Search This Blog

Wednesday, August 24, 2005

Teman adalah hadiah dari Yang Di Atas buat kita.

Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek.

Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang menarik.
Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau
kepribadian yang biasa saja, atau malah menjengkelkan.

Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek.

Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah
sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya, ketika
kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam saling
bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa
bersama.. Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.

Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka.
Begitu dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak
mampu lagi mencintai, justru karena ia tidak merasakan
cinta dalam hidupnya.

Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap
penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dll.
Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba
menghindar dari mereka.

Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKANlah karena
mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya
memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta
kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan keberanian
kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang
memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang
terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa kita
mengajak seseorang yang takut air berenang bersama? <>Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena
mereka tidak mau berlari atau berenang bersama kita. Mereka
tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau
mereka takut air", mereka akan bilang bahwa mereka tidak
suka berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan dll.

It's a defense mechanism. Itulah cara mereka mempertahankan diri.

Mereka tidak akan bilang:
Aku tidak bisa menari"
Aku membutuhkan kamu"
Aku kesepian"
Aku butuh diterima"
Aku ingin didengarkan"

Mereka akan bilang:
"Menari itu tidak menarik."
"Tidak ada yang cocok denganku."
"Teman-temanku sudah lulus semua"
"Aku ini buruk, siapa yang bakal tahan denganku.."
"Kisah hidupku membosankan.."

Mereka semua hadiah buat kita, entah bungkusnya bagus atau jelek, entah isinya bagus atau jelek. Dan jangan tertipu oleh kemasan.
Hanya ketika kita bertemu jiwa-dengan-jiwa, kita tahu hadiah sesungguhnya yang sudah disiapkanNya buat kita.

Berikanlah makna di dalam kehidupan Anda bukan hanya untuk diri Anda sendiri saja melainkan juga untuk membahagiakan sesama manusia di dalam lingkungan kehidupan Anda. Berikanlah waktu Anda dengan digabung oleh rasa kasih!

Seorang sahabat sama seperti satu permata yg tak ternilai harganya.
Seorang kawan bisa membuat kita ceria, membuat kita terhibur.
Mereka meminjamkan kupingnya kepada kita pada saat kita membutuhkannya.
Mereka bersedia membuka hati maupun perasaannya untuk
berbagi suka dan duka dgn kita pada saat kita membutuhkannya.

Maka dari itu janganlah buang waktu yg Anda miliki,janganlah sia2 akan waktu yg sedemikian berharganya.
Bagikanlah sebagian dari waktu yg Anda miliki untuk seorang kawan.
Pasti waktu yg Anda berikan tersebut akan berbalik kembali seperti juga satu lingkaran walaupun terkadang kita tidak tahu dari mana dan dari siapa datangnya.

Tuesday, August 16, 2005

Mencari Jarum Kehidupan

Di suatu senja tampak Mak Belon celingak-celinguk di halaman rumahnya. Ia kelihatan bingung seperti sedang mencari sesuatu. Tetangga yang melihat tingkah laku Mak Belon pun menjadi ikut resah. Mereka akhirnya tak tahan untuk tidak mendekatinya.

"Mak Belon barangkali kami bisa menbantu. Rasanya anda sedang mencari sesuatu?"
"Terima kasih," sahut Mak Belon, "aku sedang kehilangan sebuah jarum."

Para tetangga menjadi maklum. Mak Belon memang seorang
penjahit, tentu saja sebuah jarum mempunyai arti yang sangat penting baginya. Apalagi mungkin ia harus menyelesaikan pekerjaannya malam ini.

Dalam sekejap saja para tetangga mulai bergerombol di halaman rumah Mak Belon. Seluruh halaman mereka sisir jengkal demi jengkal namun jarum itu tak jua mereka temukan.
Tak sabar akhirnya seorang dari mereka
berujar, "Mak Belon, hari semakin gelap kita harus segera bisa menemukannya. Mungkin anda bisa menunjukkan di daerah sekitar mana jatuhnya jarum tersebut sehingga kita bisa menjadi lebih terarah?"

Dengan lugu Mak Belon menjawab : "Jarum tersebut
sebenarnya jatuh di dalam rumah, bukan di halaman ini. Karena keadaan di dalam rumah agak gelap sedang di halaman jauh lebih terang. Kupikir dengan mencari di luar kita akan lebih mudah menemukannya!".

Serentak para tetangga terperangah, geli bercampur
dongkol. Bagaimana mungkin jarum yang hilang di dalam rumah dicarinya di halaman. "Dasar......!" gerutu para tetangga.

Cerita diatas atau versi sejenis mungkin sudah pernah anda baca.
Pertama kali saya membaca cerita ini, saya
hanya menanggapinya sebagai humor semata. Mungkin andapun akan terbahak-bahak menanggapinya, mungkin pula anda tersenyum simpul atau bahkan tak bereaksi apapun. Tapi anda yang mempunyai "kesadaran" tentu akan tersenyum kecut.

