa berkata cukup?

Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
'Cukup' jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.

Belajarlah untuk berkata 'Cukup'

Friday, August 29, 2008

Wortel, Telur atau Kopi?

.. Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api. Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?"

"Wortel, telur, dan kopi" jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa arti semua ini, Ayah?"

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi 'kesulitan' yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

"Kamu termasuk yang mana?," tanya ayahnya. "Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?" Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu."

"Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?."

"Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat."

"Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik."

"Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri".

MASALAH ADALAH UJIAN KENAIKAN TINGKAT BAGI MANUSIA.

Sunday, August 17, 2008

Monday, July 14, 2008

A Lesson from Maths

One more instance of how different individuals think and learn differently.

A teacher teaching Maths to seven-year-old Arnav asked him, 'If I give you one apple and one apple and one apple, how many apples will you have?'

Within a few seconds Arnav replied confidently, 'Four!'

The dismayed teacher was expecting an effortless correct answer (three).
She was disappointed. 'Maybe the child did not listen properly,' she thought. She repeated, 'Arnav, listen carefully. If I give you one apple and one apple and one apple, how many apples will you have?"

Arnav had seen the disappointment on his teacher's face. He calculated again on his fingers. But within him he was also searching for the answer that will make the teacher happy. His search for the answer was not for the correct one, but the one that will make his teacher happy. This time hesitatingly he replied, 'Four...'

The disappointment stayed on the teacher's face. She remembered that Arnav liked strawberries. She thought maybe he doesn't like apples and that is making him loose focus. This time with an exaggerated excitement and twinkling in her eyes she asked, 'If I give you one strawberry and one strawberry and one strawberry, then how many you will have?'

Seeing the teacher happy, young Arnav calculated on his fingers again. There was no pressure on him, but a little on the teacher. She wanted her new approach to succeed.

With a hesitating smile, young Arnav enquired, 'Three?'

The teacher now had a victorious smile. Her approach had succeeded. She wanted to congratulate herself. But one last thing remained. Once again she asked him, 'Now if I give you one apple and one apple and one more apple how many will you have?'

Promptly, Arnav answered, 'Four!'

The teacher was aghast. 'How Arnav, how?' she demanded in a little stern and irritated voice.

In a voice that was low and hesitating, young Arnav replied, 'Because I already have one apple in my bag.'

When someone gives you an answer that is different from what you expect don't think they are wrong. There may be an angle that you have not thought of at all. You will have to listen and understand, and not listen with a predetermined notion.

Tuesday, July 01, 2008

Pernahkah kamu?

Pernahkah kamu merasakan, bahwa kamu mencintai seseorang, meski kamu tahu ia tak sendiri lagi, dan meski kamu tahu cintamu mungkin tak berbalas, tapi kamu tetap mencintainya?

Pernahkah kamu merasakan, bahwa kamu sanggup melakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai, meski kamu tahu ia takkan pernah peduli ataupun ia peduli dan mengerti, tapi ia tetap pergi?

Pernahkah kamu merasakan hebatnya cinta, tersenyum kala terluka, menangis kala bahagia, bersedih kala bersama, tertawa kala berpisah?

Aku pernah.........

Aku pernah tersenyum meski kuterluka karena kuyakin Tuhan tak menjadikannya untukku,
Aku pernah menangis kala bahagia, karena kutakut kebahagiaan cinta ini akan sirna begitu saja.

Aku pernah tertawa saat berpisah dengannya, karena sekali lagi, cinta tak harus memiliki, dan Tuhan pasti telah menyiapkan cinta yang lain untukku.

Aku juga pernah bersedih kala bersamanya, karena kutakut aku kan kehilangan dia suatu saat nanti, dan......

Aku tetap bisa mencintainya, meski ia tak dapat kurengkuh dalam pelukanku, karena memang cinta ada dalam jiwa, dan bukan ada dalam raga.

Semua orang pasti pernah merasakan cinta.. baik dari orang tua... sahabat.. kekasih dan akhirnya pasangan hidupnya.

Buat temenku yg sedang jatuh cinta..
Selamat yah.. karena cinta itu sangat indah. Semoga kalian selalu berbahagia.

Buat temanku yg sedang terluka karena cinta...
Hidup itu bagaikan roda yang terus berputar, satu saat akan berada di bawah dan hidup terasa begitu sulit, tetapi keadaan itu tidak untuk selamanya,
bersabarlah dan berdoalah karena cinta yang lain akan datang dan menghampirimu.

Buat temanku yang tidak percaya akan cinta...
buka hatimu jangan menutup mata akan keindahan yang ada di dunia maka cinta membuat hidupmu menjadi bahagia.

Buat temanku yang mendambakan cinta..
bersabarlah.. karena cinta yang indah tidak terjadi dalam sekejab.. Tuhan sedang mempersiapkan segala yang terbaik bagimu.

Buat temanku yang mempermainkan cinta....
Sesuatu yang begitu murni dan tulus bukanlah untuk dipermainkan. Cinta bukan suatu kehampaan. Semoga kalian berhenti mempermainkan cinta dan mulai merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.

Thursday, June 19, 2008

Tak ada yang tahu

Alkisah di suatu negeri burung, tinggallah bermacam-macam keluarga burung. Mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai dari yang bersuara lembut hingga yang bersuara menggelegar. Mereka tinggal di suatu pulau nun jauh di balik bukit pegunungan.

Sebenarnya selain jenis burung masih ada hewan lain yang hidup di sana. Namun sesuai namanya negeri burung, yang berkuasa dari kelompok burung. Semua jenis burung ganas, seperti, burung pemakan bangkai, burung Kondor, burung elang dan rajawali adalah para penjaga yang bertugas melindungi dan menjaga keselamatan penghuni negeri burung.

Burung-burung kecil bersuara merdu, bertugas sebagai penghibur. Kicau mereka selalu terdengar sepanjang hari, selaras dengan desau angin dan gesekan daun. Burung-burung berbulu warna warni, pemberi keindahan. Mereka bertugas bekeliling negri melebarkan sayapnya, agar warna-warni bulunya terlihat semua penghuni. Keindahan warnanya menimbulkan kegembiraan. Dan rasa gembira bisa menular bagai virus, sehingga semua penghuni merasa senang. Pada suatu ketika, seekor induk elang tengah mengerami telur-telurnya.
Setiap pagi elang jantan datang membawa makanan untuk induk elang. Akhirnya, di satu pagi musim dingin telur-telur mulai menetas. Ada 3 anak elang yang nampak kuat berdiri. Dua anak elang hanya mampu mengeluarkan kepalanya dari cangkang telur harus berakhir dalam paruh sang ayah.

Dengan tangkas, elang jantan mengoyak cangkang telur lalu mematuk-matuk calon anak yang tak jadi. Perlahan-lahan sang induk memberikan potongan-potongan tubuh anaknya ke dalam paruh mungil anak-anak elang. Kejam...? Ini hanya masalah kepraktisan. Untuk apa terbang dan mencari makan jauh-jauh jika ada daging bangkai di dalam sarang. Sebagai hewan, elang hanya mempunyai naluri dan akal tanpa nurani. Inilah yang membedakan manusia dan hewan.

Waktu berjalan terus, hari berganti hari. Anak-anak elang yang berbentuk jelek karena tak berbulu, kini mulai menampakkan keasliannya. Bulu-bulu halus mulai menutupi daging di tubuh masing-masing. Kaki kecil anak-anak elang sudah mampu berdiri tegak. Walau kedua sayapnya belum tumbuh sempurna.

Induk elang dan elang jantan, bergantian menjaga sarang. Memastikan tak ada ular yang mengincar anak-anak elang dan memastikan anak-anak elang tak jatuh dari sarang yang berada di ketinggian pohon.

Suatu pagi, saat induk elang akan mencari makan dan bergantian dengan elang jantan menjaga sarang. Salah seekor anak elang bertanya: "Kapankah aku bisa terbang seperti ayah dan ibu?"

Induk elang dan elang jantan tersenyum, bertukar pandang lalu elang jantan berkata: "Waktunya akan tiba, anakku. Jadi sebelum waktu itu tiba, makanlah yang banyak dan pastikan tubuhmu sehat serta kuat". Usai sang elang jantan berkata, induk elang merentangkan sayapnya lalu mengepakkan kuat-kuat.

