Tigapuluh tiga laki-laki yang pipis di salah satu toilet Jakarta Hilton Convention Center(JHCC), Jakarta, Jumat (15/6), diamati. Dari tiap 10 orang, delapan di antaranya tak mencuci tangan sehabis pipis. Delapan orang inilah yang mendistribusikan bakteri salmonella, campylobacter, dan E coli ke orang-orang lain lewat jabat tangan, genggaman sayang, atau sentuhan. Apa dampaknya? Dia melenggang keluar dari toilet di sebelah kanan JHCC. Berdasi dan berjas. Seorang wanita menunggu di pintu masuk pameran komputer yang tengah digelar di tempat itu. Mereka ke dalam saling berpegangan tangan. Keduanya sama-sama muda. Agaknya wanita itu kekasihnya. Tak ada maksud mengusik kehidupan laki-laki itu. Dia kebetulan 1 dari 24 orang yang sehabis pipis tak mencuci tangannya. Duapuluh empat dari 33 yang diamati.
Mudah-mudahan tak terjadi, tapi genggaman sayang laki-laki itu bisa membuat perempuan itu--kepada siapa dia mungkin pernah mengatakan siap berkorban nyawa--menjadi kena diare ketika makan tanpa mencuci tangan. Lebih parah lagi ia terkena tifus. Tangan laki-laki itu sangat kotor dan kini kotoran itu hijrah ke tangan kekasihnya. Sabun bahkan tak sanggup membersihkan semua kuman pada tangannya, kecuali mencucinya dengan sangat cermat. Seperti diungkapkan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Rakyat Sujudi suatu kali, mencuci tangan dengan sabun setelah pergi ke toilet hanya menurunkan peluang serangan diare 35-65 persen.
Jika tak percaya tangan yang kelihatan bersih itu banyak membawa kuman, sebuah penelitian yang dipublikasikan pekan lalu (11/6) di Inggris mungkin dapat meyakinkan Anda. Sedikit lebih baik dibanding sampel di toilet JHCC, sepertiga laki-laki dan banyak wanita Inggris tak mencuci tangannya sesudah pergi ke toilet.
Alasan dua ribu responden penelitian yang digelar program 'National Food Safety Week' itu hampir seragam. Sebagian dari mereka berpikir toilet yang mereka masuki dalam keadaan bersih, sebagian lainnya berpikir mereka tak memegang apapun selain milik sendiri, dan satu dari tiap lima orang mengatakan mereka tak perlu mencuci tangan karena tangannya nampak bersih.
Menurut para peneliti itu, tak ada satu alasan pun yang benar. Kuman memang tak bisa dilihat dengan mata telanjang. Perlu mikroskop atau teknik pembiakan khusus untuk melihatnya. Untuk membuktikannya, para peneliti itu meminta mereka meletakkan tangannya yang tak dicuci pada permukaan agar-agar--media pembiakan untuk kebanyakan mikroorganisma. Mereka kemudian diminta melakukannya sekali lagi, tapi setelah tangannya dibasuh air. Dalam pengamatan di bawah sinar ultraviolet, tampak tangan mereka dipenuhi mikroorganisma. Para peneliti mengidentifikasi, mikroorganisma terlazim pada tangan mereka adalah salmonella, campylobacter, dan E coli. "Suatu kali, ketika Anda bertemu seseorang dan menjabat tangannya, ada 1 dari tiap 5 orang yang tak selalu mencuci tangan sehabis pergi dari toilet," kata Professor Hugh Pennington, pakar mikrobiologi University of Aberdeen, mengomentari penelitian ini.
Jangan sangka persoalan itu hanya ada di Inggris. Perilaku dan semua bakteri itu juga ada di sini, dalam jumlah lebih banyak, karena cuaca yang lebih hangat. Kurang lebih, tak kurang dari 37 jenis penyakit bisa ditimbulkan kuman-kuman itu--dari sekadar diare, tifus, kholera, disentri, infeksi kulit, scabies, lepra dan frambusia. Untuk diare saja, meski tak semuanya karena tangan yang kotor, setiap menit terdapat 15 orang terkena diare atau 300 kasus per seribu penduduk.
Sementara tifus, prevalensinya sekitar 600-800 per 100 ribu orang, terjadi sepanjang tahun. Di tempat penelitian ini digelar, diare dan penyakit asal makanan juga menjadi masalah kesehatan yang cukup dominan. Tahun lalu, menurut John Krebs, pimpinan Food Standards Agency, tak kurang 4,5 juta orang Inggris sakit perut, meski yang dilaporkan ke pihak berwenang kurang dari 100 ribu orang. Menurut catatan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPMPL), diare menjadi penyebab kematian kedua pada Balita di Indonesia setelah penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Jadi, cuci tanganlah!!!!.
SPON CUCI PIRING
Spon membantu melenyapkan kotoran pada berbagai perkakas dapur. Eliane Endres,mahasiswi mikrobiologi University of Sao Paolo, Brasil, menemukan spon juga gudang bibit penyakit. Menurut Endres, yang mempresentasikan hasil temuannya dalam pertemuan tahunan American Society for Microbiology, dari 50 spon yang diteliti 86 persennya menunjukkan kontaminasi oleh seratus juta hingga satu milyar mikroorganisme. Sebanyak 70 persen spon mengandung bakteri coli dalam jumlah tinggi, dengan 38 persen di antaranya berupa coli dari tinja. Saureus juga ditemukan pada kurang lebih 34 persen sampel. Sebagian besar mikroorganisma itu diketahui berasal dari sumber yang tak terduga--sisa makanan di piring, terutama bahan-bahan makanan mentah seperti daging unggas dan sayuran.
UANG KERTAS
Uang barangkali barang yang terkarib untuk siapa pun dan salah satu yang paling kerap berpindah tangan. Bagi kesehatan, itu hanya berarti, uang menjadi alat pemindah penyakit. Begitulah memang. Belum lama ini: Para peneliti Wright Patterson Medical Center di Dayton, Ohio, menemukan dari 68 uang lembar satu dolaran, lima lembar di antaranya mengandung bakteri penyebab infeksi langsung dan 59 lembar lainnya (87 persen) tercemar bakteri yang dapat menginfeksi orang dengan gangguan sistem kekebalan--pengidap AIDS atau kanker. Hanya empat lembar uang yang relatif bersih dari kuman. Tak ada cara untuk mencegah penyebaran bakteri melalui alat pembayaran paling populer itu. Menurut salah seorang peneliti, Dr Peter Ender, yang dapat dilakukan adalah berusaha tak menyentuh mata, hidung dan mulut--gerbang masuk bakteri ke tubuh-setelah memegangnya. "Segera cuci tangan setelah memegangnya," Ender menganjurkan. Sekali lagi, cuci tangan!!!!