Rabita disuruh mama buang sampah. Rabita membawa 1 kantung sampah yang penuh. Sewaktu dia lagi menaruh di bak sampah, datang tukang sampah yang kebetulan ada jadwal mengambil sampah. Rabita langsung melempar kantung sampahnya, menutup hidung dan langsung lari ke rumahnya.
Mama melihat hal itu dari balik jendela, lalu mama menghampiri Rabita, membelai rambut panjang rabita dan mencium kening Rabita, "Bita sayang, kemarin paman di komplek sebelah bercerita, 2 hari yang lalu sampah di rumahnya bertumpuk sebab tidak ada tukang sampah yang mengambilnya," kata mama.
"Kenapa begitu ma? Kenapa tukang sampah tidak ambil?" tanya Rabita.
"Sebab banyak tukang sampah pulang kampung menjelang idul fitri," jawab Mama.
"Karena banyak sampah, akhirnya banyak lalat di sekitar sana, lalu pak lurah menghimbau warga agar mengikat sampah dengan plastik kuat-kuat agar tidak menyebar baunya sehingga tidak mengumpul," lanjut Mama.
"Ternyata bila tanpa tukang sampah, lingkungan kita jadi berantakan," tukas Bita.
"Tukang sampah itu berjiwa mulia, Bita. Beliau-beliau itu mau melakukan tugas itu walaupun itu sangat bau dan jorok, bahkan mendapat hinaan dari orang lain," tambah Mama.
"Tapi Ma, mereka kerja karena mereka tidak ada pekerjaan lain, dan mereka memang digaji untuk itu," bantah Bita.
"Bita, setiap manusia ada harkat, derajat dan martabat. Kita tidak boleh hanya karena pekerjaan seseorang, kita langsung memandang rendah pada orang itu. Apalagi tukang sampah bukanlah pekerjaan yang diidamkan tiap orang, tapi tetap sama berharganya, malah mulia, tanpa mereka lingkungan kita terganggu," jelas Mama.
Lalu mama meninggalkan Rabita. Rabita mulai berpikir tentang perkataan Mama dan ia pun menyesali perbuatannya tadi.
Keesokan harinya, Rabita disuruh buang sampah lagi oleh mamanya. Kebetulan tukang sampah lewat. Kali ini rabita tidak melempar kantung sampahnya dan tidak menutup hidung. Diberikan senyuman pada tukang sampah sambil menyapa,"Pagi, pak!".
Tukang sampah membalas, "Pagi juga non, mari sini sampahnya kasih ke bapak".
"Terima kasih banyak yah pak, tanpa bantuan bapak, lingkungan sini tidak akan menjadi bersih,"kata Rabita.
"Ah, si non, biasa aja, ini kan sudah pekerjaan saya. Non masuk deh, nanti bau lagi kalo dekat-dekat bapak," lanjut tukang sampah.
"Pak, jangan begitu. Di mata Tuhan tidak ada beda, kita semua sama, walaupun bau tapi hati bapak begitu lapang dada." sahut Rabita.
"Saya permisi dulu non," kata tukang sampah dengan muka berseri-seri.
Mama tersenyum di balik jendela.
Mama melihat hal itu dari balik jendela, lalu mama menghampiri Rabita, membelai rambut panjang rabita dan mencium kening Rabita, "Bita sayang, kemarin paman di komplek sebelah bercerita, 2 hari yang lalu sampah di rumahnya bertumpuk sebab tidak ada tukang sampah yang mengambilnya," kata mama.
"Kenapa begitu ma? Kenapa tukang sampah tidak ambil?" tanya Rabita.
"Sebab banyak tukang sampah pulang kampung menjelang idul fitri," jawab Mama.
"Karena banyak sampah, akhirnya banyak lalat di sekitar sana, lalu pak lurah menghimbau warga agar mengikat sampah dengan plastik kuat-kuat agar tidak menyebar baunya sehingga tidak mengumpul," lanjut Mama.
"Ternyata bila tanpa tukang sampah, lingkungan kita jadi berantakan," tukas Bita.
"Tukang sampah itu berjiwa mulia, Bita. Beliau-beliau itu mau melakukan tugas itu walaupun itu sangat bau dan jorok, bahkan mendapat hinaan dari orang lain," tambah Mama.
"Tapi Ma, mereka kerja karena mereka tidak ada pekerjaan lain, dan mereka memang digaji untuk itu," bantah Bita.
"Bita, setiap manusia ada harkat, derajat dan martabat. Kita tidak boleh hanya karena pekerjaan seseorang, kita langsung memandang rendah pada orang itu. Apalagi tukang sampah bukanlah pekerjaan yang diidamkan tiap orang, tapi tetap sama berharganya, malah mulia, tanpa mereka lingkungan kita terganggu," jelas Mama.
Lalu mama meninggalkan Rabita. Rabita mulai berpikir tentang perkataan Mama dan ia pun menyesali perbuatannya tadi.
Keesokan harinya, Rabita disuruh buang sampah lagi oleh mamanya. Kebetulan tukang sampah lewat. Kali ini rabita tidak melempar kantung sampahnya dan tidak menutup hidung. Diberikan senyuman pada tukang sampah sambil menyapa,"Pagi, pak!".
Tukang sampah membalas, "Pagi juga non, mari sini sampahnya kasih ke bapak".
"Terima kasih banyak yah pak, tanpa bantuan bapak, lingkungan sini tidak akan menjadi bersih,"kata Rabita.
"Ah, si non, biasa aja, ini kan sudah pekerjaan saya. Non masuk deh, nanti bau lagi kalo dekat-dekat bapak," lanjut tukang sampah.
"Pak, jangan begitu. Di mata Tuhan tidak ada beda, kita semua sama, walaupun bau tapi hati bapak begitu lapang dada." sahut Rabita.
"Saya permisi dulu non," kata tukang sampah dengan muka berseri-seri.
Mama tersenyum di balik jendela.