Hanya dalam hitungan yang cepat, induk elang tampak menjauhi sarang.
Terlihat bagai sebilah papan berawarna coklat melayang di awan. Anak-anak elang, masuk di bawah sayap elang jantan. Mencari kehangatan kasih sang jantan. Waktu berjalan terus, musim telah berganti dari musim dingin ke musim semi. Seluruh permukaan pulau mulai menampakan warna-warni dedaunan. Bahkan sinar mentari memberi sentuhan warna yang indah.

Anak-anak elang pun sudah semakin besar dan sayapnya mulai ditumbuhi bulu-bulu kasar. Suatu ketika seeor anak elang berdiri di tepi sarang, ketika ada angin kencang, kakinya tak kuat mencengkram tepi sarang sehingga ia meluncur ke bawah. Induk elang langsung merentangkan sayang dan mendekati sang anak seraya berkata: "Rentangkan dan kepakan sayapmu kuat-kuat!"

Tapi rasa takut dan panik menguasai si anak elang karenanya ia tak mendengar apa yang dikatakan ibunya. Elang jantan menukik cepat dari jauh dan membiarkan sayapnya terentang tepat sebelum si anak mendarat di tanah. Sayap elang jantan menjadi alas pendaratan darurat si anak elang.

Si anak elang yang masih diliputi rasa panik dan takut tak mampu bergerak. Tubuhnya bergetar hebat. Induk elang, dengan kasih memeluk sang anak. Menyelipkan di bawah sayapnya dan memberikan kehangatan. Sesudah si anak tenang dan tak gemetar, induk elang dan elang jantan membawa si anak kembali ke sarang.

Peristiwa itu menimbulkan rasa trauma pada si anak elang. Jangankan berlatih terbang dengan merentangkan dan mengepakkan sayap. Berdiri di tepi sarang saja ia sangat takut. Kedua saudaranya sudah mulai terbang dalam jarak pendek. Hal pertama yang diajarkan induk dan elang dan elang jantan adalah berusaha agar tidak mendarat keras di dataran.

Lama berselang setelah melihat e dua saudaranya berlatih, si elang yang pernah jatuh bertanya pada ibunya:
"Adakah jaminan aku tidak akan jatuh lagi?"
"Selama aku dan ayahmu ada, kamilah jaminanmu!" jawab si induk elang dengan penuh kasih.
"Tapi aku takut!' ujar si anak
"Kami tahu, karenanya kami ta memaksa." Jawab si induk elang lagi.
"Lalu apa yang harus kulakukan agar aku beraai?" tanya si anak
"Untuk berani, kamu harus menghilangkan rasa takut!"
"Bagaimana caranya?"
"Percayalah pada kami!" Ujar elang jantan yang tiba-tiba sudah berada di tepi sarang.

Si anak diam dan hanya memandang jauh ke tengah lautan. Tiba-tiba si anak elang bertanya lagi.
"Menurut ibu dan ayah, apakah aku mampu terbang keseberang lautan?"

Dengan tenang si elang jantan berkata: "Anakku kalau kau tak pernah merentangkan dan mengepakkan sayapmu, kami tidak pernah tahu, apakah kamu mampu atau tidak. Karena yang tahu hanya dirimu sendiri!"

Lalu si induk elang menambahkan: "Mulailah dari sekarang, karena langkah kecilmu akan menjadi awal perubahan hidupmu. Semua perubahan di mulai dari langkah awal, anakku!"

Si anak elang diam tertegun, memandang takjub pada induk elang dan elang jantan. Kini ia sadar, tak ada yang tahu kemampuan dirinya selain dirinya sendiri. Kedua orang tuanya hanya memberikan jaminan mereka ada dan selalu ada, jika si anak memerlukan.

Didorong rasa bahagia akan cinta kasih orang tuanya, si elang kecil berjanji akan berlatih dan mencoba. Ketika akhirnya ia menggantikan elang jantan menjadi pemimpin keselamatan para penghuni negeri burung, maka tahulah ia, bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah di mulai saat tekad terbangun untuk melangkah. Sukses itu tak pernah ada kalau hanya sebatas tekad. Tapi tekad itu harus diwujudan dengan tindakan nyata walau di mulai dari langkah yang kecil.

Mulailah rentangkan dan kepakkan sayap kemampuanmu, maka dunia ada digenggamanmu!

Friday, June 06, 2008

They Need You!

Suatu hari seorang sahabat saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya.

Ketika teman saya sedang berbicara dengan beberapa ibu-ibu tua, tiba-tiba mata teman saya tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.

Lalu sang teman mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara.
Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.

Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus.

Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan biaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya.

Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya. Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.

Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan.

Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita di dalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu. Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?

Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan? Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya.

Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya.
Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengana kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil. Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.

Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat - sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.

Sejak itu sahabat saya selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang opa.

Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk berkunjung.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita.

Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ?

Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan menjadi seperti ini.

Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.

Jika kamu menerima e-mail ini berarti masih ada orang yang peduli kepadamu untuk mengingatkan jasa kedua orang tuamu.

When was the last time you chat to your parent?
THEY NEED YOU!

Tuesday, May 27, 2008

Cinta....Sepenggal Bait Tak Ter-artikan

Seperti sebuah tiupan angin, lembut dan mengantarkan kesejukan.

Angin, sesuatu hal yang abstrak tapi ketika dia sudah bertindak kasar, jangankan segundukan gunung pasir yang tinggi, bahkan gedung angkuh dan menara pencakar langit bisa luluh lantak tanpa sisa.

Demikian pula cinta, ia ditakdirkan sebagai satu benda tanpa bentuk, nama untuk beragam perasaan, judul untuk semua gemuruh hati, muara dari berjuta makna, wakil dari harapan tak terkira, kekuatan tak terartikan.

Kisah itu pun bermuara pada jatuh cinta, suatu peristiwa paling penting dalam sejarah kepribadian manusia sepanjang masa.

Cinta, mampu mengubah seorang pengecut jadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut, yang lemah jadi kuat.

Cinta merajut emosi manusia, begitu agung bahkan rumit sekaligus.

Maka syair Rabiah al adawiyah, Rumi, Iqbal Tagore, Kahlil Gibran, sampai legenda Romeo dan Juliet, Siti Nurbaya, Cinderella menjadi begitu abadi tersimpan di dalam lembar sejarah hidup manusia.

Bahkan penderitaan akibat kekecewaan kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya... seperti Gibran yang kadang terasa menikmati Sayap-sayapnya yang Patah.

Sebuah kisah dari sang raja yang galau karena sang putra mahkotanya ternyata seorang pemuda, apatis, dan tak berbakat.
Suatu saat raja mencoba mengubah pribadi putranya dengan kata kunci: "The power of love". Sang raja kemudian mendatangkan gadis-gadis cantik ke istananya. Istana pun seketika berubah menjadi taman: semua bunga mekar di sana. Dan terjadilah sesuatu yang diharapkan, putranya jatuh cinta dengan seseorang diantara mereka. Tapi kepada gadis itu raja berpesan, "Kalau puteraku menyatakan cinta padamu, bilang padanya ,"Aku tidak cocok untukmu, Aku hanya cocok untuk seseorang raja atau seseorang yang berbakat menjadi raja."

Benar saja, putera mahkota seketika tertantang. Maka ia pun mempelajari segala hal yang harus diketahui oleh seorang raja dan ia pun melatih diri menjadi seorang raja. Dan seketika luar biasa, bakat seorang raja meledak dalam dirinya. Ia bisa, ternyata ia bisa! Dan semua karena cinta.

Cinta telah bekerja dalam jiwanya, sempurna. Dan memang selalu begitu, menggali jiwa manusia ke dalam, terus mendalam, sampai mata air keluhuran hati ditemukannya. Maka dari sana menyeruak luar biasa semua potensi kebaikan dan keluhuran dalam dirinya. Dari sana, mata air keluhuran mengalir deras, membanjir dan desak mendesak hingga bermuara pada perbaikan watak dan penghalusan jiwa.

Cinta membuat manusia jadi manusia, dan memperlakukan manusia di tempat kemanusiaan yang tinggi.

Kalau cinta kita kepada Allah membuat kita mampu memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada manusia, hewan, tumbuhan atau apa saja, mendorong kita mempersembahkan semua kebaikan yang diperlukan untuk yang kita cintai. Dengan kata lain, cinta suci harus mampu membawa sesuatu yang dicintai pada kebaikan, pada hakikat cinta sejati, pada cinta Allah yang abadi. Jatuh cinta membuat manusia merendah, tapi sekaligus bertekad penuh untuk menjadi lebih terhormat.