Cerita ini merupakan adaptasi dari cerita Rabiah Al-Adawiah, seorang mistik sufi wanita.
Cerita ini merupakan sindiran kepada kita semua, saya dan anda yang tak sadar, yang mencari "jarum kehidupan" di luar diri kita. Kalau jarum Mak Belon berfungsi menyatukan kain-kain menjadi pakaian, "jarum kehidupan" bukanlah sembarang jarum. Jarum ini berfungsi menjahit cara pandang kita pada kehidupan yang beraneka ragam menjadi satu kesadaran yang utuh.

Kitab suci dari agama apapun pasti memuat ayat yang esensinya menyatakan "carilah jarum kehidupan di dalam dirimu". Tetapi kita semua sudah terbiasa mencarinya di luar diri kita. Entah memang tak sadar atau sadar tapi pura-pura tidak tahu.

Memang cahaya yang ada diluar sungguh lebih terang bila dibanding pelita yang ada di dalam hati kita, pelita yang ada di dalam diri kita.

Sekarang beranikah anda meniti ke dalam diri dengan setitik cahaya ini?

Monday, August 15, 2005

JANGAN MELIHAT KE BELAKANG

Niccolo Paganini, seorang pemain biola yang terkenal di
abad 19, memainkan konser untuk para pemujanya yang memenuhi
ruangan. Dia bermain biola dengan diiringi orkestra penuh.

Tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin
mulai membasahi dahinya tapi dia meneruskan memainkan
lagunya. Kejadian yang sangat mengejutkan senar biolanya yang
lain pun putus satu persatu hanya meninggalkan satu senar, tetapi
dia tetap main. Ketika para penonton melihat dia hanya
memiliki satu senar dan tetap bermain, mereka berdiri dan
berteriak,"Hebat, hebat."

Setelah tepuk tangan riuh memujanya, Paganini menyuruh
mereka untuk duduk. Mereka menyadari tidak mungkin dia dapat
bermain dengan satu senar. Paganini memberi hormat pada para
penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra untuk meneruskan
bagian akhir dari lagunya itu.

Dengan mata berbinar dia berteriak, "Peganini dengan satu
senar" Dia menaruh biolanya di dagunya dan memulai memainkan
bagian akhir dari lagunya tersebut dengan indahnya. Penonton
sangat terkejut dan kagum pada kejadian ini.

Renungan :

Hidup kita dipenuhi oleh persoalan, kekuatiran, kekecewaan
dan semua hal yang tidak baik. Secara jujur, kita seringkali
mencurahkan terlalu banyak waktu mengkonsentrasikan pada
senar kita yang putus dan segala sesuatu yang kita tidak dapat
ubah.

Apakah anda masih memikirkan senar-senar Anda yang putus
dalam hidup Anda? Apakah senar terakhir nadanya tidak indah
lagi?
Jika demikian, janganlah melihat ke belakang, majulah
terus, mainkan senar satu-satunya itu. Mainkanlah itu dengan
indahnya.

Wednesday, August 03, 2005

CUCILAH TANGANMU !!!!

Tigapuluh tiga laki-laki yang pipis di salah satu toilet Jakarta Hilton Convention Center(JHCC), Jakarta, Jumat (15/6), diamati. Dari tiap 10 orang, delapan di antaranya tak mencuci tangan sehabis pipis. Delapan orang inilah yang mendistribusikan bakteri salmonella, campylobacter, dan E coli ke orang-orang lain lewat jabat tangan, genggaman sayang, atau sentuhan. Apa dampaknya? Dia melenggang keluar dari toilet di sebelah kanan JHCC. Berdasi dan berjas. Seorang wanita menunggu di pintu masuk pameran komputer yang tengah digelar di tempat itu. Mereka ke dalam saling berpegangan tangan. Keduanya sama-sama muda. Agaknya wanita itu kekasihnya. Tak ada maksud mengusik kehidupan laki-laki itu. Dia kebetulan 1 dari 24 orang yang sehabis pipis tak mencuci tangannya. Duapuluh empat dari 33 yang diamati.

Mudah-mudahan tak terjadi, tapi genggaman sayang laki-laki itu bisa membuat perempuan itu--kepada siapa dia mungkin pernah mengatakan siap berkorban nyawa--menjadi kena diare ketika makan tanpa mencuci tangan. Lebih parah lagi ia terkena tifus. Tangan laki-laki itu sangat kotor dan kini kotoran itu hijrah ke tangan kekasihnya. Sabun bahkan tak sanggup membersihkan semua kuman pada tangannya, kecuali mencucinya dengan sangat cermat. Seperti diungkapkan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Rakyat Sujudi suatu kali, mencuci tangan dengan sabun setelah pergi ke toilet hanya menurunkan peluang serangan diare 35-65 persen.