"Kamu takkan pernah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata: cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa, tanpa gerak, tanpa daya hidup, tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat, bergerak tanpa henti, penuh vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri, angkara murka dan syahwat." (Annis Matta)

Seperti itu pulalah cinta bekerja ketika harus memenangkan Allah atas diri sendiri dan yang lain, atau memenangkan iman atas syahwat.

Sebuah kisah pemuda kufa ahli ibadah, hingga suatu saat ia jatuh cinta pada seorang gadis, dan cintanya berbalas. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat. Gadis itu bahkan menggoda kekasihnya,"Aku datang padamu, atau kuatur cara supaya kamu bisa menyelinap ke rumahku", begitu penjelasan sesatnya.

"Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!" itu jawaban sang pemuda sekaligus membuat sang gadis terhenyak. Pemuda itu memenangkan iman atas syahwatnya dengan kekuatan cinta. "Jadi dia masih takut pada Allah?", gumam sang gadis. Seketika ia tersadar, dan tiba-tiba dunia terasa kerdil di hadapannya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan diri untuk beribadah. Tapi cintanya pada pemuda tidak mati. Cintanya berubah menjadi rindu yang berkelana dalam jiwa dan do'a-do'anya. Tubuhnya luluh latak didera rindu, dan akhirnya ia meninggal.

Sang pemuda terhentak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan do'a-do'anya. Sampai suatu saat ia tertidur di atas pusara sang gadis. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya, cantik, sangat cantik. "Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku?" tanya sang gadis.

"Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana,"jawabnya sembari balik bertanya. "Aku di sini dalam surga yang abadi, dalam nikmat hidup tanpa akhir." Jawab sang gadis. "Do'akan aku, jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu denganmu", tanya pemuda lagi.

"Aku tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdo'a agar Allah menyatukan kita di surga, teruslah ibadah. Sebentar lagi engkau akan menyusulku," jawab sang gadis. Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya. Atas nama cinta, ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, atas nama cinta pula Allah akan mempertemukan mereka, dan cinta bekerja dengan cara itu.

Tersebutlah kisah Umar bin Abdul Azis, seorang ulama, seorang mujtahid. Ia besar di lingkungan istana megah bani Umayyah, dan hidup dengan gaya hidup mereka bukan gaya hidup ulama. Shalat jama'ah pun kadang ditinggalkannya, lantaran belum selesai menyisir rambut. Tapi begitu ia menjadi khalifah, ia pun bertaubat. Sejak itu ia bertekad untuk berubah dan mengubah dinasti bani Umayyah. "Aku takut pada neraka", katanya menjelaskan rahasia perubahannya pada Al-Zuhri.

Ia memulai perubahan besar dalam dirinya, istrinya, anak-anaknya, keluarga kerajaan, hingga seluruhnya. Kerja keras, walaupun hanya 2 tahun 5 bulan tapi membuahkan hasil luar biasa. Ia berhasil menggelar keadilan, kemakmuran dan kejayaan serta nuansa kehidupan zaman Khulafa'ur Rasyidin.

Tapi semuanya ada harganya, fisiknya anjlok..Saat itulah istrinya datang membawa kejutan besar; ia menghadiahkan seorang gadis kepada suaminya untuk dinikahi. Seorang gadis yang sudah lama dicintai dan sangat diinginkannya, begitu pun sebaliknya sang gadis.
Ironisnya, Fatimah istrinya, tidak pernah mengizinkan, atas nama cinta dan cemburu. Tapi sekarang justru sang istrinyalah yang membawa hadiah kepadanya. Fatimah hanya ingin memberikan dukungan moril kepada suaminya.

Itu saat terindah dalam hidup Umar, sekaligus saat paling mengharu biru.
Kenangan romantika sebelum perubahan, bangkit kembali dan menyalakan api cinta yang dulu pernah membakar segenap jiwa. Tapi saat cinta hadir di jalan pertaubatannya, ketika cita-cita perubahan belum usai ditunaikan.
Cinta dan cita bertemu muka dan bertarung dalam pelataran hati sang Pembaharu.

Apa yang salah kalau Umar menikahi gadis itu? Tidak ada! Tapi, "Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu," kata Umar.

Cinta yang terbelah dan tersublimasi di antara kesadaran hingga berakhir di puncak keagungan.
Umar memenangkan cinta yang lain., karena memang ada cinta di atas cinta.
Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda lain.

Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, "Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?. " Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, "Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!".

Cinta di atas cinta, dan adakah yang lebih mulia cintanya dari suatu Zat yang begitu mencintai kita?, yang tak pernah meninggalkan kita di saat kita galau dan bimbang. Cinta, semuanya atas nama cinta, bukanlah suatu hal yang salah apalagi tercela. Ia mampu mengangkat manusia menduduki posisi paling agung, ketika sang manusia mampu menempatkannya pada posisi terhormat di relung hatinya.

Allah memberikan kesempatan pada kita untuk menghirup dunia ini, itu atas cinta Allah pada kita. Allah telah menciptakan kita begitu sempurna, memberikan kita raga begitu rupa, memberikan kita waktu begitu raya, memberikan semuanya begitu berharga.

Allah pulalah yang selalu di sisi kita, melihat kita, mendengar kita, membimbing kita menuntun kita walau kita kadang luput untuk mengingat-Nya. Allah pulalah yang selalu hadir dalam kesendirian kita, di saat kita tersudut dalam keperihan, di saat kita terpuruk dalam kedukaan, di saat semua lupa pada kita.

Allah pulalah satu-satunya yang tak pernah mengecewakan kita atas sesuatu hal yang kita harap. Allah-lah satu-satunya yang Maha Pemberi terbaik bagi hamba-hambanya. Begitu besarnya cinta Allah kepada kita, tak tertandingi seluas langit dan bumi pun. Apakah kita, manusia, masih mampu menggantikan cinta-Nya dengan seorang hamba manapun yang lemah dan papa.....?

Sunday, May 11, 2008

Kata-kata Mutiara

Senyuman juga merupakan sebuah hadiah (kado), karena kau dapat berbagi kebahagiaan dengan siapa saja.

Memiliki tubuh namun tak beriman, ibarat perahu yang tak memiliki haluan. Memiliki kekayaan namun tak memiliki budi pekerti, ibarat pelita yang tak berminyak.

Lidah memang tidak bertulang, tetapi tidak banyak orang yang mampu mengendalikannya.

Rasa berkecukupan bukan diukur dari melimpahnya kekayaan, melainkan seberapa banyaknya keinginan.

Sekali memaafkan orang lain, maka rejeki pun sekali lebih besar banyak hanya dengan memperbesar pintu maaf, maka rejeki pun mengalir lebih besar.

Sebuah persahabatan tak dapat diperjual-belikan hanya bisa didapatkan dengan kesetiaan.

Banyak yang bisa memulai peperangan tetapi sedikit yang bisa mengakirinya.

Semakin sedikit orang berpikir, semakin banyak ia berbicara.

Bocor kecil bisa menenggelamkan kapal besar.

Ambillah bahan bakarnya, maka apinya akan padam sendiri.

Tidak ada yang mudah bagi orang yang tidak memiliki kemauannya.

Ketidakbahagiaan datang lewat ketakutan atau keinginan yang tidak terkendali

Monday, May 05, 2008

Mengucapkan Syukur

Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya. Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?"
Gadis itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Dia menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, "Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."

* * * * *

Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat yang paling menyakitkan.

Hidup adalah anugerah

Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar - Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa berbicara.

Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu - Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan.

Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu - Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta pasangan hidup.


Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.

Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu - Ingatlah akan seseorang yang begitu mengaharapkan kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.

Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai - Ingatlah akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.

Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh - Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk menempuh jarak yang sama.

Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu - Ingatlah akan para pengangguran, orang cacat dan mereka yang menginginkan pekerjaanmu.


Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain - Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan kita harus menghadap pengadilan Tuhan.

Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu - Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.

Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan isilah itu.

NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU TIDAK AKAN TERULANG LAGI!

Thursday, April 24, 2008

Hati Seorang Ayah

Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.

Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: "Ayah, mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.

Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya.

Anak wanita itu berguman : "Aku tidak mengerti."

Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran.

Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki."
Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah Ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"

Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."
Hanya itu jawaban Sang Bunda.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali.

Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.

"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, AKU membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. "

"Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "

"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "

"Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah di saat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya."

"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun di setiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. "

"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, di dalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya.

Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap.

Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara."

"Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi."

"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. "

"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggungjawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggungjawab ini adalah Amanah di Dunia & Akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh.

Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayanya.

" AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU, AYAH."

Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah...

Thursday, April 10, 2008

Mengapa semakin tidak ramah?

Pren, pernah merasa hampir gila gak selama tinggal di Jakarta.. Sabtu lalu, hal ini aku alami saat berbelanja di pasar tanah abang bersama anak dan suami. Wiken yang harusnya ku lalui dengan ceria setelah penat dengan rutinitas rumah, menjadi sebuah mimpi buruk. Sepulang dari pasar yang bangunannya sudah modern itu, mendadak aku jadi bisu, lemas, pokoknya shock berat…

Aku tidak mengerti apakah yang aku alami ini merupakan sebuah kelaziman yang harus dimaklumi… Tapi dari titik nadir yang paling dalam, aku berteriak, ini tidak benar.. ini adalah ketimpangan, ini adalah perubahan sosial yang sangat menyakitkan.

Dua kali aku menunggu lift, dua kali aku urung masuk, karena langsung diserobot oleh orang-orang yang begitu kesetanan berebut hendak masuk. Padahal jelas-jelas aku n keluarga tiba lebih awal di depan pintu lift dan menunggu dengan sabar. Mereka juga tidak memandang dan peduli kondisi kehamilanku dengan perut besar serta membawa anak kecil. Padahal yang menggunakan lift juga ibu2, tapi mereka tidak peduli.. Yang lebih miris lagi, lantai itu merupakan lantai masjid. Jadi bisa dbilang yang nunggu lift adalah orang-orang yang baru beribadah di masjid... Kalah bersaing dengan yang berebutan, aku memakai escalator dari lantai paling atas (lt 12) menuju lt 3.

Makan di food courtnya, aku juga diserobot 2 kali saat membeli kartu belanja dan saat menguangkannya kembali. Tapi untuk yang satu ini aku yang paling anti diserobot langsung protes..

Saat pulang, waktu itu pukul 4 sore yang merupakan waktu tutup pasar, parkiran sangat macet, mobil berjalan merayap. Tiba2 dari arah kanan, mobil sedan hitam nerobos tanpa bersalah mencoba mengambil tempat lebih dulu di depan mobil kita..Dia memang berhasil menerobos, tapi sejak itu tidak henti2 aku beristighfar (sambil ngomel juga..), dari awal datang sampai pulang, kok dizalimi terus..

Soal salip menyalip mobil, cerita ini menjadi konsumsi harianku setiap suami pulang kerja dan melaporkan kejadian pandangan mata (maupun pengalaman pribadinya); ''Ma, mobil kita kebeset. Ma, tadi hampir tabrakan..bla. .bla..bla. ..'' Alhamdulillah, sejak ditugaskan di Bdg, kantornya cuma 10 langkah dari tempat nginapnya. Aku jadi agak tenang karena cerita2nya yang ngegemasin gak terdengar lagi. Lagian dia bisa lebih konsen cari duit hehe..n gak nambah dosa karena suka ngedumel di jalanan.

Aku berusaha memaklumi, aku berpikir mungkin ini adalah gambaran ketertindasan masyarakat yang berasal dari developing country (kalau tidak mau disebut negara miskin). Ketertindasan, tekanan, dan kemiskinan, membuat setiap orang seperti diharuskan selalu berkompetisi untuk bertahan hidup. I should be the first otherwise I will be left behind. Padahal terkadang tidak tahu apa yang sedang dikejar (seperti mobil nyerobot itu)..la wong nyerobot gak nyerobot, gak juga bakal bisa lebih cepat.

Masih ingat kan waktu SD dulu bahkan sampai SMP ya, kita disuguh buku2 teks betapa kesantunan dan keramahan bangsa Indonesia tidak tertandingi oleh bangsa manapun. Maka, sudah patutlah bangga menjadi warga Indonesia yang gemah ripa loh jenawi ini.

Dalam praktiknya, kesantunan dan kesopanan malah banyak aku temukan saat sekolah di negeri orang. Contoh kecil adalah bagaimana mereka yang (yang bule-bule n cakep lagi), dengan senyum tentu, menanti sabar sambil membukakan pintu untuk orang-orang yang hendak masuk dan keluar bersamaan dengan dirinya. Di sini? Adduh jangan ditanya deh, anakku hampir benjol gara-gara seseorang menutup pintu di sebuah bank dengan tergesa tanpa peduli dengan yang di belakangnya.

Belanja di warung, kita gak perlu jerit-jerit minta perhatian supaya didahulukan. Cukup tunggu giliran (pelayannya tahu aja tuh siapa yang datang lebih dulu). Jadi gak perlu cemas bakalan diserobot, bahkan jika ada kesalahan, orang yang seharusnya tidak dilayani lebih dulu, ngasih tunjuk kalau seharusnya sayalah (misalnya) yang harus didahulukan. Kalau di sini, malah mikir wah mumpung nih, bodo amat..

Kata "terima kasih" juga bukan sesuatu yang mahal. Dalam kondisi apapun, "terima kasih" atau sapaan "halo" n "hai" (kenal gak kenal) menjadi nyanyian indah di setiap tempat..

Pernah suatu kali suami terbang menggunakan air asia. Tahu dong, begitu mo boarding, semua calon penumpang tiba2 jadi sprinter ulung. Ada seorang ibu kelihatan sangat bergegas, pokoknya dia telah berhasil melewati beberapa orang. Kebetulan, dekat suami duduk sepasang bule dan melihat kejadian itu. Mereka bergumam; "That's Indonesian".

Pren, mengapa kita menjadi mahluk yang tidak sabar dan tidak lagi ramah.. kesantunan juga mulai mengikis..semoga ini sepenggal kejadian burukku di hari sabtu kemarin. Dan terima kasih sudah berbagi mengurangi rasa gemes sekaligus keprihatinan.
(Rafianti)

--------------

komen dari empunya blog :
Mohon pikirkan tulisan ini dengan baik-baik.
Camkan bahwa kita tidak pernah maju bila kelakuan kita sehari-hari masih seperti ini.

Saturday, March 29, 2008

Aku tak Cinta

Cassie menunggu dengan antusias. Kaki kecilnya bolak-balik melangkah dari ruang tamu ke pintu depan. Diliriknya jalan raya depan rumah. Belum ada. Cassie masuk lagi. Keluar lagi. Belum ada. Masuk lagi. Keluar lagi. Begitu terus selama hampir satu jam. Suara si Mbok yang menyuruhnya berulang kali untuk makan duluan tidak digubrisnya. Pukul 18.30. Tinnn........... Tiiiinnnnn.............. !! Cassie kecil melompat girang! Mama pulang! Papa pulang! Dilihatnya dua orang yang sangat dicintainya itu masuk ke rumah.

Yang satu langsung menuju ke kamar mandi. Yang satu menghempaskan diri di sofa sambil mengurut-urut kepala. Wajah-wajah yang letih sehabis bekerja seharian, mencari nafkah bagi keluarga. Bagi si kecil Cassie juga yang tentunya belum mengerti banyak. Di otaknya yang kecil, Cassie cuma tahu, ia kangen Mama dan Papa, dan ia girang Mama dan Papa pulang.

"Mama, mama.... Mama, mama...." Cassie menggerak-gerakkan tangan Mama. Mama diam saja. Dengan cemas Cassie bertanya, "Mama sakit ya? Mananya yang sakit? Mam, mana yang sakit?" Mama tidak menjawab. Hanya mengernyitkan alis sambil memejamkan mata. Cassie makin gencar bertanya, "Mama, mama... mana yang sakit? Cassie ambilin obat ya? Ya? Ya?"

Tiba-tiba...
"Cassie!! Kepala mama lagi pusing! Kamu jangan berisik!" Mama membentak dengan suara tinggi. Kaget, Cassie mundur perlahan. Matanya menyipit. Kaki kecilnya gemetar. Bingung. Cassie salah apa?