Jika tak percaya tangan yang kelihatan bersih itu banyak membawa kuman, sebuah penelitian yang dipublikasikan pekan lalu (11/6) di Inggris mungkin dapat meyakinkan Anda. Sedikit lebih baik dibanding sampel di toilet JHCC, sepertiga laki-laki dan banyak wanita Inggris tak mencuci tangannya sesudah pergi ke toilet.

Alasan dua ribu responden penelitian yang digelar program 'National Food Safety Week' itu hampir seragam. Sebagian dari mereka berpikir toilet yang mereka masuki dalam keadaan bersih, sebagian lainnya berpikir mereka tak memegang apapun selain milik sendiri, dan satu dari tiap lima orang mengatakan mereka tak perlu mencuci tangan karena tangannya nampak bersih.

Menurut para peneliti itu, tak ada satu alasan pun yang benar. Kuman memang tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Perlu mikroskop atau teknik pembiakan khusus untuk melihatnya. Untuk membuktikannya, para peneliti itu meminta mereka meletakkan tangannya yang tak dicuci pada permukaan agar-agar--media pembiakan untuk kebanyakan mikroorganisma. Mereka kemudian diminta melakukannya sekali lagi, tapi setelah tangannya dibasuh air. Dalam pengamatan di bawah sinar ultraviolet, tampak tangan mereka dipenuhi mikroorganisma. Para peneliti mengidentifikasi, mikroorganisma terlazim pada tangan mereka adalah salmonella, campylobacter, dan E coli. "Suatu kali, ketika Anda bertemu seseorang dan menjabat tangannya, ada 1 dari tiap 5 orang yang tak selalu mencuci tangan sehabis pergi dari toilet," kata Professor Hugh Pennington, pakar mikrobiologi University of Aberdeen, mengomentari penelitian ini.

Jangan sangka persoalan itu hanya ada di Inggris. Perilaku dan semua bakteri itu juga ada di sini, dalam jumlah lebih banyak, karena cuaca yang lebih hangat. Kurang lebih, tak kurang dari 37 jenis penyakit bisa ditimbulkan kuman-kuman itu--dari sekadar diare, tifus, kholera, disentri, infeksi kulit, scabies, lepra dan frambusia. Untuk diare saja, meski tak semuanya karena tangan yang kotor, setiap menit terdapat 15 orang terkena diare atau 300 kasus per seribu penduduk.

Sementara tifus, prevalensinya sekitar 600-800 per 100 ribu orang, terjadi sepanjang tahun. Di tempat penelitian ini digelar, diare dan penyakit asal makanan juga menjadi masalah kesehatan yang cukup dominan. Tahun lalu, menurut John Krebs, pimpinan Food Standards Agency, tak kurang 4,5 juta orang Inggris sakit perut, meski yang dilaporkan ke pihak berwenang kurang dari 100 ribu orang. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL), diare menjadi penyebab kematian kedua pada Balita di Indonesia setelah penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Jadi, cuci tanganlah!!!!.


SPON CUCI PIRING
Spon membantu melenyapkan kotoran pada berbagai perkakas dapur. Eliane Endres,mahasiswi mikrobiologi University of Sao Paolo, Brasil, menemukan spon juga gudang bibit penyakit. Menurut Endres, yang mempresentasikan hasil temuannya dalam pertemuan tahunan American Society for Microbiology, dari 50 spon yang diteliti 86 persennya menunjukkan kontaminasi oleh seratus juta hingga satu milyar mikroorganisme. Sebanyak 70 persen spon mengandung bakteri coli dalam jumlah tinggi, dengan 38 persen di antaranya berupa coli dari tinja. Saureus juga ditemukan pada kurang lebih 34 persen sampel. Sebagian besar mikroorganisma itu diketahui berasal dari sumber yang tak terduga--sisa makanan di piring, terutama bahan-bahan makanan mentah seperti daging unggas dan sayuran.

UANG KERTAS
Uang barangkali barang yang terkarib untuk siapa pun dan salah satu yang paling kerap berpindah tangan. Bagi kesehatan, itu hanya berarti, uang menjadi alat pemindah penyakit. Begitulah memang. Belum lama ini: Para peneliti Wright Patterson Medical Center di Dayton, Ohio, menemukan dari 68 uang lembar satu dolaran, lima lembar di antaranya mengandung bakteri penyebab infeksi langsung dan 59 lembar lainnya (87 persen) tercemar bakteri yang dapat menginfeksi orang dengan gangguan sistem kekebalan--pengidap AIDS atau kanker. Hanya empat lembar uang yang relatif bersih dari kuman. Tak ada cara untuk mencegah penyebaran bakteri melalui alat pembayaran paling populer itu. Menurut salah seorang peneliti, Dr Peter Ender, yang dapat dilakukan adalah berusaha tak menyentuh mata, hidung dan mulut--gerbang masuk bakteri ke tubuh-setelah memegangnya. "Segera cuci tangan setelah memegangnya," Ender menganjurkan. Sekali lagi, cuci tangan!!!!