Cassie sayang Mama... Cassie salah apa? Takut-takut, Cassie menyingkir ke sudut ruangan. Mengamati Mama dari jauh, yang kembali mengurut-ngurut kepalanya. Otak kecil Cassie terus bertanya-tanya: Mama, Cassie salah apa? Mama tidak suka dekat-dekat Cassie? Cassie mengganggu Mama? Cassie tidak boleh sayang Mama?

Berbagai peristiwa sejenis terjadi. Dan otak kecil Cassie merekam semuanya.

Maka tahun-tahun berlalu. Cassie tidak lagi kecil. Cassie bertambah tinggi. Cassie remaja. Cassie mulai beranjak menuju dewasa. TIN TIIIN ! Mama pulang. Papa pulang. Cassie menurunkan kaki dari meja. Mematikan TV. Buru-buru naik ke atas, ke kamarnya, dan mengunci pintu. Menghilang dari pandangan. "Cassie mana?". "Sudah makan duluan, Tuan, Nyonya."

Malam itu mereka kembali hanya makan berdua. Dalam kesunyian berpikir dengan hati terluka: Mengapa anakku sendiri, yang kubesarkan dengan susah payah, dengan kerja keras, nampaknya tidak suka menghabiskan waktu bersama-sama denganku? Apa salahku? Apa dosaku? Ah, anak jaman sekarang memang tidak tahu hormat sama orangtua! Tidak seperti jaman dulu.

Di atas, Cassie mengamati dua orang yang paling dicintainya dalam diam. Dari jauh. Dari tempat dimana ia tidak akan terluka.

Mama, Papa, katakan padaku, bagaimana caranya memeluk seekor landak?

*Disadur dari "Tulang Rusuk", oleh Michael, diadaptasi oleh Ev. Sugeng Wiguno*

Tuesday, March 18, 2008

Pelajaran dari Seekor Gajah

Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga berlibur ke provinsi Lampung, bersama isteri serta anak-anak sekedar untuk melihat dan mencoba menunggang gajah-gajah di sana. Menyaksikan mahluk terbesar yang ada di muka bumi ini merupakan hal yang sangat mengagumkan. Gajah adalah hewan mamalia yang lembut juga sangat kuat tenaganya. Seekor gajah jantan memiliki kekuatan dan mampu untuk menumbangkan sebuah pohon dan mengangkat batang kayu gelondongan hanya dengan menggunakan belalainya.

Satu hal yang mengejutkan adalah tidak adanya kandang untuk gajah. Mungkin kita dapat mengurung singa, beruang dan harimau tapi tidak pernah ada kandang untuk gajah. Mengapa bisa begini? Bagaimana cara menghalau mahluk yang sangat kuat ini dari niatan melarikan diri. Yang mereka lakukan hanya mengikatkan seutas tali (atau rantai tipis) ke kaki gajah dan mengikatnya ke sebuah batang yang ditancapkan ke tanah. Sekali kakinya sudah terikat, maka ia tidak akan mencoba melarikan diri lagi. Sekarang, apakah Anda pikir gajah tersebut tidak mampu menghancurkan rantai atau tali tersebut bila dia mau? tentu saja bisa dan mampu, bahkan bisa menumbangkan sebuah pohon.

Tapi mengapa dia tidak memutuskan tali tipis yang melingkar di kakinya?
Jawaban yang saya dapatkan dari para pawang gajah adalah dengan membiarkan gajah-gajah tersebut percaya bahwa dia tak bisa memutuskan tali tersebut. Keadaan ini berlangsung sejak kecil. Ketika seekor bayi gajah lahir dan masih terlalu lemah untuk berjalan bahkan berdiri, mereka (para pawang) mengikat kaki gajah kecil itu ke sebuah batang yang ditancapkan ke tanah. Dan dapat dipastikan ketika bayi gajah tersebut mencoba berlari menuju induknya, ia tidak dapat memutuskan tali tersebut.

Ketika ingin melarikan diri, tali itu akan menggenggam kaki gajah dan dia akan jatuh di atas tanah. Tidak jera, sang gajah akan berdiri dan mencoba kembali. Dia akan berlari menuju induknya hanya untuk mendapatkan kaki yang terikat dan badan yang terentak ke tanah. Setelah mengalami kesakitan yang berulang-ulang, suatu ketika, sang gajah tidak akan berusaha menarik rantai lagi. pada saat itu terjadi, para pawang tahu bahwa gajah tersebut telah terkondisi untuk terperangkap sepanjang hidupnya.

Saya benar-benar tertarik sekali dengan cerita sang pawang gajah, dan ketika saya menyaksikan bagaimana mahluk kuat ini diamankan hanya dengan rantai tipis yang seharusnya dengan mudahnya dapat diputuskan oleh sang gajah.

Analogi cerita di atas adalah saya menyaksikan, bagaimana orang-orang yang saya temui tiap hari mengalami keterperangkapan yang sama dengan keterbatasan keyakinan mereka dan kebiasaan yang dengan mudah dapat diubah namun tidak mereka lakukan. Sebagai manusia, kita sama seperti gajah dengan berbagai macam potensi untuk mendapatkan mimpi apapun yang kita inginkan, dari menjadi seorang jutawan sampai menjadi orang yang dapat membuat perbedaan di dunia. Namun, cukup banyak orang yang dengan kemampuannya tidak berani mengambil tindakan karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat melakukannya. Mereka kawatir bahwa yang mereka lakukan akan gagal total.

Bisa jadi sewaktu muda, mereka gagal dan jatuh berkali-kali sama seperti bayi gajah tersebut. Mungkin sewaktu mereka muda, orang tua mereka mengatakan mereka malas dan bodoh. Mungkin teman-teman mereka menjuluki mereka si pandir. Mungkin guru mereka pernah mengatakan mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Sebagai hasil dari keadaan masa lalu, orang-orang akan berpikir bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun.

Sama seperti gajah tersebut, mereka berpikir bila aku tidak bisa melakukannya di masa lalu bagaimana bisa aku melakukannya sekarang? Di masa lalu aku seorang yang pemalas, jadi bagaimana bisa aku menjadi orang pekerja keras. Di masa lalu aku tidak percaya diri, bagaimana aku bisa prcaya diri sekarang. Di masa lalu aku seorang yang menangkap pelajaran dengan lambat, sekarang bagaimana aku bisa menangkap pelajaran dengan cepat. Di masa lalu aku tidak bisa berbicara dengan baik, bagaimana aku bisa sekarang?

Apa yang tidak dilihat oleh orang-orang ini adalah bahwa masa lalu tidak sama dengan masa depan. Mereka tidak menyadari sama seperti gajah tersebut, mereka bukan orang yang sama lagi. Sang gajah tidak menyadari di masa lalu dia tidak memiliki kekuatan seperti yang ia miliki sekarang. Saya ingin Anda tahu bahwa tiap hari anda akan bangun menjadi orang yang berbeda. Orang yang semakin bertambah ilmu, pengalaman dan orang yang bijaksana. Tahukah Anda bahwa jutaan sel di tubuh kita mati setiap hari dan digantikan dengan yang baru.

Bila Anda telah membiarkan keyakinan dan kebiasaan yang lama merantai diri anda, bukankah sudah saatnya menggunakan tenaga anda sekarang untuk melepaskan diri dari penjara ketidakmampuan dan melangkah menuju kebebasan, sukses dan kemapanan yang memang berhak kita dapatkan.

Tuesday, March 11, 2008

Persahabatan

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya.

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan- dikecewakan, didengar- diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain,tetapi justru ia beriinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

Beberapa hal seringkali menjadi penghancur persahabatan antara lain:
1. Masalah bisnis UUD (Ujung-Ujungnya Duit)
2. Ketidakterbukaan
3. Kehilangan kepercayaan
4. Perubahan perasaan antar lawan jenis
5. Ketidak setiaan.

Tetapi penghancur persahabatan ini telah berhasil dipatahkan oleh sahabat-sahabat yang teruji kesejatian motivasinya.

Renungkan:
Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri.

"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita." - Anonim -

Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

Friday, February 29, 2008

Orang yang langka sekarang ini...

Selesai berlibur dari kampung, saya harus kembali ke Jakarta. Mengingat jalan tol yang juga padat, saya menyusuri jalan lama. Terasa mengantuk, saya singgah sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya. "Tidak Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas. dia berlalu.

Begitu pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Lebih kurang 20 menit kemudian saya melihat anak tadi menghampiri pelanggan lain, sepasang suami istri sepertinya. Mereka juga menolak, dia berlalu begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika menghampiri meja saya.

"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil menepuk-nepuk perut. Dia pergi, tapi cuma di sekitar restoran. Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang lalu dia tanya, "Tak mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak atau Ibu." Molek budi bahasanya.

Pemilik restoran itupun tak melarang dia keluar masuk restorannya menemui pelanggan. Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil. Anak itu saya lihat berada agak jauh di deretan kedai yang sama. Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Belum sempat saya menghidupkan mesin, anak tadi berdiri di tepi mobil.
Dia menghadiahkan sebuah senyuman. Saya turunkan kaca jendela. Membalas senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlukan kue saya untuk adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali sambil tersenyum.

Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan menyelak daun pisang penutupnya.

Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp 20.000,- padanya.
"Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli kue itu." Saya berkata ikhlas karena perasaan kasihan meningkat mendadak.
Anak itu menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan kembali ke kaki lima deretan kedai. Saya gembira dapat membantunya.

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah terperanjatnya saya melihat anak itu mengulurkan Rp 20.000,- pemberian saya itu kepada seorang pengemis yang buta kedua-dua matanya. Saya terkejut, saya hentikan mobil, memanggil anak itu.
"Kenapa Bang, mau beli kue kah?" tanyanya.

"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu. Emak marah kalau dia tahu saya mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah. Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua kah?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah saya kelu mau berkata. "Rp 25.000,- saja Bang...." Selepas dia memasukkan satu persatu kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan terima kasih dan terus pergi. Saya perhatikan dia hingga hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan, baru saya terpikir untuk bertanya statusnya. Anak yatim kah? Siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidiknya? Terus terang saya katakan, saya beli kuenya bukan lagi atas dasar kasihan, tetapi rasa kagum dengan sikapnya yang dapat menjadikan kerjanya suatu penghormatan. Sesungguhnya saya kagum dengan sikap anak itu. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya.

Sunday, February 24, 2008

Semangkok Bakmi

Pada malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Sue segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun.

Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.
Pemilik kedai melihat Sue berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu ia berkata "Nona, apakah engkau ingin semangkuk bakmi?"
"Tetapi, aku tidak membawa uang", jawab Sue dengan malu-malu.
"Tidak apa-apa. Aku akan mentraktirmu", jawab sang pemilik kedai. "Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu".

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi dengan sepiring sayuran. Sue segera makan beberapa suap dan kemudian air matanya mulai berlinang. "Ada apa Nak?" tanya si pemilik kedai.
"Ah, tidak apa-apa. Aku hanya terharu" jawab Sue sambil mengeringkan air matanya. "Bahkan, seorang yang baru aku kenal pun mau memberi aku semangkuk bakmi! Tetapi, Ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, langsung mengusir aku dari rumah. Ibu mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah. Sebaliknya, engkau, orang yang baru aku kenal ternyata begitu peduli dengan keadaanku. Jauh berbeda jika dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri" ujar Sue yang ternyata tidak mampu membendung gejolak isi hatinya.

Pemiliki kedai itu, setelah mendengar perkataan Sue, tampak menarik nafas panjang dan kemudian berkata, "Nona, mengapa engkau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini. Aku hanya memberimu semangkuk bakmi, dan untuk itu engkau pun menjadi sangat terharu. Coba bayangkan, Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu semenjak engkau masih kecil hingga akhirnya beranjak dewasa. Mengapa engkau tidak berterima kasih kepadanya? Malah, engkau bertengkar dengan beliau".

Sue terhenyak mendengar perkataan tadi. "Mengapa aku tidak berpikir tentang hal tersebut ? Untuk semangkuk bakmi dari seseorang yang baru aku kenal, aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada Ibuku yang telah memasak selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan, hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengan Ibu", renung Sue dalam hati.

Sue pun segera menghabiskan bakmi tersebut dengan cepat. Lalu, ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus dia ucapkan kepada Ibunya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengatakan "Ibu, aku minta maaf, aku tahu bahwa aku memang bersalah. Maafkan aku."

Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ternyata sang Ibu telah mencari Sue ke semua tempat. Ketika ia bertemu dengan Sue, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah "Sue, cepatlah masuk. Ibu telah menyiapkan makan malam. Segeralah kamu makan makanan itu, akan menjadi dingin jika kamu tidak memakannya sekarang", ujar sang Ibu sambil tersenyum.

Pada saat itu, Sue tidak dapat menahan air matanya dan ia pun menangis sejadi-jadinya di pangkuan sang Ibu. "Ibu, maafkan aku" kata Sue sambil terisak.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk sebuah pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi, kepada orang yang sangat dekat kepada kita, khususnya orangtua kita, kita harus ingat bahwa kita hendaknya berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

Tuesday, February 19, 2008

Kisah Bajuri dan Malaikat.

Seorang penjual minyak goreng keliling seperti biasa menjajakan dagangannya di tepian Sungai Citarum. "Nyak nyak minyaaaaaaaak," teriaknya.

Di jalanan menurun tiba-tiba gerobaknya yang penuh dengan botol minyak tergelincir ke Sungai Citarum. Plung... lap... Tenggelam deh gerobaknya...

Huuuuu... huuuu... menangislah dia... "Harus kuberi makan apa istriku nanti... huuu..."

Tiba-tiba seorang Malaikat yang baik hati muncul dan bertanya : "Hai, Bajuri ... Ada apa gerangankah sehingga engkau menangis begitu?"
Ternyata namanya BAJURI... tahu juga ya itu Malaikat...

"Oh, Malaikat, gerobak minyak goreng saya tergelincir ke sungai ..."
"Baiklah ... aku akan ambilkan untukmu ..."

Tiba-tiba Malaikat itu menghilang dan muncul lagi dengan sebuah kereta kencana dari emas, penuh dengan botol dari intan...

"Inikah punyamu?" tanya Malaikat.
"Bukan... Gerobakku tidak sebagus itu... Mana mungkin penghasilan saya yang 6 juta sebulan bisa beli kereta kencana? Itu pun sudah ditambah komisi penjualan yang cuma sedikit"

Malaikat itu pun menghilang lagi dan muncul dengan sebuah kereta perak dengan botol dari perunggu.

"Inikah punyamu?" tanyanya lagi.
"Bukan, hai Malaikat yang baik... Punyaku cuma dari besi biasa... botolnya juga botol biasa ..."

Lalu Malaikat itu pergi lagi... Dan kali ini kembali dengan gerobak dan botol Si Bajuri.

"Inikah punyamu?"
"Alhamdulillah... Benar ya Malaikat. Terima kasih sekali engkau telah mengambilkannya untukku".

Malaikat berkata, "Engkau jujur sekali, ya Bajuri. Untuk itu sebagai hadiah, aku berikan semua kereta dan botol tadi untukmu ..."

"???????? Alhamdulillah... Terima kasih ya Allah... Terima kasih ya Malaikat ..."

Moral of the story :
Hiduplah dengan kejujuran. Insya Allah dibalas dengan setimpal.

Friday, February 15, 2008

Kisah Rabita dan Tukang Sampah

Rabita disuruh mama buang sampah. Rabita membawa 1 kantung sampah yang penuh. Sewaktu dia lagi menaruh di bak sampah, datang tukang sampah yang kebetulan ada jadwal mengambil sampah. Rabita langsung melempar kantung sampahnya, menutup hidung dan langsung lari ke rumahnya.

Mama melihat hal itu dari balik jendela, lalu mama menghampiri Rabita, membelai rambut panjang rabita dan mencium kening Rabita, "Bita sayang, kemarin paman di komplek sebelah bercerita, 2 hari yang lalu sampah di rumahnya bertumpuk sebab tidak ada tukang sampah yang mengambilnya," kata mama.

"Kenapa begitu ma? Kenapa tukang sampah tidak ambil?" tanya Rabita.

"Sebab banyak tukang sampah pulang kampung menjelang idul fitri," jawab Mama.

"Karena banyak sampah, akhirnya banyak lalat di sekitar sana, lalu pak lurah menghimbau warga agar mengikat sampah dengan plastik kuat-kuat agar tidak menyebar baunya sehingga tidak mengumpul," lanjut Mama.

"Ternyata bila tanpa tukang sampah, lingkungan kita jadi berantakan," tukas Bita.

"Tukang sampah itu berjiwa mulia, Bita. Beliau-beliau itu mau melakukan tugas itu walaupun itu sangat bau dan jorok, bahkan mendapat hinaan dari orang lain," tambah Mama.

"Tapi Ma, mereka kerja karena mereka tidak ada pekerjaan lain, dan mereka memang digaji untuk itu," bantah Bita.

"Bita, setiap manusia ada harkat, derajat dan martabat. Kita tidak boleh hanya karena pekerjaan seseorang, kita langsung memandang rendah pada orang itu. Apalagi tukang sampah bukanlah pekerjaan yang diidamkan tiap orang, tapi tetap sama berharganya, malah mulia, tanpa mereka lingkungan kita terganggu," jelas Mama.

Lalu mama meninggalkan Rabita. Rabita mulai berpikir tentang perkataan Mama dan ia pun menyesali perbuatannya tadi.

Keesokan harinya, Rabita disuruh buang sampah lagi oleh mamanya. Kebetulan tukang sampah lewat. Kali ini rabita tidak melempar kantung sampahnya dan tidak menutup hidung. Diberikan senyuman pada tukang sampah sambil menyapa,"Pagi, pak!".

Tukang sampah membalas, "Pagi juga non, mari sini sampahnya kasih ke bapak".

"Terima kasih banyak yah pak, tanpa bantuan bapak, lingkungan sini tidak akan menjadi bersih,"kata Rabita.

"Ah, si non, biasa aja, ini kan sudah pekerjaan saya. Non masuk deh, nanti bau lagi kalo dekat-dekat bapak," lanjut tukang sampah.

"Pak, jangan begitu. Di mata Tuhan tidak ada beda, kita semua sama, walaupun bau tapi hati bapak begitu lapang dada." sahut Rabita.

"Saya permisi dulu non," kata tukang sampah dengan muka berseri-seri.

Mama tersenyum di balik jendela.

Tuesday, February 05, 2008

Sepuluh Tipe Cowok

1. Si Sombong
Pria semacam ini hobinya menyombongkan kelebihannya.Boleh aja sih Narsis,tapi kayaknya gak penting banget 1st date udah nyombongin deretan mobil yang ada digarasi, tempat-tempat yang pernah didatengin diluar negeri, atau berapa cewek yang pernah dikencani dalam beberapa waktu dini.Apalagi kalo sambil membandingkan sama orang lain, bisa-bisa pasangan date bisa menguap sebelum kencan berakhir.

2. Si Jorok
First date gak ada salahnya kok kerja keras buat merapihkan penampilan. Sisir rambut, dan jangan lupa mandi dan sikat gigi. Kayaknya gak perlu diajarin lagi deh kalo 1st date itu nentuin banget keberhasilan kencan-kencan berikutnya. Kalo kamu termasuk cowok cuek berbaju lecek,rambut berantakan,bau matahari, ya... jangan heran kalo dia menghindar diajak kencan bareng kamu lagi.

3. Si Kasar
Ketika makan diresto atau ngunjungin tempat umum, pastiin deh kalo Kamu bersikap ramah sama pelayan dan petugas parkir. Kalo kamu keliatan kasar, Arogan, dan emosional sama orang lain, pasti cewek mana juga bakalan mikir ribuan kali buat "jadi" sama kamu. Kita-kita bakalan mikir "Gila... sama orang lain aja kasar,gimana nanti sama gw?"

4. Si Pelit
Nah ini dia tipe yang paling dibenci sama cewek!!! padahal kan Gak Ada salahnya buat Traktir temen date anda dikencan pertama, bahkan sebagian cewek gak keberatan kok buat membagi dua tagihan bon restoran dengan anda. Tapi kalo dari awal udah keliatan perhitungan, harga diri kamu bakalan jatuh banget dimata 'kita'. Kita-kita gak bisa ngebayangin deh gimana jadinya hidup bersama pria yang semasa hidup cuma bisa menguntit tiap Rp uangnya.Biasanya kita bakalan nilai dari tempat makan pada 1st
date. Tau dirilah, masa iya kencan pertama makan diwarung pangsit??

5. Si Agresif
Jangan buru-buru menggandeng tangan kalo belom ada respon positif. Liat respon, cari sela, baru boleh bertindak. Maen gandeng sembarangan bisa kena tampar lho!! enak aja, baru kencan pertama udah megang2 kan gak etis. Bikin ill-feel ajah!!.

6. Si Penilai
Baru satu jam kencan kamu lalu berkata "oh, aku tau kamu itu tipe cewek yang...." Hehe kayaknya yang satu ini ditunda dulu deh sampe kencan ke-2 atau ke-3. Kalo penilaian kamu salah bisa bikin kita tersinggung lho!!

7. Si Ribet
Kencan pertama tuh saatnya saling mengenal.Tapi Apa jadinya yah kalo kamu sibuk sama telepon dan sms? Kalo emang kamu gak bisa memusatkan perhatian sama dia, mungkin aja sebenarnya kamu gak tertarik padanya.
kalo emang serius ya udah, tinggalkan sejenak keribetan anda ketika sedang bersamanya.

8. Si Bussinesman
Baru kenal udah ngomongin bisnis terus. Ya MLM lah Bisnis lah... kapan romantisnya? bisa-bisa kencan yang romantis jadi ajang bisnis. Gak ada salahnya bersemangat mengembangkan bisnis, tapi pilih waktu yang tepat buat menceritakan semua itu dan bukan dikencan pertama. kenali dia lebih jauh dulu sebelum menawarkan bisnis apa yang cocok buat dia.

9.Si gugup
Gak mau natap teman kencannya, kalo bicara terbata-bata, nggal fokus kalo diajak bicara, nah ini dia tanda sigugup. Wanita senang sama cowok yang percaya diri. Yakinkan pada diri sendiri kalau semuanya akan baik-baik saja.

10. Si tukang mengeluh
Dikit-dikit ngeluh Pusinglah, pilek, capek, bos marah-marah, semua serba susah. Lama-lama pasangan date bakalan Bt dengerin keluhan-keluhan kamu.. hei, it's first date bukan konsultasi psikolog. Capek deh...

Monday, January 28, 2008

Permennya lupa dimakan

Alkisah ada dua orang anak laki-laki, Bob dan Bib, yang sedang melewati lembah permen lolipop. Di tengah lembah itu terdapat jalan setapak yang beraspal. Di jalan itulah Bob dan Bib berjalan kaki bersama. Uniknya, di kiri-kanan jalan lembah itu terdapat banyak permen lollipop yang berwarni-warni dengan aneka rasa. Permen-permen yang terlihat seperti berbaris itu seakan menunggu tangan-tangan kecil Bob dan Bib untuk mengambil dan menikmati kelezatan mereka.

Bob sangat kegirangan melihat banyaknya permen lolipop yang bisa diambil. Maka ia pun sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut. Ia mempercepat jalannya supaya bisa mengambil permen lolipop lainnya yang terlihat sangat banyak didepannya. Bob mengumpulkan sangat banyak permen lolipop yang ia simpan di dalam tas karungnya. Ia sibuk mengumpulkan permen-permen tersebut tapi sepertinya permen-permen tersebut tidak
pernah habis maka ia memacu langkahnya supaya bisa mengambil semua permen yang dilihatnya.

Tanpa terasa Bob sampai di ujung jalan lembah permen lolipop. Dia melihat gerbang bertuliskan "Selamat Jalan". Itulah batas akhir lembah permen lolipop. Di ujung jalan, Bob bertemu seorang lelaki penduduk sekitar. Lelaki itu bertanya kepada Bob, "Bagaimana perjalanan kamu di lembah permen lolipop? Apakah permen-permennya lezat? Apakah kamu
mencoba yang rasa jeruk? Itu rasa yang paling disenangi. Atau kamu lebih menyukai rasa mangga? Itu juga sangat lezat." Bob terdiam mendengar pertanyaan lelaki tadi. Ia merasa sangat lelah dan kehilangan tenaga. Ia telah berjalan sangat cepat dan membawa begitu banyak permen lolipop yang terasa berat di dalam tas karungnya. Tapi ada satu hal yang
membuatnya merasa terkejut dan ia pun menjawab pertanyaan lelaki itu, "Permennya saya lupa makan!"

Tak berapa lama kemudian, Bib sampai di ujung jalan lembah permen lolipop.

"Hai, Bob! Kamu berjalan cepat sekali. Saya memanggil-manggil kamu tapi kamu sudah sangat jauh di depan saya." "Kenapa kamu memanggil saya?" tanya Bob. "Saya ingin mengajak kamu duduk dan makan permen anggur bersama. Rasanya lezat sekali. Juga saya menikmati pemandangan lembah, indah sekali!" Bib bercerita panjang lebar kepada Bob. "Lalu tadi ada seorang kakek tua yang sangat kelelahan. Saya temani dia berjalan. Saya
beri dia beberapa permen yang ada di tas saya. Kami makan bersama dan dia banyak menceritakan hal-hal yang lucu. Kami tertawa bersama." Bib menambahkan.

Mendengar cerita Bib, Bob menyadari betapa banyak hal yang telah ia lewatkan dari lembah permen lolipop yang sangat indah. Ia terlalu sibuk mengumpulkan permen-permen itu. Tapi pun ia sampai lupa memakannya dan tidak punya waktu untuk menikmati kelezatannya karena ia begitu sibuk memasukkan semua permen itu ke dalam tas karungnya.

Di akhir perjalanannya di lembah permen lolipop, Bob menyadari suatu hal dan ia bergumam kepada dirinya sendiri, "Perjalanan ini bukan tentang berapa banyak permen yang telah saya kumpulkan. Tapi tentang bagaimana saya menikmatinya dengan berbagi dan berbahagia." Ia pun berkata dalam hati, "Waktu tidak bisa diputar kembali." Perjalanan di lembah lollipop
sudah berlalu dan Bob pun harus melanjutkan kembali perjalanannya.

Dalam kehidupan kita, banyak hal yang ternyata kita lewati begitu saja. Kita lupa untuk berhenti sejenak dan menikmati kebahagiaan hidup. Kita menjadi Bob di lembah permen lolipop yang sibuk mengumpulkan permen tapi lupa untuk menikmatinya dan menjadi bahagia.

Pernahkan Anda bertanya kapan waktunya untuk merasakan bahagia? Jika saya tanyakan pertanyaan tersebut kepada para klien saya, biasanya mereka menjawab, "Saya akan bahagia nanti... nanti pada waktu saya sudah menikah... nanti pada waktu saya memiliki rumah sendiri... nanti pada saat suami saya lebih mencintai saya... nanti pada saat saya telah meraih semua impian saya... nanti pada saat penghasilan sudah sangat besar... "

Pemikiran 'nanti' itu membuat kita bekerja sangat keras di saat 'sekarang'. Semuanya itu supaya kita bisa mencapai apa yang kita konsepkan tentang masa 'nanti' bahagia. Terkadang jika saya renungkan hal tersebut, ternyata kita telah mengorbankan begitu banyak hal dalam
hidup ini untuk masa 'nanti' bahagia. Ritme kehidupan kita menjadi sangat cepat tapi rasanya tidak pernah sampai di masa 'nanti' bahagia itu. Ritme hidup yang sangat cepat... target-target tinggi yang harus kita capai, yang anehnya kita sendirilah yang membuat semua target itu... tetap semuanya itu tidak pernah terasa memuaskan dan membahagiakan.

Uniknya, pada saat kita memelankan ritme kehidupan kita; pada saat kita duduk menikmati keindahan pohon bonsai di beranda depan, pada saat kita mendengarkan cerita lucu anak-anak kita, pada saat makan malam bersama keluarga, pada saat kita duduk bermeditasi atau pada saat membagikan beras dalam acara bakti sosial tanggap banjir; terasa hidup menjadi lebih indah.

Jika saja kita mau memelankan ritme hidup kita dengan penuh kesadaran; memelankan ritme makan kita, memelankan ritme jalan kita dan menyadari setiap gerak tubuh kita, berhenti sejenak dan memperhatikan tawa indah anak-anak bahkan menyadari setiap hembusan nafas maka kita akan menyadari begitu banyak detil kehidupan yang begitu indah dan bisa disyukuri. Kita akan merasakan ritme yang berbeda dari kehidupan yang ternyata jauh lebih damai dan tenang. Dan pada akhirnya akan membawa kita menjadi lebih bahagia dan bersyukur seperti Bib yang melewati perjalanannya di lembah permen lolipop.

Monday, January 07, 2008

Jangan Berhenti Berbuat Baik

Dia hampir saja tidak melihat wanita tua yang berdiri di pinggir jalan itu, tetapi dalam cahaya berkabut ia dapat melihat bahwa wanita tua itu membutuhkan pertolongan. Lalu ia menghentikan mobil Pontiacnya di depan mobil Mercedes wanita tua itu, lalu ia keluar dan menghampirinya.

Walaupun dengan wajah tersenyum wanita tua itu tetap merasa khawatir, karena setelah menunggu beberapa jam tidak ada seorang pun yang menolongnya. Apakah lelaki itu bermaksud menyakitinya?

Lelaki tersebut penampilanya tidak terlalu baik, ia kelihatan begitu memprihatinkan. Wanita tua itu dapat merasakan kalau dirinya begitu ketakutan, berdiri sendirian dalam cuaca yang begitu dingin, sepertinya lelaki tersebut tahu apa yang ia pikirkan. Lelaki itu berkata "Saya kemari untuk membantu anda bu, kenapa anda tidak menunggu di dalam mobil bukankah di sana lebih hangat? oh ya nama saya Bryan ..."

Yach memang dia sudah terlalu lelah apalagi untuk wanita setua dirinya, hal ini benar-benar terasa berat. Bryan masuk kedalam kolong mobil wanita tua itu untuk memperbaiki yang rusak.

Akhirnya ia selesai, tetapi dia kelihatan begitu kotor dan lelah, wanita tua itu membuka kaca jendela mobilnya dan berbicara kepadanya. Ia berkata bahwa ia dari St Louis dan kebetulan lewat jalan ini. Dia merasa tidak cukup kalau hanya mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Wanita tua itu berkata berapa yang harus ia bayar, berapapun jumlahnya yang ia minta tidak menjadi masalah, karena ia membayangkan apa yang akan terjadi jika lelaki tersebut tidak menolongnya.

Bryan hanya tersenyum. Bryan tidak mengatakan berapa jumlah yang harus dibayar, karena baginya menolong orang bukanlah suatu pekerjaan. Ia yakin apabila menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan tanpa suatu imbalan suatu hari nanti Tuhan pasti akan membalas amal perbuatanya.

Ia berkata kepada wanita tua itu : "Bila dirimu benar-benar ingin membalas jasanya, suatu saat nanti apabila melihat seseorang yang membutuhkan pertolongan maka tolonglah orang tersebut ... dan ingatlah pada saya" . Bryan menunggu sampai wanita tua itu menstater mobilnya dan menghilang dari pandangan.



Setelah berjalan beberapa mil wanita tua itu melihat kafe kecil, lalu ia mampir kesana untuk makan dan beristirahat sebentar. Seorang pelayan wanita datang dan memberikan handuk bersih untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Wanita tua itu memperhatikan bahwa sang pelayan sedang hamil, dan ia masih begitu muda. Lalu ia teringat kepada Bryan..

Setelah wanita tua itu selesai makan dan sang pelayan sedang mengambil kembalian untuknya, wanita tua itu pergi keluar secara diam-diam.

Setelah kepergiannya sang pelayan kembali, pelayan itu bingung kemana wanita tua itu pergi, lalu ia menemukan secarik kertas di atas meja dan uang $1000. Ia begitu terharu setelah membaca apa yang ditulis oleh wanita tua itu : "Kamu tidak berhutang apapun pada saya karena seseorang telah menolong saya, oleh karena itulah saya menolong kamu, maka inilah yang harus kamu lakukan : "Jangan pernah berhenti untuk memberikan cinta dan kasih sayang".

Malam ketika ia pulang dan pergi tidur, ia berfikir mengenai uang dan apa yang ditulis oleh wanita tua itu. Bagaimana wanita itu bisa tahu kalau ia dan suaminya sangat membutuhkan uang untuk menanti kelahiran bayinya?

Ia tahu bagaimana suaminya sangat risau mengenai hal ini, lalu ia memeluk suaminya yang terbaring disebelahnya dan memberikan kecupan yang lembut sambil berbisik : "Semuanya akan baik-baik saja, I Love You Bryan".

Segala sesuatu yang berputar akan selalu berputar. Namun ingatlah satu hal : "Jangan pernah berhenti untuk berbuat baik"